Hamparan perbukitan pohon pates, rumah-rumah tak layak dihuni, berdendangkan mada kecemasan.
Musim kemarau kembali menyiksa anak-anak negeri perbukitan kering
Wajah-wajah polos berhiaskan kirmizi dibalik canda-tawa mereka
Roda kehidupan terus mengalir di kota Metropolitan, sementara mereka berjalan, selama ribuan kilo meter untuk mencari sumber kehidupan
Anak-anak berlarian melintasi cakrawala Timur
Padang sabana pun ikut berlarian bersama mereka
 Di negeri sabana itulah mereka temu-lepas kemerdekaan sesaat
Sepercikan kebahagiaan terpancar dari sinar bola mata mereka
Setiap musim kemarau, anak-anak bertanya, bapak dan mama, apa yang terjadi dengan negeri kita?
Bukankah negeri kita kaya akan sumber daya alam? Tapi, kenapa kita selalu kekeringan air bersih?
Nak, pergilah ke Pak Lurah! Beliau yang tahu penyebab dari kekeringan ini.
Sang anak pun memilih untuk diam.
Musim kemarau pun kembali tahun berikutnya, anak-anak sudah tahu jawaban dari bapak dan mamanya.
Mereka terus bertanya, tapi tiada seorang pun yang memberanikan diri ke Pak Lurah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H