Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjelajahi Dunia Gunung Kawah Ijen

22 Agustus 2020   02:37 Diperbarui: 22 Agustus 2020   14:25 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelajahi dunia adalah impian terbesarku selain menulis. Kolaborasi dari dua entitas menulis dan menjelajahi dunia adalah bagian kesenangan dalam hidupku.

Setahun yang lalu, saya mengejar blue fire/api biru di salah satu tempat wisata yang berada di Banyuwangi Jawa Timur. Di keheningan alam serta kabut malam, saya berjalan menyusuri labirin semesta Gunung Kawah Ijen. Jalanan terjal dan menantang telah saya lewati dalam payung penasaran.

Rasa penasaran akan kehadiran blue fire telah  menerbangkan saya di antara pelangi dan realita.  Antara pelangi dan realita berpadu dalam dentik-dentik nada dari Sang Pengada. Irama Sang Pengada bertautan erat dalam pandangan mataku. Sejauh mata memandang, ada kekuatan maha dahsyat yang tersembul dari alam pegunungan Kawah Ijen. 

Jam tanganku menunjukkan pukul 01.00 WIB. Saya membayar karcis di depan pos Paltuding. Sembari saya membungkus dingin malam dalam suasana penasaran. Pos Paltuding adalah gerbang menuju puncak penasaran Kawah Ijen. 

 Sekadar catatan yang saya dengar dari tour guide adalah "blue fire" hanya ada dua di seantero bumi. Salah satunya ada di negeri  Islandia dan Banyuwangi. Saya bangga akan bumi pertiwi yang kaya akan sumber daya manusia dan alamnya. Gunung Kawah Ijen terakhir meletus tahun 1999. Saya kaget dengan tahun 1999. Karena waktu itu saya masih berusia lima tahun.

Perjalanan menuju puncak memakan waktu dua jam. Saya mulai menjelajahi keindahan alam kosmos gunung Ijen ditemani oleh tour guide yang sudah berpengalaman dalam menelanjangi keindahan gunung Ijen pada malam hari. Sebenarnya ada jasa pengantar menuju puncak, tapi saya tak mau menyewanya. Semangat untuk menelanjangi keperawanan gunung Ijen semakin membara dalam diriku.

Aroma dingin semakin terasa ketika saya sudah berada di tengah pendakian, tepatnya di pos perhentian pada pukul 02.00 WIB. Satu-satunya pos perhentian yang berada di jurang kawah Ijen. Letaknya sangat strategis. Karena selain menyuguhkan pemandangan yang indah pada malam hari, ada aroma kopi yang ditawarkan oleh pemiliknya. Aneka jenis kopi tersedia, tergantung pilihan kita. Salah satu kopi nusantara yang saya cari adalah kopi Manggarai.

"Mas kopi Manggarai ada ngak?"

"Maaf mas kopi Manggarainya sudah ludes terjual." Sembari ia menunjuk salah seorang turis yang sedang menyeduh secangkir kopi untuk menghangatkan aroma dingin malam gunung Ijen. Aku hanya menikmati aromanya. Kopi Manggarai adalah salah satu jenis kopi yang sudah mendunia. Eksistensi kopi Manggarai semakin menyihir dan menembusi gelapnya malam perjalanan menuju puncak gunung Ijen. Tak apalah, intinya saya sudah mendekati puncak.

Rasa lelah, kantuk, capek, jeritan, putus asa, kini sirna bersama aroma kopi luak khas Bali yang ditawarkan oleh pemilik kedai kopi. Sembari menyeduh secangkir kopi di tengah pendakian gunung Ijen, saya berdialog dengan diriku yang lain. Salah satu partner dialog saya adalah tour guide. Ia semakin menghipnotis diriku dengan ilmu ramalan yang membuat saya terkesima. Antara setuju dan tidak setuju dielaborasikan dalam mencari eksistensi dari kehidupan. Ia berpikir karena ia ada.

"Mas bolehkah saya melihat garis tanganmu?" Tanya si tour guide.

"Silakan mas! Sembari saya mengulurkan tanganku."

"Mas di garis tanganmu menunjukkan ketidakpastian akan masa depanmu!"

"Apa benar ya mas?"

"Ya, benar mas. Kamu terbelenggu dengan masalah inferior. Kamu telah dialienasi dari dirimu, sesama dan lingkungmu!"

Saya merasa terbius dengan ramalan dari tour guide misterius yang menemani perjalananku ke puncak Ijen. Saya merasa malu dan minder akan diriku.

Karena apa yang diterawang oleh tour guide adalah benar.

"Mas saya merasa tak enak anda telah menelanjangi keperawanan diriku."

"Santai aja mas. Tapi, ada kekuatan terbesar dalam dirimu."

"Apa kekuatan terbesar dalam diriku mas?"

"Imajinasi!"

"Mengapa harus imajinasi bukan yang lain mas?"

"Karena dalam imajinasi kamu akan menjadi orang hebat dan menginspirasi setiap orang yang berada di dekat kamu. Itu adalah kekuatan kamu dalam menciptakan kehidupan yang jauh lebih baik dari sekarang. Percayalah, dalam imajinasi kamu akan menemukan masa depanmu."

Saya tak bisa berkata-kata. Karena saya merasa keperawanan diriku sudah didengar oleh seantero gunung Ijen.

"Mas, ilmu pengetahuan lahir dari imajinasi! Newton menemukan teori gravitasi dari imajinasi berkat jatuhnya buah apel di kepalanya smentara ia tertidur. Beliau berpikir bagaimana bisa buah apel jatuh ke bawah, bukan ke jatuh ke atas. Dari pengalaman itu, beliau berimajinasi. Akhirnya, ia menemukan teori gravitasi yang mengubah wajah dunia saat ini."

Pengalaman menyeduh secangkir kopi dalam terang dialog telah menambah motivasi diriku untuk terus mencari dan melangkah dalam menaklukkan labirin semesta.

Selepas percakapan singkat di tengah kesunyian kelap malam, kami melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Ijen. Saya semakin bergairah mengayunkan langkah kakiku. Bagaikan seorang seorang musafir yang menjelajahi samudera kehidupan. Sembari tur guide memberikan ultimatum kepada saya untuk mengantisipasi jatuhnya batu dari jalanan terjal menuju puncak Ijen.

Pukul 04.00 WIB, kami dan rombongan seluruh wisatwan dari seluruh dunia melepas imajinasi di atas puncak gunung Ijen. Bau belerang semakin menyengat. Sembari diiringi bau kaos kaki dan nafas terbata-bata para penambang belerang yang naik dan turun dengan bakul belerang mereka. Rasa lelah dan kantuk kini diganti dengan rasa penasaran akan terbitnya blue fire di dasar Kawah Ijen. Saya semakin penasaran layaknya rasa penasaran para filsuf dalam mencari kebenaran.

"Apakah ada persediaan masker dan senter? Tanya tur giude.

"Tidak ada mas!"

"Silakan menyewa masker oksigen dan senter dari tour guide lainnya."

Setelah menyiapkan perlengkapan demikian, saya berbaur dengan para wisatwan mancanegara berlomba menuruni jalanan terjal menuju dasar gunung Ijen. Rasa takut dikalahkan dengan rasa penasaran. Lampu senter semakin meredup karena baterainya hampir habis. Adrenalin saya ditantang untuk menuju dasar gunung Ijen yang dipenuhi oleh batu besar dan jalan setapak yang dipadati oleh banjir manusia.

Saya kecewa dengan realita. Sebab blue fire tak bersahabat dengan diriku dan yang lainnya. Akibatnya saya hanya menikmati bau belerang yang amat menyengat menembusi telapak tangan para pencuci gudang rakyat yang selalu menghiasi ruang publik. Tak masalah, yang terpentin rasa penasaran diriku sudah terbayar dengan kehadiran saya di dasar gunung Ijen. Saya bangga dengan diriku. Karena saya berhasil menaklukan rasa takut dan cemas dalam menembusi gelap malam alam kosmos gunung Ijen.

2.386 mdpl gunung Ijen telah saya taklukkan. Kisah perjalanan saya tak semenarik dan seromantis kisah perjalanan lima sahabat dalam novel 5 CM karya Donny Dhirgantoro. Akan tetapi, nilai filosofi alam semesta gunung Ijen telah menjadikan diriku sebagai pribadi yang selalu haus dan lapar akan keindahan.

Setelah berwisata dengan blue fire dan bau belerang di dasar gunung Ijen, saya menikmati sunrise di puncak kenikmatan gunung Ijen di pagi hari.Bias sinar mentari pagi telah menghilangkan sekat sosial, budaya dalam kehidupan manusia. 

Sumber: Dok Pri
Sumber: Dok Pri

Puncak gunung Ijen tak ada xenofobia dan skeptis akan budaya lain. Puncak gunung Ijen telah menyatukan segala perbedaan. Manusia adalah pusat alam semesta. Kemanusiaan sangat dihormati di atas puncak gunung Ijen. Gunung Ijen telah menyatukan semua golongan manusia.

Sumber: Dok Pri
Sumber: Dok Pri
Gunung Ijen telah menyetarakan martabat manusia dalam pandangan agama Kristen dan manusia berevolusi dalam pandangan biologis. Elaborasi antara kesetaraan dan evolusi manusia bersama cakrawala di puncak gunung Ijen. Saya tak melewatkan sunrise cepat berlalu. Saya mengabadikan momen langkah itu dengan swafoto. Saya mencari angle untuk meneropongi siklus semesta dalam bayangan mentari pagi.

Sumber:Dok Pri
Sumber:Dok Pri

Sinar mentari, bau belerang, embun dan awan telah mengusir saya untuk kembali mendarat. Bersama wisatawan mancanegara, kami melebur menjadi satu kawanan dalam menuruni gunung Ijen. Sinar mentari semakin menembusi dedaunan pohon raksasa disepanjang jalan. Saya terpana dengan negeri awan yang meliputi sebagaian alam Ijen. Jika seandainya saya mempunyai kekuatan supnatural, makan saya mau menyejarah bersama awan.

Sumber: Dok Pri
Sumber: Dok Pri

Sepenggalan kisahku dalam menjelajahi dunia telah berakhir di batas kota ini. Kemarin saya menciptakan sejarah, hari ini saya menuliskannya, esok akan menjadi kenangan untuk dunia dan sejarah keabadian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun