Mohon tunggu...
Fredric Chia
Fredric Chia Mohon Tunggu... Editor - Fredric Chia adalah praktisi Feng Shui, pembaca tarot, dan penulis budaya Tionghoa yang tinggal di Kalimantan. Dia melayani konsultasi Feng Shui dan Tarot online untuk orang yang penasaran secara spiritual. Sejak diluncurkan pada tahun 2016, Fredric telah membantu ratusan wanita dalam mengatasi ketakutan mereka dalam mengikuti impian mereka melalui konsultasi spiritual, berkat, dan layanan curhat.

Halo, saya Fredric! Saya seorang Praktisi Feng Shui, Tarot Reader, dan Chinese Cultural Writer yang saat ini menjelajahi dunia untuk menyebarkan kasih dan kebenaran! Saya menemukan apa yang telah saya lewatkan dalam hidup, apa yang bisa saya lakukan lebih baik, dan saya Senang berbagi rahasia saya dengan Anda.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Resensi Buku "Becoming", Pelajaran Michelle Obama Tetap Dalam Naskahnya

12 April 2021   14:22 Diperbarui: 12 April 2021   14:32 2455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cover Ebook 'Becoming' | Foto : Dok. Pribadi

Becoming oleh Michelle Obama, diterbitkan oleh Crown Publisher pada tanggal 13 November 2018 lalu. Buku yang bergenre memoar ini terdiri dari 448 halaman. Semenjak penerbitannya hingga sekarang, buku ini menjadi salah satu buku terlaris di pasaran. Banyak pihak yang memberi respon positif pada buku ini.

Michelle Obama menceritakan kisahnya dimulai dari masa kecilnya, hingga menjadi African -- American First Lady pertama Amerika Serikat. Selama masa pemerintahan suaminya, Ia menjadi seseorang yang populer yang kepopulerannya menyamai suaminya. Michelle Obama dikenal sebagai salah satu wanita paling ikonik dan menawan di era kepemimpinan Barack Obama hingga sekarang.

Saat Barack menjabat, Dia mendukung dan membantu di Gedung Putih (white house) dengan cara paling ramah dan inklusif dalam sejarah, Sementara juga menunjukkan dirinya sebagai advokat yang kuat untuk hak-hak perempuan dan anak perempuan tidak hanya di Amerika Serikat tetapi di seluruh dunia juga. Dalam memoarnya, Becoming, dia mengundang pembaca ke dalam dunianya yang penuh dengan refleksi mendalam dan pengalaman yang telah membentuknya menjadi wanita seperti sekarang. Ini adalah perwujudan seorang wanita yang jiwa dan substansi terus memperjuangkan harapan.

Dia banyak bercerita tentang dirinya, keluarganya, dan kecintaannya terhadap Amerika Serikat, hingga harapannya untuk masa depan. Bahkan Ia juga menceritakan tentang kejadian yang bersifat pribadi, dimana Ia pernah keguguran, kemudian menggunakan cara bayi tabung untuk mendapatkan kedua putrinya. Bahkan rasa ketidakberdayaannya ketika suaminya berkeinginan untuk menjadi kandidat presiden juga dipaparkan disini.

img-0516-jpg-6073d96f8ede4861b04b6882.jpg
img-0516-jpg-6073d96f8ede4861b04b6882.jpg

Foto : Dok. Pribadi

Pada mulanya, Michelle Obama dikenal di Chicago bagian selatan sebagai Michelle Robinson. Dia dibesarkan di sebuah rumah bungalow yang terbuat dari batu bata milik Robbie, bibi ibunya. Ketika tumbuh dewasa, ia melihat status Amerika Serikat yang kacau pada akhir 1960 di mana Kennedys meninggal dan Martin Luther King Jr dibunuh. Pemisahan rasial dan kesenjangan antara pusat kota Chicago dan wilayah bagian selatannya.

Di sisi lain, Michelle tetap positif dan terus mengejar hasratnya untuk belajar, piano, musik jazz, dan Stevie Wonder jauh sebelum dia bertemu Barack. Dia bahkan mulai belajar piano pada usia 4 tahun di pelajaran piano Robbie. Dia mengatakan bahwa dia belum pernah melihat piano yang sempurna dalam hidupnya selain kamar kecil Robbie yang jongkok. Resital Robbie di Roosevelt University di pusat kota Chicago membuatnya menyadari betapa banyak perbedaan yang ada di dunia. Ini mengajarkan kita untuk proaktif belajar dan mendapatkan pendidikan yang baik terlepas dari seberapa baik atau buruknya hal-hal di sekitar kita. Michelle terus mendapatkan pendidikan dengan bimbingan ibunya.

Ibu Michelle membantu dorogan dan membantunya unggul. Ibunya digambarkan tangguh dan memiliki harapan yang sangat tinggi untuk anak-anaknya. Di sisi lain, ayahnya didiagnosis menderita multiple sclerosis membuat tubuhnya perlahan memburuk. Dan beberapa kali di mana dia dan keluarganya datang mengunjungi beberapa teman keluarga di lingkungan yang didominasi kulit putih, mereka selalu kembali ke mobil mereka dan menemukan bahwa seseorang telah membuat luka yang dalam ke dalamnya.

Terlepas dari semua ini, Michelle tidak membiarkan tantangan ini menghambat jalannya. Dia bekerja keras di sekolah dan masuk ke Princeton. Bahkan jika konselor perguruan tinggi meragukannya tapi dia tidak membiarkan ini mengecewakannya. Pelajaran lain yang dapat dipetik dari Michelle:

"Jangan biarkan pendapat oranglain  tentang Anda untuk mencegah, cobalah untuk melakukan kebesaran dan Anda akhirnya akan menemukan orang-orang yang percaya dengan Anda".

Secara tidak langsung, Michelle mengatakan untuk tidak membiarkan keadaan menghentikan langkah kita. Ketika Ia bersekolah, Ia pergi ke sekolah seperti biasanya, namun orang tuanya selalu mendukungnya untuk selalu mendapatkan kesempatan terbaik yang dapat mendorongnya untuk maju. Setelah mengunjungi kakaknya yang telah berkuliah di Universitas Princeton, dia memutuskan untuk berkuliah di sana juga. Namun, konselor Universitas mengatakan bahwa Michelle tidak cocok untuk berkuliah di sana, sebab pada masa itu mahasiswanya didominasi oleh pria berkulit putih. komentar tersebut tidak mengecilkaan hati Michelle, bahkan dia berusaha keras untuk masuk di sana. Benar saja 6 hinggal 7 bulan kemudian, Michelle mendapatkan informasi bahwasanya Ia diterima di Universitas Princeton.

Dia lulus sebagai magna cum laude (lulus dengan predikat pujian) dengan gelar di bidang sosiologi. Pendidikannya tidak hanya berakhir di sana, dia melanjutkan pendidikannya ke Harvard Law School, dia yakin itu akan memberinya kepastian pada masa depannya. Setelah sekolah hukum, dia pindah kembali ke Chicago dan bekerja untuk sebuah perusahaan bernama Sidney and Austin. Setelah setahun bekerja di perusahaan tersebut, dia pun setuju untuk menjadi mentor di musim panas. Dan di sana dia bertemu cinta dalam hidupnya, Barack Obama.

Sementara itu Barack memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai Anggota Senat AS dan juga dipilih oleh calon presiden John Kerry sebagai pembicara utama untuk Konvensi Nasional Demokrat tahun 2004 ini membuatnya memenangkan perlombaan senatnya dengan 70% suara karena ia menjadi sensasi instan untuk pidatonya selama 17 menit yang menunjukkan bagaimana dia adalah perwujudan impian Amerika, menyerukan harapan, kemajuan, dan persatuan.

Setelah dua tahun di Senat, Barack mempertimbangkan untuk mencalonkan diri sebagai Presiden. Meskipun Michelle ragu-ragu pada awalnya karena dia sudah bisa melihat identitasnya sendiri tergelincir tetapi dia akhirnya setuju untuk mengetahui bahwa itu dapat membantu banyak orang. Selama kampanye, mereka menghadapi banyak rasisme dan diskriminasi. Michelle di sisi lain menghadapi banyak seksisme, beberapa orang berpikir bahwa dia "emasculating" Barack dengan menjadi wanita yang kuat. Saat berkampanye berat di Iowa, indeks massa tubuh Malia tidak baik menurut dokter anaknya.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi

Dan saat Barack Obama mengatakan keinginannya untuk menjadi kandidat Presiden AS, Ia pun dihadapi keraguan. Keraguan ini bukanlah tentang kemampuan Barack, karena Ia sangat yakin Barack dapat mengubah negaranya menjadi lebih baik. Dia menyangka bahwa Amerika tidak akan pernah memilih Presiden yang berkulit hitam. Saat itu Michelle merasakan perasaan yang campur aduk, di satu sisi dia sangat mendukung suaminya dalam berkampanye, tapi di sisi yang lain dia tidak yakin suaminya dapat menang. Namun, tidak disangka suaminya terpilih menjadi Presiden Amerika ke – 44.

Berbicara tentang pernikahan Barack dan Michelle, Michelle menyebut pernikahannya dengan Barack sebagai sebuah partnership yang setara, dimana mereka saling mendukung satu sama lain untuk menjadi versi terbaik dari dirinya. Mereka berpendapat bahwasanya pernikahan adalah penyatuan dua orang yang saling mencintai dan mampu berambisi untuk mewujudkan mimpi mereka masing – masing.

Ketika Michelle dan Barack bertunangan, Michelle tidak puas dengan pekerjaannya sebagai Corporate Lawyer, kemudian Ia mendapat kesempatan untuk menjadi asisten Walikota Chicago. Tentu saja Michelle sangat senang, namun Ia harus menerima konsekuensi dengan digaji lebih kecil daripada pekerjaannya sebagai Corporate Lawyer. Awalnya Michelle bingung, namun Barack mendukungnya untuk mengambil kesempatan itu. Barack tidak pernah meragukan kemampuan dan intuisi Michelle. Dan ketika barack berkeinginan menjadi Presiden Amerika Serikat, giliran Michelle yang mendukung suaminya.

Secara keseluruhan memoar ini sangat menarik untuk dikulik lebih dalam. Michelle menuliskan buku ini dengan bahasa ringan yang mudah dipahami. Buku ini lebih cocok untuk dikategorikan sebagai buku bergenre pengembangan diri (Self Improvement). Bagaimana pun, sebuah kisah dapat dijadikan sebagai pembelajaran.

Penulis : Latifa Fahrun | Editor : Fredric Chia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun