Namun di Indonesia dengan budaya timur yang kental justru menyebabkan para korban enggan melapor kepada pihak berwajib dan membuat banyak korban-korban pelecehan seksual hanya diam karena mereka takut menyebabkan AIB keluarga. Tidak sedikit pula para korban bingung saat ingin melaporkan tindak pelecehan seksual karena tidak adanya bukti yang cukup. Dalam hukum pidana pembuktian di atur dalam Pasal 184 UU no. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) menggunakan lima macam alat bukti , yaitu ;
- Keterangan Saksi
- Keterangan Ahli
- Surat
- Petunjuk
- Keterangan Terdakwa
Sehingga korban pelecehan seksual dapat melaporkan kepada pihak berwajib dengan membawa bukti bukti tersebut. Dalam Kasus pemerkosaan biasanya menggunakan salah satu alat buktinya berupa Visum et Repertum dimana dalam kamus hukum karya JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasteyo , Visum et reperfum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu. Misalnya terhadap zenazah dan lain-lain.
Menimbang pada definisi macam-macam alat bukti yang dapat di gunakan , maka visum et reperfum dapat digunakan menjadi salah satu alat bukti untuk menjadi bahan rujukan pada proses pengadilan. Apabila Visum tidak menunjukan adanya kekerasan , maka sebaiknya dicari alat bukti lainnya yang bisa membuktikan tindak pidana tersebut dan pada akhirnya Hakim yang akan memutuskan terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan.
Pada akhirnya para korban tindak pelecehan seksual janganlah ragu untuk melaporkan segala bentuk pelanggaran , dan bila korban merasa takut karena melihat kasus yang menimpa Ibu Baiq Nuril para korban dapat mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan LBH yang terpercaya atau kepada ahli hali hukum di bidangnya.
Tulisan ini Saya buat untuk mereka khususnya kaum perempuan untuk lebih berani melaporkan apabila mereka mendapati tindakan pelecehan sexual. Tidak akan adanya perubahan pada hukum tindakan kekerasan dan pelecehan sexual apabIla semua korban hanya diam karena malu dan menganggapnya sebuah AIB.
 “ THE EMOTIONAL , SEXUAL AND PSYCHOLOGICAL STEREOTYPING OF FEMALE BEGINS WHEN THE DOCTOR SAYS, IT’S A GIRL “ ( Shirley Chisholm )
Referensi ;
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Psal. Politeia: Bogor.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H