Kekacauan, perang saudara, ujaran kebencian, saling tuding-menuding, saling menjelekkan antar sesama bangsa adalah bagian dari politik kekuasaan global. Kita sedang ditertawain oleh musuh kita. Mereka sengaja menciptakan kerusuhan, pertikaian, demo besar-besaran dengan sokongan modal besar mempunyai maksud terselubung untuk segala kekayaan bangsa kita. Ironisnya, tokoh-tokoh panutan negara ikut tergiur dengan rayuan mata uang. Sumber daya manusia yang seharusnya menjadi benteng kekuatan bangsa diserang terlebih dahulu. Karena ketika tokoh intelektual dan pemuka agama dikuasai, maka rencana busuk musuh dari luar mulai beraksi.
Penulis menyaksikan demo, kerusuhan, saling tuding-menuding antar tokoh intelektual dan pemuka agama di ruang publik dengan merasa iba. Karena ilmu yang mereka dapatkan selama puluhan tahun dibangku pendidikan dan pengalaman memberikan ceramah, kursus, seminar ikut terkubur di bawah bayangan uang.
Rakyat menjerit ingin keluar dari situasi dan kondisi (sikon) bangsa saat ini. Karena rakyat sedang merindukan kedamain di negeri Indonesia. Tapi, rasanya mustahil negeri Indonesia akan kembali damai dan harmonis seperti kejayaan zaman kerajaan kuno. Karena tokoh intelektual dan pemuka agama sudah menutup mata batinnya untuk melihat dunia dengan jernih.
Puluhan ceramah di rumah Ibadah, seminar, kursus di mana-mana, tapi jiwanya sudah tak ada lagi di negeri Indonesia. Rakyat yang menderita psikologis ikut terbawa suasana akan ceramah pemuka agama dan tokoh intelektual. Harapannya, rakyat semakin tenang dalam bekerja, bercengkeramah dengan sesama, anak, orang tua, sanak saudara, keluarga dan saudara setanah air. Tapi, kerinduan atau harapan itu hanyalah bersayap. Karena di setiap bidang kehidupan, musuh dari dunia luar sudah menguasainya. Akibatnya, kita semakin terasing dari negara kita. Raga kita memang saat ini berada di negeri Indonesia, tapi  jiwa kita sudah berkeliaran ke sana-kemari, sembari mencari suaka atau oase untuk berlindung. Karena negara kita semakin hancur. Apakah ini bagian dari krisis identitas kepemimpinan diri?
Analogi/metafora musuh sedang menertawakan kita serupa/senada dengan penulis menonton salah satu film action kemarin malam. Di mana, tokoh protagonis dan koleganya diadu-domba oleh salah satu pengusaha terkaya di dunia. Pengusaha ini sengaja menciptakan kerusuhan dengan mengatasnamakan si tokoh protagonis.
Akibatnya, koleganya tak terima. Akhirnya, tokoh protagonis dan koleganya saling bertengkar, menjelekkan dan saling berkelahi dalam membuktikan kebenaran.
Sementara si pengusaha kaya itu duduk tersenyum sembari menyaksikan kebodohan tokoh protagonis dan koleganya dalam pertaruhan yang berakhir dengan tragis, yakni kematian koleganya.
Lalu, apa yang didapatkan dari tokoh protagonis? Yang didaptkan oleh tokoh protagonis adalah penyesalan seumur hidupnya. Karena ia hanya dimanipulasi, diadu-domba atas nama kepentingan terselubung dari pengusahan kaya itu untuk menguasai negaranya.
Mudah-mudahkan kita jangan seperti kisah tragis tokoh protagonis yang menyesal seumur hidupnya.
Mari, kita merawat negeri Indonesia dengan semangat persaudaraan, saling percaya dan jangan saling menjual sesam hanya karena uang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H