Setiap orang punya potensi dalam berkarya. Ada yang berkarya di bidang seni, politik, fotografi, modeling dll. Potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap orang itu berasal dari Sang Pengada. Sang Pengada telah menghadirkan cinta tanpa batas. Sebab cinta itu universal. Akibatnya cinta terkadang menipu dan menusuk kalbuku.
Jauhku berkelana melintasi ribuan samudera. Aku bersua dengan ribuan karakter dalam dunia maya. Ada yang selalu berkamuflase dalam ruang publik. Ada pula yang selalu memancarkan ketulusan. Aku selalu berada di antara pusaran dua kekuatan maha dahsyat tersebut. Antara kamuflase dan ketulusan telah menciptakan dilema dalam diriku.Â
Aku adalah bagian dari ribuan anak desa yang mengejar hujan pelangi di kota metropolitan. Segala keindahan semesta dan kesunyian kampung halamanku telah sirna bersama banalitas keseharian kota metropolitan. Kota metropolitan telah melahirkan sikap individualis dalam diriku. Akibatnya aku semakin terasing di tanah airku.
Malam semakin ditelan oleh gerimis kota metropolitan Jakarta. Aku terpana dan tersihir dengan fenomelogis semesta. Sejauh mata memandang, ada kegelapan yang terbentang di depan mataku. Aku hanya menemui jalan buntu. Layaknya orang yang tak tahu kompas hidupnya. Aku merana, sembari mengais rempah-rempah penyesalan masa laluku yang penuh dengan kedamaian. Seandainya aku adalah pemilik absolut semesta, maka aku akan mengulangi kisah kejayaanku zaman lampau.
Kemarin aku menciptakan kisah, lalu aku memahatnya dalam bentuk kata. Saat ini aku mau menceritakannya kepada gerimis malam kota metropolitan. Namun aku masih takut! Karena aku tak sanggup berakselerasi dengan bayangan penguasa. Mengingat wajahnya aja aku selalu gemetaran, apalagi aku mau menceritakannya kepada gerimis! Tapi,,,,,,,,,,apa aku harus berani mengungkapkan rahasianya kepada gerimis malam? Aku masih takut, jika gerimis menutup pintunya. Layaknya pintu hati penguasa yang selalu tertutup akan kondisiku saat ini.
Oh,,,,,bumiku tolonglah aku! Aku sudah tak berdaya dengan ulah si penguasa. Ia telah menciptakan sensasi dan mempolitisasi keadaan untuk mencari sensasi. Gerimis malam apa kau tak mendengarkan suara hatiku? Ya, sudahlah! Aku juga tak butuh jawabanmu! Pergilah kau dari bayanganku!
Aku tersungkur di bawah gerimis malam, sembari menikmati permainan penguasa dalam mencari sensasi. Aku hanya mengamati, sejauh mana ia membawa kapal yang sudah terombang-ambing di tengah derasnya cibiran angin malam nusantara. Aku selalu berharap kepada gerimis untuk menyampaikan jeritan dan sayatan hatiku kepada si penguasa malam ini.
Sebenarnya kerinduan terdalam hatiku adalah ingin mengembalikan kedamaian bumi nusantara bersama dua buah kursi kosong yang di atas. Karena sedari tadi aku 'bisik (bincang asyik) bersama kursi kosong. Sembari aku menyeduh secangkir teh hangat dalam menggauli gerimis malam kota Jakarta.
Jangan menyerah untuk berimajinasi. Karena melalui imajinasi, kau akan merasakan kemerdekaan lahir dan batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H