Langit sore kota Metropolitan sangat berawan. Angin menghempaskan kerinduan diantara langit-langit bangunan pencakar kota Jakarta.
Aku duduk, sembari mengibas keringat yang bercucuran di sekucur tubuh. Steven Lake menghampiri aku, dan melontarkan satu pertanyaan yang menukik. Ya, pertanyaan seorang bocah yang sama sekali tak terbayangkan.
"Om, kapan  kita ke Gereja lagi?" Aku pun terkejut, bak disambar petir.
"Hmmmm, masih lama dek!"
"Kenapa Om?"
"Karena kita masih dikejar oleh penyakit 'he tayo. He Tayo adalah penyakit yang memiliki duri dan bentuknya seperti ulat kecil. Sembari, aku menunjukkan seorang ulat kecil. Ya, sebenarnya aku mau bilang penyakit Corona, tapi anak bocah tak mengerti apa itu virus Corona? Makanya, aku menggunakan perumpamaan dari permainan yang mereka senangi.
Rupanya dari penjelasan aku yang sederhana itu, Steven tak melontarkan pertanyaan selanjutnya.
Aku pun kembali mengamati jalan pikiranku. Tak, lama kemudian, datanglah Steven dan adiknya yang bernama Gibran. Dua bocah yang lucu dan menginspirasi ini, menemai aku dalam penantian panjang di kota Jakarta.
"Om kenapa kita takut dengan penyakit 'He Tayo?" Aih makin runyam nih bocah. Aku pikir ia tak melanjutkan rasa penasarannya. Eh, malah ia datang dan melanjutkan pertanyaan demi pertanyaan yang membawa aku pada diskusi yang sangat mengasikkan.
Diskusi bukan hanya terjadi pada orang dewasa dan mereka yang menghabiskan belasan tahun di dalam ruang laboratorium, dan ruang-ruang kuliah untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan. Tapi, antara aku dan Steven, si bocah kelahiran Jakarta ini, layaknya seorang filsuf yang ingin menuntaskan rasa penasarannya akan setiap hal yang mengganjal pikirannya.
"Om, He Tayo itu ciptaan Tuhan ya?" Tanya Steven
"He Tayo bukan ciptaan Tuhan!" Jawabku.
"Lalu, He Tayo itu asalnya dari mana Om?"
"He Tayo itu diciptakan atau dibuat seperti mama kamu masak bubur untuk adik Gibran."
"Horeeeee, berarti "He Tayo" itu tiap hari dimakan sama Gibran Om."
Dalam hati rasanya ingin aku menyerah dan mengalihkan pembicaraan ke jenis permainan mobil balap. Tapi, nanti muncul pertanyaan baru lagi.
"Lalu, aku berusaha untuk menyakinkan Steven bahwa, "He Tayo" itu enggak dimakan sama adik Gibran." Karena itu penyakit yang membuat kita tak bisa ke Gereja.