Mohon tunggu...
Fredy Mukti
Fredy Mukti Mohon Tunggu... Operator - Pekerja Lepas

Pekerja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Media Sosial dan Narasi Kedaulatan Dalam Menggalang Dukungan Rakyat Menghadapi Ancaman di Natuna

1 Juni 2024   00:05 Diperbarui: 1 Juni 2024   00:34 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Natuna via Setkab.go.id

Setiap unggahan, setiap berita, setiap perdebatan yang terjadi di ranah digital, memiliki potensi untuk mempengaruhi cara masyarakat memandang isu-isu kedaulatan, membentuk persepsi mereka tentang siapa kawan dan siapa lawan, serta menentukan sikap mereka terhadap berbagai kebijakan pemerintah.

Pemberitaan media tentang sengketa Laut China Selatan telah menjadi medan pertempuran opini publik. Di satu sisi, liputan intensif tentang klaim sepihak Tiongkok dan pelanggaran wilayah oleh kapal-kapal asing telah membakar semangat nasionalisme. Masyarakat Indonesia, yang disajikan dengan gambar-gambar provokatif dan narasi heroik tentang perjuangan nelayan dan TNI AL, merasa terpanggil untuk membela kedaulatan negaranya.

Namun di sisi lain, pemberitaan yang sama juga memicu kecemasan dan ketakutan. Berita tentang kekuatan militer Tiongkok yang superior, potensi konflik bersenjata, dan dampak ekonomi dari sengketa ini, telah menimbulkan kekhawatiran akan masa depan bangsa. Di tengah gejolak ini, media memiliki tanggung jawab besar untuk menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan tidak memicu kepanikan yang berlebihan.

Ketika Informasi Menjadi Senjata: Akurasi dan Objektivitas sebagai Benteng Kedaulatan

Di tengah badai disinformasi yang menerjang era digital, akurasi dan objektivitas dalam pemberitaan tentang isu kedaulatan menjadi lebih krusial dari sebelumnya. Setiap berita yang tidak akurat, setiap informasi yang dipelintir, setiap fakta yang disembunyikan, dapat menjadi senjata yang mematikan bagi kedaulatan bangsa. Hoaks dan propaganda dapat dengan mudah menyebar dan memicu konflik, merusak kepercayaan publik, dan melemahkan persatuan nasional.

Media harus menjadi benteng kebenaran, menyaring informasi dengan cermat, memverifikasi fakta dengan teliti, dan menyajikan berita dengan jujur dan berimbang. Hanya dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalisme yang bertanggung jawab, media dapat berperan sebagai penjaga kedaulatan di era digital yang penuh tantangan ini.

Sebuah studi terbaru dari UPN Veteran Yogyakarta mengungkapkan betapa berbahayanya disinformasi terhadap persepsi publik tentang kedaulatan. Penelitian ini menemukan bahwa berita palsu yang disebarluaskan melalui media sosial dapat memicu berbagai reaksi emosional yang ekstrem. Di satu sisi, hoaks yang menyudutkan negara lain atau mengklaim ancaman terhadap kedaulatan dapat membakar sentimen nasionalisme yang sempit, mendorong masyarakat untuk bersikap agresif dan tidak toleran terhadap perbedaan.

Namun di sisi lain, berita palsu yang melebih-lebihkan kekuatan lawan atau mengecilkan kemampuan negara sendiri dapat menimbulkan sikap apatis dan pesimisme, membuat masyarakat merasa tak berdaya dan kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah. Temuan ini menegaskan betapa pentingnya peran media dalam memerangi disinformasi dan menyajikan informasi yang akurat dan berimbang tentang isu-isu kedaulatan.

Dalam menjaga kedaulatan di Laut China Selatan, media dapat meningkatkan akurasi dan objektivitas pemberitaan dengan menjalin kolaborasi strategis bersama lembaga riset independen. Kolaborasi ini memungkinkan media mendapatkan data dan analisis mendalam terkait klaim historis, hukum internasional, dan dinamika geopolitik di kawasan tersebut. Selain itu, verifikasi fakta yang ketat harus menjadi standar operasional setiap jurnalis. Setiap informasi, terutama yang berasal dari sumber anonim atau media sosial, harus diverifikasi kebenarannya sebelum dipublikasikan.

Penggunaan bahasa yang inklusif juga penting untuk menghindari bias dan diskriminasi terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa. Dengan demikian, media dapat menghadirkan informasi yang akurat, berimbang, dan tidak memicu sentimen negatif yang dapat merugikan kepentingan nasional.

Peran media dalam menjaga kedaulatan di Laut China Selatan tidak dapat direduksi menjadi sekadar penyampai berita. Media memiliki tanggung jawab yang lebih besar, yakni sebagai agen edukasi dan pemberdayaan masyarakat. Melalui pemberitaan yang mendalam dan berimbang, media dapat meningkatkan literasi publik tentang isu-isu maritim, sejarah klaim wilayah, hukum laut internasional, serta dinamika geopolitik di kawasan tersebut. Edukasi ini penting untuk menumbuhkan kesadaran kritis masyarakat akan hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara dalam menjaga kedaulatan wilayah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun