Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Belajar untuk Menerima Kritik dari Sokrates

24 Maret 2021   00:33 Diperbarui: 24 Maret 2021   00:39 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu anak gadis terlihat memberikan saran atau masukan kepada temannya. Foto dari Pixabay.

Kritik adalah bagian dari ilmu Filsafat. Bila tak menerima kritik, berarti anda bukan murid dari Sokrates.


Seorang penguasa kritik itu bukan untuk menjatuhkan citra diri anda. Melainkan kritik sebagai sarana masukan untuk membangun sebuah wadah ke arah yang lebih baik.

Sokrates semasa hidupnya berjibaku dengan bejibun kritik. Tapi, bagi Sokrates kritik adalah sarana untuk mencari ilmu pengetahuan. Memang menerima kritik itu tidak mudah. Tapi demi kebaikan, kritik adalah sarana yang tepat untuk bertransformasi ke arah yang lebih baik dalam mencari ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan dalam bidang apapun itu perlu diragukan dan dikritik. Tujuannya adalah adanya penyegaran. Selain penyegaran, ada ketajaman logika dalam menakar segala sesuatu yang ada di balik pendapat orang lain.

Sokrates bersafari dari kampung yang satu ke kampung lainnya. Dari kota yang satu menuju kota tetangga dan ia menghimpun siapapun untuk berdiskusi. Dalam diskusi ada kritik dan saran dari pendengar setianya.

Sokrates yang berilmu mau mendengarkan pendengar setianya. Karena ia yakin dan percaya bahwasannya yang membuatnya maju dan berkembang adalah para pengikut setianya.

Semakin tinggi ilmu yang dimiliki oleh Sokrates, ia semakin menunduk. Senada filosofi padi.

Akhir-akhir ini di dalam lingkungan kehidupan berbangsa dan bernegara, ada ribuan kritik yang dilayangkan dari masyarakat kepada pemimpin. Pemimpin yang rendah hati dengan senang menerima kritik untuk mencari solusi dalam menyelesaikan persoalan yang ada.

Sementara ada juga pemimpin yang sulit untuk menerima kritik. Pemimpin yang sulit menerima kritik secara frontal bertindak semena-mena kepada masyarakatnya. Akibatnya, jurang kebencian semakin melebar. Gegara kesalahpahaman yang seharusnya bisa diatasi dengan kepala dingin. Itulah harga yang harus dibayar, tatkala kita menganut sistem demokrasi.

Kehadiran generasi milenial di lingkungan pemerintahan memang sulit untuk menerima kritik. Ya, maklum karena logika dan nafsu mereka masih terlalu tinggi untuk dijinakkan. Tapi seenggaknya, dengan berjalannya waktu, sebagai generasi milenial, kita harus belajar rendah hati.

Belajar rendah hati dari Filsuf Sokrates untuk menerima kritik dari para senior. Karena berkat jasa senior, saat ini kita hadir dan bercengkerama di dalam ruang publik.

Menerima kritik tak mengurangi derajat dan status kita saat ini. Yang terpenting kita menurunkan tensi dan ego yang masih menguasai kita.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak masa bodoh dengan masukan membangun dari pengikutnya. Karena ia tahu bahwa kekuatan utamanya berada pada pengikut setianya.

Saking rendah hatinya untuk menerima kritik dan saran dari pengikutnya, Sokrates mendapatkan ribuan bahkan jutaan pengikut setianya. Kini namanya masih menggema di dalam ruang-ruang kuliah Filsafat di manapun.

Tulisan ini murni sebagai jalan rekonsiliasi bagi siapapun yang saat ini sulit untuk menerima kritik. Terutama bagi generasi milenial yang sok pintar, sok berkuasa dan sok bijak dalam segala hal.

Jernih melihat dunia dan keluhan dari para pengikut setia adalah jembatan menuju kesejahteraan dan kenyamanan bersama.

Tulisan ini adalah autokritik bagi penulis yang masih dipenuhi dengan ego dan kesombongan. Dari Sokrates, penulis belajar untuk rendah hati dalam menerima kritik dan saran dari para senior yang selalu mengelilingi penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun