Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Skenario Perjumpaan di Kota Metropolitan Surabaya

13 Maret 2021   09:44 Diperbarui: 13 Maret 2021   13:51 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi romantika di taman. Foto dari Pixabay.

Episode 4 Cintaku Semanis Gudeg Jogja

Semangkok Gudeg Jogja masih tersisa di sekucur tubuhku. Aku sudah bersantai ria, sembari membidik landscape panorama kota Pendidikan Jogja dalam lensa kameraku. Aku berjalan seirama melodi klasik Jawa Tengah yang terdengar shaydu dan merdu di panca indera telingaku.

Di stasiun Lempuyangan Jogja, aku menari-nari di atas imajinasi. Bayangan Winda terbersit dalam bayanganku. Ah, pagi yang indah, seketika dinodai oleh rindu yang makin membahana di dalam diriku.


Tepat pada pukul 08.00 WIB, aku bersafari bersama Kereta Ekonomi menuju kota Metropolitan terbesar kedua tanah air yakni Surabaya. Destinasi prahara cinta yang sangat indah, sekaligus memicu sejumlah masalah antara aku dan Winda.


Bukit yang indah, persawahan yang melemahkan mata, hutan belantara yang sangat mistis menemani aku dalam setiap tikungan menuju kota Surabaya.


Tatkala mata tak bisa diajak lagi untuk berkompromi, sejenak aku merebahkan diri. Ketika elegi pagi bersinar, Kereta Api yang aku tumpangi sudah tiba di Stasiun Gubeng Surabaya. Langit yang biru seolah-olah dihalangi oleh bangunan pencakar langit kota Metropolitan Surabaya. Sebagai pusat perekonomian yang makin berkembang di bagian Timur pulau Jawa, Surabaya menyimpan sejuta inspirasi di setiap sudut kota.


Aku masih terpana memandangi langit biru kota Surabaya. Tapi, udara panas makin menggerogoti adrenalinku untuk segera mencari suaka. Aku memutuskan untuk menginap di salah satu Hotel yang berada di Jl. Veteran  Surabaya.


Sementara aku mengibas keringat, ada notifikasi pesan dari Winda. "Mas apa boleh kita ketemuan besok?" Dengan wajah berseri-seri, aku menyetujui permintaan Winda."


Cakrawala kembali menyelinap di antara barisan gedung pencakar langit kota Metropolitan Surabaya, Aku dan Winda memutuskan untuk berjumpa dan melepas kangen di Taman Safari Surabaya. Ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk mencintai. Dramatisasi kisah asmara antara aku dan Winda memang mengudang kontroversi. Gonjang-ganjing kisah asmara kami terbentur oleh tembok humanisme agama.


Perjumpaan aku dan Winda di Taman Safari Surabaya memang berada di luar skenario. Tapi, kami sangat menikmati perjumpaan sesaat itu. Sembari melepas rasa kangen yang sudah hampir sebulan berpisah dan hilang kontak, mata kami tak bisa membohongi atraksi Satwa liar yang ada di dalam Taman Safari.


"Say-hello" antara aku dan Winda yang tersaji di hari itu memang meninggalkan bekas kerinduan di hari-hari tergelap berikutnya. Karena perjumpaan itu, sekaligus sebagai perjumpaan terakhir kami.


Winda akan segera dinikahkan dengan lelaki pilihan orangtuanya. Aku ingin berontak, layaknya filsuf eksistensialisme Albert Camus,"Aku memberontak, jadi aku ada." Tapi lidah ini teras kaku dan tidak bisa berbuat apa-apa. Selain, menahan jeritan suara yang sangat menyakitkan.


Purnama masih menghiasi jantung kota Metropolitan Surabaya, dari balik jendela kamar Hotel, aku mendendangkan satu lagu untuk melepaskan kepergian Winda. Di antara megahnya kelap-kelip kota Surabaya pada malam hari, aku merana dan menyalahkan diri sendiri.


Goresan asmara terlarang yang pernah aku jalani. Di setiap sudut-sudut kota Surabaya, aku menyaksikan Ibu Tri Rismaharini menata dan menghiasi kota Suarabay dengan rapi, bersih dan nyaman bagi siapapun. Tapi, mengapa hatiku tidak nyaman untuk tinggal lebih lama di kota Surabaya?


Aku menghabiskan masa pencarian di kota Surabaya dalam suasana ketidakpastian akan langka kakiku ke depan. Harapan dan cintaku sudah dikuras habis oleh orangtua Winda yang suka mempermainkan cinta suciku.


Lalu, aku memutuskan untuk menghadiri undangan pernikahan Winda dan lelaki pilihan orangtuanya di kota Kediri. Tapi, aku tak punya nyali untuk melihat orang yang aku cinta, duduk bersanding dengan lelaki yang ia tidak cintai.


Nantikan kisah lanjutannya hanya di Platform Kompasiana pembaca budiman. Kira-kira dramatisasi apa yang akan tersaji di saat pernikahan Winda dan lelaki pilihan orangtuanya? Apakah aku (tokoh utama) bisa membatalkan acara pernikahan itu? Ataukah tokoh utama akan mengadakan jalan rekonsiliasi dengan orangtua Winda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun