"Mengapa kalian sangat menikmat dan terlihat sangat bahagia hari ini ?'
"Ini loh Mas, kita sementara menikmati musik Tik-Tok."
Sembari mereka memperlihatkan saya sebuah video Tik-Tok yang diperagakan oleh sepasang sejoli muda juga.
"Lalu, apakah ada manfaat yang kalian dapatkan dari bermain Tik-Tok, ya?"
"Kami merasa senang, bahagia. Dan inilah salah satu cara kami menikmati keseharian hidup yang penuh dengan banyak masalah, Mas.
Lalu, saya menginterpretasikan fenomena perjumpaan saya dengan mereka dalam menikmati musik Tik-Tok sebagai wahana penyaluran emosi-emosi negatif yang dipenjara dalam keseharian manusia di keluarga, lingkungan kerja dll. Maka, saya mengambil hipotesa sementara bahwa, salah satu obat psikologis manusia saat ini adalah menikmati musik Tik-Tok.Â
Tentu anda pasti berpikir saya sudah gila. Ya, memang saya gila ilmu pengetahuan. Makanya, saya selalu berusaha untuk melihat setiap keadaan di lingkugan sekitar dari sudut pandang Filsafat.
Saya melakukan eksperimen Tik-Tok dari sudut pandang Filsafat. Karena dalam ilmu Filsafat, kita bebas mengungkapkan segala sesuatu yang terlintas dipikiran. Istilah yang lebih keren adalah bebas berpendapat. Sebab Filsafat berangkat dari keseharian hidup manusia. Sama seperti Tik-Tok yang berangkat dari masalah psikologis manusia.
Saya pun menikmati musik Tik-Tok, setelah perjumpaan siang hari di halte Busway Indosiar bersama sepasang sejoli muda. Irama Tik-Tik membawa kebahagiaan dan kenikmatan bagi saya untuk mengusir dingin malam yang sepi ini.
Sekilas potretan Tik-Tok dari sudut Filsafat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H