"Masa depanmu hanya akan berkutat pada teks-teks kuno yang tak dipakai lagi di dunia kerja. Lebih baik bro kuliah ilmu politik." Katanya.
"Saya kuliah filsafat juga tak masalah bro."Â
"Tapi, kamu tidak mempunyai masa depan!"
"Memangnya kamu ini siapa? Orang tua saya saja no problem (tak masalah) dengan jurusan yang saya ambil."
"Itu kan kata orang tuamu. Tapi kamu harus kuliah politik, biar masa depanmu cemerlang loh."
"Memamngnya masa depan saya kamu yang atur?"
"Bukan begitu bro. Tapi, sayang kalau kamu menghabiskan masa mudamu dengan belajar ilmu filsafat. Karena ilmu filsafat itu berorientasi pada ateis."
"Saya memilih diam, dengan harapan ia tidak melanjutkan pembicaraannya. Karena argumennya sudah masuk kategori logical fallacy. Lalu,Â
saya menjawabnya, bro apa pun jurusan yang kita pilih, itu hanya sebatas pemantik, daya dorong bagi kita untuk berinovasi dan berkreativitas.
Budaya intimidasi antar mahasiswa dalam memilih jurusan kuliah masih relevan sampai kapan pun.Â
Berbeda jurusan kuliah bukan berarti kita berbeda rasa kemanusiaan. Yang terpenting bagi kita adalah saling mendukung. Terutama dalam memilih jurusan kuliah. Karena orientasi ilmu pengetahuan bertujuan pada kesejahteraan, keadilan, kedamaian bagi setiap orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H