Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ilusi Eskatologi (Kehidupan Setelah Kematian)

3 Desember 2020   12:39 Diperbarui: 3 Desember 2020   12:41 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merujuk pada Wikipedia, Eskatologi (berasal dari bahasa Yunani; Eschatos yang berarti "terakhir" dan -logi yang berarti "studi tentang) adalah bagian dari teologi dan filsafat yang berkaitan dengan peristiwa -peristiwa pada masa depan dalam sejarah dunia, atau nasib akhir dari seluruh umat manusia, yang biasanya dirujuk sebagai kiamat (akhir zaman).

Masa lalu kita sudah lalui. Masa sekarang kita jalani. Tapi, masa depan siapa pun tak dapat mengetahuinya dengan pasti. Karena manusia memiliki keterbatasan. Jika seandainya, masa depan diketahui oleh setiap orang, khususnya orang pintar, dukun, paranormal, tentu bangsa Indonesia akan selalu menghindari bencana alam, tsunami, penyakit menular dll. Mustahil bila kemampuan manusia bisa memprediksi masa depannya.

Di sini, penulis meletakkan dasar pada ajaran "Eskatoligi" kehidupan setelah kematian. Memangnya, setiap orang melihat surga! Bila sudah melihatnya, kira-kira desain surga seperti apa? Di mana letaknya? Kapan surga itu ada? Tak menutup kemungkinan bahwa berbicara tentang surga adalah ilusi yang tersembunyi dari jebakan mental, psikologis, tekanan ekonomi, hukum idustri, sosial, budaya yang semakin pincang dewasa ini. Khususnya, yang dialami oleh rakyat Indonesia saat ini.

Di mana ada tekanan hidup, ekonomi, psikologis, di situ surga ada. Hal ini berbanding terbalik, di kala semuanya kembali normal. Hipotesa sementara dari penulis adalah surga diciptakan sebagai obat terlaris bagi mereka yang mengalami masalah.

Bagi penulis, surga adalah saat adanya kedamaian bersama orang lain. Lalu, neraka adalah adanya perpecahan. Mari mencintai hidup damai, harmonis, rukun dalam kehidupan berbangsa. Karena surga sejati dan nyata ada dalam diri pasangan anda, sahabat, relasi, kenalan, orang tua, anak, dan pekerjaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun