Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sayatan Hati Seorang Ayah dalam Mencari Keluarganya

22 Agustus 2020   16:29 Diperbarui: 22 Agustus 2020   16:17 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perpisahan selalu datang tanpa diundang. Kehilangan orangtua semenjak kecil adalah penderitaan terberat dalam kehidupan manusia. Masa kecil yang suram telah dilalui oleh Yosep Tasain. Yosep Tasain berasal dari desa Banain, kecamatan Bikomi Utara, kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.

Salah satu qoutes novel saya,"Manusia hidup dalam dua dimensi, yaitu dimensi terang dan dimensi gelap. Dimensi kelahiran dan dimensi kematian. Manusia tak pernah memilih keluarga, tempat dan negara di mana ia dilahirkan. Yang terpenting bagi manusia adalah menghargai arti dan makna kehidupan."

Tahun 1986 ia kehilangan ibunya saat masih bayi. Senyuman tulus dari ibunya tak bisa ia lihat. Selang empat tahun, ia kehilangan ayah tercintanya. Yosep Tasain tak pernah memilih dari mana ia dilahirkan. Kehilangan orangtua bagaikan kehilangan jati dirinya. Akhirnya, Yosep dan kakak perempuannya diadopsi oleh salah satu kerabatnya.

Perjuangan dalam menaklukkan labirin semesta dimulai saat ia berusia tujuh tahun. Di mana ia bertarung untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya dengan berjualan pisang goreng. Keterbatasan modal tak menjadi penghalang bagi Yosep dan kakaknya yang sudah kehilangan orangtuanya. Tinggal bersama orang lain jauh berbeda perlakuannya. Mereka menderita secara emosional, fisik dan finansial. 

Penderitaan secara emosional, fisik dan finansial mendorong Yosep untuk pindah sekolah ke negeri gersang Timor Leste. Bertepatan dengan pergolakan Timor Leste tahun 1999 ia berhasil menyelesaikan pendidikan dasarnya. Krisis kemanusiaan waktu itu membawa Yosep pulang ke kampung halamannya.

Yosep mencari kemerdekaannya dengan cara merantau ke jantung kota Kupang sekaligus sebagai pusat administrasi provinsi Nusa Tenggara Timur. Yosep bekerja sebagai kuli bangunan di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi selama setahun. Di situlah titik awal ia memilih untuk merantau ke kota pahlawan Surabaya Jawa Timur. Yosep mengambil keputusan untuk merantau ke kota pahlawan Surabaya telah meninggalkan segudang pertanyaan bagi kerabatnya. Berbekal uang lima ratus ribu, ia menjelajahi dunia luar dengan budaya, bahasa, ras yang sangat beragam di kota Surabaya.

2002 ia bekerja di salah satu bengkel sepeda motor dengan upah seratus ribu selama setahun. Jiwa mudanya bergelora untuk mencari tantangan baru di kota Tulungagung. Selama di Tulungagung ia bekerja di salah satu konveksi dengan upah sembilan ribu per hari. Setahun telah berlalu, Yosep akhirnya pindah ke kota Metropolitan Jakarta.

Ribuan anak desa berlomba untuk menikmati hujan kelap-kelip kota metropolitan. Mereka telah melupakan kesunyian kampung halamannya. Yosep bekerja di pakrib levis selama dua tahun. Yosep terus mencari tantangan baru dengan bekerja di perusahaan kecantikkan selama dua tahun. Lalu ia pindah kerja di pabrik sepatu selama empat tahun.

Di saat yang bersamaan, irama cinta mulai membanjiri seantero jiwanya. Layaknya romantisme Romeo dan Juliet dalam karya William Shakespeare. Cinta bersemi selama tiga bulan bersama tambatan hatinya. Mereka tinggal bersama dalam satu bahtera yang dinahkodai oleh Yosep. 

Perpaduan cinta eros, philia dan agape menghasilkan si buah hati yang sangat lucu dan cantik. Sebut saja Jesika. Jesika selalu menggantung indah di angkasa. Yosep dan Maryati hidup bahagia bersama Jesika putri semata wayangnya

Kehidupan keluarga yang dinahkodai oleh Yosep mulai terombang-ambing di tengah derasnya tuntutan biaya hidup kota metropolitan. Masalah komunikasi mulai muncul karena keadaan ekonomi. Masalah rumah tangga Yosep seanter terdengar dari mulut ke mulut. Akibatnya, Yosep menerima teror fisik, emosional dan finansial dari sanak kerabatnya yang tinggal di Jakarta. Satu per satu kerabat dekatnya mulai menebar rumor dan mengasingkan kehidupan Yosep dari dirinya, sesama, lingkungan dan alamnya. Yosep tak bisa menarik kembali bahasa miring yang sudah bertebaran di lingkungan perantaunya.

Pertanyaan memojokkan dari salah satu kerabatnya adalah  berapa tabungan kamu? Yosep hanya terdiam sembari menahan emosinya. Kemanusiaan Yosep sangat dilecehkan oleh kerabatnya.

Tanggal 09 September 2016 adalah hari penderitaan terbesar dalam hidup Yosep. Karena Yosep kehilangan istri dan anak tercintanya. Yosep hanya memeluk romantisme nostalgia bersama kehangatan keluarganya. Yang lebih sadisnya adalah kepergian istri dan anak tercintanya didukung oleh pihak keluarga dari istrinya. Yosep sangat merindukan keluarganya. Apalagi si buah hati Jesika sudah berusia lima tahun.

Selepas kehilangan orang tercintanya, Yosep mengalami penderitaan psikologis yang sangat memenjarakannya. Tiga bulan telah membawa angin segar bagi Yosep. Karena ia bisa menjalin komunikasi bersama istri dan anak tercintanya. Komunikasi pertama dan terakhir dengan keluarganya hingga sekarang.

Sugesti adalah jalan terbaik bagi Yosep dalam menghadapi cobaan hidup ini. Yosep bekerja keras selama setahun untuk kembali mengunjungi makam almarhum orangtuanya. Selain itu, ia ingin membuktikan kepada pihak keluarga istrinya bahwa ia juga mampu bertanggung jawab.

Empat tahun telah berlalu dalam kisah pilu yang dialami oleh Yosep. Kini ia sukses memiliki rumah sendiri di Kapuk Pulo, kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Kesuksesan materi yang sekarang ia peroleh masih terasa kurang. Karena ia sangat merindukan istri dan anaknya. 

Oleh sebab itu, melalui tulisan yang sederhana ini, Yosep meminta tolong kepada segenap kontributor Kompasiana untuk membantu dalam mencari keluarganya yang sampai sekarang belum ditemukan. Semoga kita bisa membantu saudara kita ini. Sebab kemanusiaan itu jauh lebih tinggi dari segalanya.

Catatan: Saya telah mendapat izin dari Narasumber untuk mempublikasikan kisah kehidupannya dalam misi pencarian keluarganya.

                   Nomor Hp: 081311421198

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun