Meskipun kami tinggal di kampung, tapi masalah sensasi, pejabat pun tak bisa menandingi sensasi yang ada di kampung halamanku. Sekali irama retorika keluar dari mulut kakak ipar ayah saya, sekampung pun tahu biang kerok yang terjadi di dalam lingkaran keluarga ayah.
Pertengkaran masalah warisan tanah menimbulkan berbagai gejolak antara ayah dan saudara kandungnya sendiri. Terutama ayah dari kakak iparnya.
Bila berkaca pada Teologi, bapak Abraham memiliki dua anak yakni Yakub dan Isak. Yakub dan Isak memiliki ibu yang berbeda, tetapi satu ayah.
Masalah yang terjadi antara Yakub dan Isak ada pada tendensi ibu mereka masing-masing. Yang satu menginginkan yang terbaik. Sementara yang satu pun tak mau kalah. Akhirnya, terjadilah perang saudara antara Yakub dan Isak.
Yakub dan Isak diberikan kekuasaan tanah dan negeri yang berbeda-beda. Hingga sekarang kita pun masih terjebak dengan perang saudara ini. Antar umat beragama. Kembali lagi ke Laptop, kata para intelektual yang menghabiskan separuh hidup mereka di ruang diskusi dan kuliah. Sampai sekarang ayah dan saudara kandungnya kelihatan tak ada pertengkaran. Tapi, perhitungan soal warisan tanah masih dan akan tetap berlanjut hingga kapan pun.
Lalu kiat-kiat apa saja yang mereka lakukan untuk tetap menjalin persaudaraan?
Tentunya mereka tetap dipersatukan dengan tradisi berkunjung ke makam kakek dan nenek. Karena bagi orang Timor, relasi antara mereka yang hidup dan yang sudah meninggal akan tetap terjalin. Meskipun dunia kita berbeda.
Terlepas dari ajaran Kristiani. Tradisi berkunjung ke makan leluhur sudha dilakukan sejak zaman purba kala.
Selain itu, mereka biasanya disatukan dalam dalam rumah adat. Prahara apapun yang terjadi antar saudara kandung, tapi di dalam acara rumah adat, semuanya kembali mencair. Seolah-olah tidak ada masalah. Tapi, ketika air kata-kata (minuman alkohol) sudah merasuki hati dan pikiran, prahara pun kembali terjadi. Layaknya, prahara antara Rusia dan Ukraina yang semakin memanas di semenanjung Timur Ukraina.
Terakhir, segala sesuatu itu tak abadi. Persaudaraan itu jauh lebih penting daripada harta warisan tanah. Semoga semakin berkembang pola pikir ayah dan saudaranya di kampung, tendensi untuk saling menyalahkan semakin berkurang, demi pancaran senyuman dan relasi yang semakin membaik antar anak-anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H