Mohon tunggu...
Fredi Yusuf
Fredi Yusuf Mohon Tunggu... Insinyur - ide itu sering kali datang tiba-tiba dan tanpa diduga

selalu bingung kalo ditanya, "aslinya orang mana?".

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Konflik Kepentingan Hubungan Keluarga dalam Dunia Sepak Bola

7 Juni 2024   17:22 Diperbarui: 7 Juni 2024   21:28 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah sepekan berlalu, euporia kebahagian atas raihan Persib Bandung menjuari BRI Liga 1 2023-2024 masih terasa. Mulai dari serba-serbi berbagai perayaan kemenangan, update status dan komen para bobotoh, hingga berbagai cerita tentang Sejarah dan perjuangan Persib Bandung, senantiasa menghiasi wall medsos saya beberapa hari belakangan ini.

Namun dari semua hal tentang Persib yang berseliweran di wall medsos tersebut, saya tertarik dengan beberapa ungkapan 'emosional' seorang Bejo Sugiantoro. Legenda Timnas Indonesia dan Persebaya tersebut, terlihat sangat bangga dengan putranya Rahmat Irianto, yang berhasil menyamai rekor dirinya menjadi juara Liga Indonesia. Bejo Sugiantoro pernah memenangkan dua gelar Liga Indonesia Bersama Persebaya pada musim 1997 dan 2004, dan kini Rian sapaan Rahmat Irianto berhasil meraih gelat Liga Indonesia Bersama Persib.

Tak hanya itu, raihan yang dicapai Rian seperti menjadi bukti bagi ayah dan anak tersebut, tentang profesionalisme dan kecintaannya terhadap sepakbola. Saat bermain untuk Persebaya, sepertinya ada sekelompok orang yang menganggap Rian sebagai pemain titipan yang mendapat privilege, dari ayahnya yang seorang legenda sekaligus Staf Pelatih Persebaya saat itu.

Coach Bejo mengenang kembali saat Rian 'diusir' oleh penggemar Persebaya karena dianggap KKN ketika dirinya menjadi staf pelatih di Persebaya. "Di tempat lahirmu dan tim impian masa kecilmu ingin berbuat baik, serta mengukir prestasi tapi dibunuh karakter sebagai pemain titipan dan pemain bisa apa tanpa adanya ayah," kata Bejo.

"Alhamdulillah akhirnya pembuktian, ini berkat campur tangan Allah SWT," kata Bejo dikutip dari akun Instagram pribadinya, Minggu (2/6/2024).

Sepertinya, apa yang terjadi dengan Bejo dan Rian kala itu, menjadi motivasi tersendiri bagi mereka. Sebagai pemain profesional, Rian tentunya tak mau hanya sekadar berada dibawah bayang-bayang sang ayah. Setidaknya ia berkeinginan memiliki prestasi yang setara, atau bila perlu jauh lebih tinggi dari sang ayah. Dukungan Coach Bejo pun luar biasa, mulai dari final leg pertama di Bandung hingga leg kedua di Madura, ia dan keluarga selalu hadir lengkap dengan jersey biru kebanggan Persib.

Hingga pada akhirnya, jiwa 'hijau' Rian, yang lahir dan besar di Persebaya, ternyata justru memberikan kontribusi terbaiknya untuk tim biru Persib Bandung. Sekalipun lahir dan besar di Surabaya, darah 'biru' Rian sejatinya juga mengalir dari sosok ibunya yang berasal dari Kabupaten Kuningan.

Jika kita menilik ke sepakbola yang lebih mendunia, kita mengenal ayah-anak Cesare Maldini dan Paolo Maldini. Saat menjadi pemain, Cesare Maldini dikenal sebagai bek tengah dan libero AC Milan yang memenangi 4 gelar Seri A dan 1 gelar liga Champion UEFA. Ia juga bermain untuk Timnas Italia yang tampil dalam 14 pertandingan dan berpartisipasi pada Piala Dunia 1962. Sebagai pelatih, ia memiliki karier yang sukses saat melatih Timnas Italia U-21, dan memenangkan Kejuaraan U-21 Eropa tiga kali berturut-turut (1992, 1994, dan 1996), serta membawa Timnas senior ke Piala Dunia 1998.

