Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perasaan yang Tak Berdosa, Mengapa Harus Dikebiri?

21 Desember 2020   23:53 Diperbarui: 22 Desember 2020   00:29 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta itu tidak pernah mengenal musim panas dan dingin. Tergantung aliran cinta seseorang bersemi di mana, dan dengan siapa? Anehnya, cinta itu mengenal musim gugur.

Musim gugur cinta, serupa dengan musim trauma. Akibat perasaan yang tak berdosa, dikebiri oleh ego orang tua. Sebagai ilustrasi sederhana, si X dan Y sudah saling mengenal hampir 8 tahun. 8 tahun adalah waktu yang sangat panjang dan lama. Antara X dan Y saling mencintai. Tentunya, mereka sudah mengenal satu sama lain. Termasuk mengenal karakter, hobby, serta tujuan masa depan mereka.

Memasuki 9 tahun masa pengenalan mereka, ada satu peristiwa yang bersumber dari orang tua X. Hmmmm, kira-kira peristiwa apa, ya? Hemat penulis, si Y menghilang begitu saja. Lalu, ia memutuskan untuk pergi ke salah satu pulau yang tak berpenghuni.

X mencoba untuk menghubungi Y melalui nomor teleponnya. Namun, tak ada jawaban dari Y. X mengurung diri di dalam kamarnya. Hingga suatu saat, X menerima telepon dari orang tua Y. 

Tujuannya adalah menanyakan keberadaan Y. X menjelaskan apa yang terjadi antara hubungannya dengan Y yang sudah berakhir dengan alasan yang tidak jelas dari Y. Orang tua Y menyalahkan X. X merasa dipojokkan. 

Setahun kemudian, X mencoba untuk membuka hatinya kepada Z, yang merupakan pilihan dari orangtuanya. Tapi, jauh di dalam samudera hatinya, ia masih mengharapkan cinta dari Y. Meskipun keberadaan Y belum tahu rimbanya.

Tepat pada hari jadinya X dan Y pertama kali mengenal di salah satu kafe di pinggir danau, X dan Y bertemu. Pertemuan mereka tidak ada dalam skenario dari sudradara semesta, melainkan murni dari memori mereka yang belum move on dari cinta sucinya. X menuntut jawaban dari Y. Sebaliknya, Y menyalahkan X karena tidak membelanya saat orangtua X menghinanya.

Suasana nostalgia keduanya jadi berantakan. Karena keduanya saling menyalahkan. Di saat yang bersamaan, orang tua X hadir untuk membela anaknya.

Bahkan kali ini, orang tua X merendahkan martabat Y di hadapan banyak orang di dalam kafe itu. Kesabaran Y sudah berada di ujung  adrenalinnya.

Namun, Y menarik nafas dalam-dalam untuk memberitahukan X, bahwa dibalik perpisahan mereka ada campur tangan dari orang tua X. Orang tua X telah meminta Y secara paksa untuk menjauhinya. Karena profesi pekerjaan serta latar belakang keluarga yang tak sepadan dengan X.

X merasa kaget dengan sikap orang tuanya kepada Y. Lalu, ia mengatakan kepada orang tuanya, "Pak, perasaan yang tak berdosa, mengapa harus dikebiri?"

Akhirnya, X dan Y meratapi puing-puing rencana masa depan mereka yang tak bisa bersama. Sayap-sayap romantisme keduanya, hanya meninggalkan trauma sepanjang hidup mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun