Aku hanya menemui nihilisme kegelapan. Aku menangis sembari meminta tolong. Tak ada satu pun penduduk Cogito yang mendengar jeritan suaraku. Pantulan suaraku serasa di tahan oleh kakek yang hilang muncul di hadapanku. Layaknya, jaringan yang hilang muncul sewaktu musim hujan.
Aku ditangkap lalu diikat dengan seutas tali. Layaknya kerbau yang selalu diikat dengan tali. Aku dibawa oleh kakek itu ke salah satu lorong yang dipenuhi tulang manusia.Â
Aku yakin itu tulang tengkorak korban pembataian dari zaman dulu. Aku diseret bersama ribuan tulang manusia. Aku jatuh pingsan seharian di dalam penjara. Tapi, anehnya setelah aku siuman tak ada satu pun tulang manusia.Â
Akhirnya, aku sadar bahwa aku sudah didoktrin oleh kebenaran sesat dari penduduk Cogito. Aku dimanfaatkan oleh mereka. Mereka tak mau ada orang yang mau memperjuangkan kebenaran. Karena bagi mereka kebenaran tak menghasilkan pundi-pundi uang. Yang menghasilkan pundi-pundi uang adalah rekayasa dan doktrin ribuan orang untuk mencapai kepentingan mereka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H