Mohon tunggu...
Fredy Mukti
Fredy Mukti Mohon Tunggu... Operator - Pekerja Lepas

Pekerja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Sosial dan Narasi Kedaulatan Dalam Menggalang Dukungan Rakyat Menghadapi Ancaman di Natuna

1 Juni 2024   00:05 Diperbarui: 1 Juni 2024   00:34 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Natuna via Setkab.go.id

Media juga dapat berperan sebagai wadah bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi dan keprihatinan mereka terkait isu Laut China Selatan, serta mendorong partisipasi aktif dalam upaya-upaya menjaga kedaulatan, seperti pengawasan partisipatif terhadap aktivitas ilegal di wilayah perairan, advokasi kebijakan yang pro-kedaulatan, dan pengembangan ekonomi maritim yang berkelanjutan. Dengan demikian, media tidak hanya menjadi mata dan telinga publik, tetapi juga menjadi katalisator bagi gerakan masyarakat dalam menjaga kedaulatan di Laut China Selatan.

Media memiliki peran krusial dalam meningkatkan kesadaran publik tentang kedaulatan nasional Indonesia, terutama di wilayah yang rentan seperti Laut China Selatan. Melalui berbagai inisiatif kreatif, media dapat menjembatani kesenjangan pengetahuan antara masyarakat dan isu-isu kedaulatan yang kompleks. Misalnya, liputan mendalam tentang kehidupan masyarakat di Natuna dapat menyoroti perjuangan mereka dalam menjaga wilayah perbatasan, sekaligus menggugah empati dan solidaritas nasional. Program dialog interaktif dengan para ahli hukum laut, diplomat, dan akademisi dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang sengketa Laut China Selatan dan implikasinya bagi Indonesia, mendorong masyarakat untuk berpikir kritis dan terlibat dalam diskusi publik.

Kampanye media sosial yang kreatif, seperti tagar #JagaLautKita, dapat menjadi wadah ekspresi bagi masyarakat untuk menunjukkan kecintaan mereka terhadap laut Indonesia dan kepedulian terhadap kedaulatan nasional. Media tidak hanya berperan sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai katalisator bagi gerakan sosial yang memperkuat kesadaran dan partisipasi publik dalam menjaga kedaulatan nasional.

Dalam menjaga kedaulatan nasional Indonesia di Laut China Selatan, konsep "jurnalisme kedaulatan" menjadi semakin relevan. Jurnalisme kedaulatan tidak hanya sekadar melaporkan peristiwa yang terjadi, melainkan menggali lebih dalam akar permasalahan, menganalisis dampaknya terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa, dan menawarkan solusi yang konstruktif. Jurnalisme kedaulatan menempatkan kedaulatan nasional sebagai fokus utama, menyoroti bagaimana setiap peristiwa dan kebijakan berdampak pada integritas wilayah, keamanan nasional, dan kesejahteraan masyarakat.

Peran jurnalis tidak hanya menjadi pencatat peristiwa, tetapi juga menjadi analis yang kritis dan agen perubahan yang proaktif. Dalam kasus Laut China Selatan, jurnalisme kedaulatan dapat mengungkap kompleksitas sengketa, dampaknya terhadap nelayan lokal, implikasi ekonomi dan geopolitik, serta alternatif solusi yang dapat diambil oleh pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, jurnalisme kedaulatan dapat menjadi instrumen penting dalam memperkuat kesadaran publik, mendorong dialog yang konstruktif, dan memobilisasi dukungan bagi upaya menjaga kedaulatan nasional di Laut China Selatan.

Kedaulatan Digital: Tantangan dan Peluang Baru

Era digital telah mengubah lanskap media secara fundamental, menghadirkan tantangan baru dalam menjaga kedaulatan nasional Indonesia di Laut China Selatan. Kecepatan dan jangkauan penyebaran informasi melalui platform digital memungkinkan berita dan narasi tentang sengketa Laut China Selatan menyebar dengan cepat, baik yang akurat maupun yang menyesatkan. Disinformasi, propaganda, dan hoaks dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengaburkan fakta, memanipulasi opini publik, dan bahkan memicu konflik.

Tantangan lainnya adalah meningkatnya polarisasi dan fragmentasi opini publik di media sosial, yang dapat mempersulit upaya membangun konsensus nasional dalam menghadapi isu kedaulatan. Oleh karena itu, penting bagi media untuk beradaptasi dengan lanskap digital ini, meningkatkan literasi digital masyarakat, dan memperkuat mekanisme verifikasi informasi untuk memastikan bahwa narasi tentang kedaulatan nasional tetap terjaga dari manipulasi dan disinformasi.

Media sosial, dengan sifatnya yang demokratis dan partisipatif, telah membuka ruang bagi suara-suara marginal yang sebelumnya terpinggirkan dalam wacana publik tentang kedaulatan nasional. Nelayan tradisional, aktivis lingkungan, dan komunitas lokal di wilayah perbatasan kini dapat menyuarakan keprihatinan mereka tentang dampak sengketa Laut China Selatan terhadap kehidupan dan mata pencaharian mereka.

Namun, media sosial juga rentan terhadap manipulasi dan propaganda. Akun-akun anonim, bot, dan jaringan penyebar hoaks dapat dengan mudah memanfaatkan platform ini untuk menyebarkan disinformasi, memicu sentimen negatif, dan memecah belah opini publik.

Sangat penting bagi masyarakat untuk mengembangkan literasi digital yang kuat, mampu membedakan informasi yang valid dari propaganda, serta bersikap kritis terhadap narasi-narasi yang beredar di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun