Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tetangga Dekat Lebih Peduli, Daripada Saudara Yang Jauh!

26 Februari 2021   05:14 Diperbarui: 26 Februari 2021   05:33 1399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup jauh dari sanak keluarga ada plus dan minusnya. Namun, bersama tetangga dekat, kita mampu melewati banyak hal dalam hidup.

Jangan pernah mengabaikan tetangga dekat, tatkala kita berada di atas tangga kehidupan. Dan membutuhkan tetangga, saat kita mengalami kesulitan.

Baik dan buruknya kehidupan kita diketahui oleh tetangga dekat. Tetangga adalah orang yang selalu hadir dalam situasi apapun. Meskipun kerap kali kita berselisih paham, akibat banyak perbedaan. Namun, tetanggalah yang selalu menopang kita, tatkala kita menemui masalah.

Masalah kehidupan selalu menggerogoti kita. Kita mengawali sosialisasi lanjutan dari keluarga melalui tetangga. Tetangga dekat adalah lingkungan pertama yang kita kenal. Pengenalan yang intens dengan tetangga membawa rasa persaudaraan yang amat mendalam.

Persaudaraan yang melebihi keluarga yang jauh di seberang sana. Sebagai pendekataan real, saya akan mengisahkan jalinan rasa persaudaraan antara A dan B di salah satu kota Metropolitan.

A berasal dari kota Cogito. B berasal dari kota Ergo. Mereka bertemu di kota Sum. Di kota Sum mereka tinggal bersebelahan di salah satu kontrakan. Sebagai perantau, awalnya mereka tidak saling mengenal. Namun, melalui perjumpaan yang secara terus-menerus di kontrakan itu, akhirnya mereka saling mengenal.

Mengenal berarti mengetahui segala kelebihan dan kekurangan antar pribadi. Kisah persaudaraan mereka sudah dijalin selama 5 tahun. Memasuki tahun yang ke-6, si B bernasib baik, yakni sukses menjadi salah satu pengusaha ternama. Sementara A masih sama seperti yang dulu.
Hidup A sangat memprihatinkan. Sementara kehidupan B lebih menjanjikan. Mereka mulai mendirikan tembok pemisah dalam persaudaraan mereka.
Di mana si B sudah berada di atas tangga kehidupan, lalu ia mendustai persaudaraan mereka. Si A menjalani kehidupan sebagaiaman mestinya. Ia selalu mensyukuri setiap rezeki yang didapatkannya. Entah cukup atau tidak rezekinya, ia selalu bersyukur.

Si B lupa daratan dari mana ia berasal. Suatu hari, si B kena tipu dari salah satu rekan bisnisnya. Ia kembali lagi menjadi gembel, bahkan melebihi si A. Si B berpikir bahwasannya, si A pasti tak mau menerima kisah persaudaraan mereka. Ternyata dugaan si B salah. Karena si A masih mau menerima keadaan si B. Bahkan ia bersedia untuk mengajak si B untuk sementara tinggal di kontrakannya.

B menangis dan menyesali segala perlakuannya kepada si A, tatkala ia memiliki segalanya. Hingga pada suatu titik, si B bertanya, " Bro kenapa kamu masih mau menerima saya?

Jawab si A, " Bro kita hidup ini hanya sementara. Ngapain kita menyombongkan segala sesuatu yang sementara? Lebih baik kita menikmati apa yang kita miliki. Entah cukup atau tidak, kita harus bersyukur.

Dan satu hal yang lebih penting adalah rasa persaudaraan semestinya tidak boleh direduksi dari seberapa materi yang kita miliki. Karena tatkala kita mengalami kesulitan, tetangga lebih peka dan menerima kita apa adanya. Bukan saudara yang berada di nun jauh sana.

Sebagai penutup, saya ingin mengutip salah satu quote dari novel perdana saya 'Terjebak."

"Saat aku dilahirkan ke alam semesta, aku tidak mempunyai apa-apa. Wajar dong, kalau saat ini aku juga tak punya apa-apa. Akhirnya, ketika tiba waktunya aku kembali kepada pangkuan alam semesta, aku pun tidak bisa membawa apa-apa."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun