Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Risma Menakhodai Mensos dari Sudut Pandang Paria

19 Januari 2021   02:30 Diperbarui: 20 Januari 2021   10:01 1943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya pemimpin Paria; Nasional.Kompas.Com

Pemimpin visioner akan melihat segala sesuatu dari sudut pandang seorang Paria. Paria adalah kelompok yang paling terpinggirkan di dalam kehidupan masyarakat.

Filosofi kepemimpinan Ibu Risma serupa Filsuf perempuan berpengaruh abad 20 yakni Hannah Arendt. Di mana Hannah Arendt meletakkan dasar pemikirannya dari sudut pandang Paria.

"Posisinya sebagai Paria adalah perlawanan terhadap segala upaya pemaksaaan, bahwa seorang harus dipas-paskan dan diasimilasikan ke dalam sistem masyarakat atau pemikiran dominan. Tak heran, posisi Arendt ini mengundang banyak kontroversi."

Korelasi gaya kepemimpinan Hannah Arent dan Risma memiliki kesamaan, yakni melawan dominasi pemikiran politisi pria di dalam ruang publik. Tak dipungkiri bahwasannya, gaya kepemimpinan Risma banyak mengundang kontroversi seperti filsuf Hannah Arendt pada zamannya.

Kontroversi Blusukan

Pertama setiap pemimpin punya gaya kepemimpianannya. Gaya kepemimpianan Ibu Risma yang gemar blusukan bukan hanya diterapkan, saat ia menahkodai Mensos. Melainkan, gaya kepemimpianan blusukan Ibu Risma sudah dilakukan, sewaktu masih menjabat sebagai Wali Kota Surabaya.

Sebenarnya istilah "pencitraan publik" itu adalah bagi orang-orang yang yang sudah merasa tidak nyaman dengan status kepemimpianannya. Nah, untuk menutupi ketakuatan mereka, jalan satu-satunya adalah mencari sensasi di dalam ruang publik.

Salah satu sarana untuk mencari sensasi adalah meminjam suara rakyat kecil untuk berteriak di dalam ruang publik (Demamogi). Tujuannya adalah status kepemimpinan mereka tetap aman.

Contoh konkretnya adalah demo. Demo itu adalah bagian konspirasi dari para pemimpin yang takut kehilangan identitasnya di dalam ruang publik. Rakyat yang tak memahami seni berpolitik, hanya mengikuti arah pohon beringin. Ke mana angin bertiup, ke situ pun mereka mengikuti. Tentu, mereka lakukan itu karena ada embel-embel yang sudah didesain secara komprehensif. Yakni, jeritan suara mesin ATM saling berkejaran melintasi setiap rekening para pendemo.

Kawan, seni berpolitik itu adalah seni menutupi kebenaran. Di mana kesalahan dibenarkan. Sebaliknya, kebenaran diubah menjadi kesalahan. Itulah rencana terindah para pencinta Demamogi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun