Merujuk pada pandangan Filsuf Baruch De Spinoza,” Alam memiliki satu substansi yang sama dan satu yakni Tuhan.”
Masyarakat Haumeni tentunya tidak pandai berfilsafat. Tapi, tradisi ini sudah ada sebelum penyebaran agama Katolik masuk di kampung Haumeni yang di bawa oleh bangsa Portugal. Para Imam atau Misionaris yang berasal dari bangsa Portugal melihat kekayaan ini dan mengintegrasikan ke dalam kepercayaan Kristiani.
Semangat integrasi tradisi ke dalam kepercayaan Kristiani membawa penghormatan yang tertinggi kepada alam. Alam yang menghadirkan segala sesuatu. Alam pun yang berhak untuk memberikan segalanya bagi manusia. Termasuk kemujuran, bencana dll. Ini tergantung dari cara masyarakat berelasi dengan alam. Berelasi yang tepat sebelum menikmati hasil panen di kebun adalah mengadakan Tradisi Usa Pena.
Tradisi ini sebagai bagian terkecil dari mutiara-mutiara yang masih terpendam di bumi Haumeni. Momen yang sakral ini dimanfaatkan untuk saling menguatkan, mendukung dan sebagai ajang temu keluarga yang sudah lama berpisah.
Salah satu tradisi yang tidak boleh dilewatkan di sini adalah makan sirih pinang (Puah Manus) serta minuman beralkohol (Sopi). Sekadar catatan bahwa di NTT, miras sudah dilegalkan oleh Pemprov. Jadi, acara Usa Pena tidak akan menarik, bila air kata-kata ini tidak disuguhkan.
Tradisi Usa Pena hadir dan secara tak langsung mencabut semua larang untuk kembali menikmati semua jenis hasil panen yang ada di kebun. Mengingat, sebelum tradisi ini dilangsungkan, orang dewasa tidak boleh makan jagung muda dan segala jenis hasil tanaman yang ada di kebun, kecuali anak-anak boleh makan sepuasnya.
Tradisi Usa Pena membawa berkat dan kecerian bagi masyarak dawan Haumeni. Hari ini dan ke depan, mereka bebas menikmati segala hasil tanaman yang ada di kebun. Selamat menikmati hasil panen sanak keluarga yang ada di kampung halaman tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H