Seperti buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya, prestasi Paolo Madini tak kalah mentereng dari sang ayah. Bermain sebagai bek kiri dan bek tengah, ia menghabiskan seluruh kariernya di Serie A selama 25 tahun bersama AC Milan, club yang sama dengan sang Ayah. Bersama AC Milan, ia memenangi 25 piala antara lain: liga Liga Champion UEFA sebanyak 5 kali, Serie A sebanyak 7 kali, Piala Italia 1 kali, Piala Super Italia 5 kali, Piala Super UEFA 4 kali, Piala Interkontinental 2 kali dan 1 Piala Dunia Natar klub FIFA. Maldini bermain selama 14 tahun untuk Timnas Italia, dengan 7 gol dan 126 caps, dan mengambil bagian dalam empat Piala Dunia FIFA dan tiga Kejuaraan Eropa UEFA. Ia mencapai final Piala Dunia 1994 dan Euro 2000, serta semifinal Piala Dunia 1990 dan Euro 1998. Ia pun selalu terpilih menjadi tim all-star untuk setiap turnamen ini, selain Euro 1996.

Paolo Maldini pernah dilatih sang ayah di Timnas U-21 dan Tim Senior, ia bahkan memegang ban kapten di tim tersebut. Tak ada yang iri maupun dengki, akan keberadaan ayah-anak ini dalam satu tim. Sebaliknya jika Cesare tak memanggil Paolo dalam tim ini, karena atau ada aturan pelarangan hubungan keluarga dalam satu tim. Percayalah, keputusan Cesare atau aturan tersebut bisa jadi akan dikatakan sebagai 'kegoblokan unfaedah'. Bagaimanapun, Paolo Maldini adalah salah satu bek terbaik dunia saat itu. Jadi, ketika dia bisa bermain secara profesional dan memberikan kontribusi terbaiknya, apa yang salah dengan hubungan keluarga dengan ayahnya menjadi pelatih.

Selain hubungan ayah-anak, kita juga mengenal beberapa pesepakbola yang memiliki hubungan kakak-adik dan memiliki prestasi yang gemilang. Di Timnas Indonesia baru-baru ini misalnya, Coach Shin Tae-yong memanggil dua saudara kembar Yacob dan Yance Sayuri. Saya penasaran apakah dua saudara kembar ini akan bermain sama baiknya, seperti saat keduanya membawa PSM Makasar menjadi juara Liga Indonesia tahun 2023. Sayangnya, Yance harus dicoret dari Timnas karena cidera saat latihan.

Sebelumnya, kita juga mengenal dua saudara kembar Bagus Kahfi dan Bagas Kahfa. Keduanya pernah memperkuat Timnas U-19 dibawah asuhan Coach Indra Syafri, dan berhasil membawa Indonesia menjuarai AFF U-16 dan AFF U-19.

Jika kita melihat pesepakbola dunia yang memiliki hubungan kakak-adik dan bermain dalam satu tim, kita pernah mengenal Filippo dan Simone Inzaghi yang pernah bermain untuk Timnas Italia. Jauh sebelum itu, ada duo Bobby Charlton dan Jack Charlton sebagai pesepakbola bersaudara terbaik, yang berhasil membantu Timnas Inggris untuk menjuarai Piala Dunia 1966.

Bila anda penggemar Liga Inggris, anda pasti mengenal kakak-adik Kolo Toure dan Yaya Toure yang bekerja sama membawa Manchester City menjuarai Premier League 2011/12. Kekompakan mereka juga terlihat di Timnas Pantai Gading, di mana keduanya berhasil membantu tim tersebut memenangkan Piala Afrika pada 2015 silam.

Bagi fans Manchester United, anda pasti sangat mengenal duo Neville. Gary Neville dan Phil Neville mungkin merupakan saudara kandung paling sukses di kompetisi Liga Inggris. Mereka berdua merupakan bagian dari Class of 92 yang terkenal dari MU. Gary yang lebih tua, debut terlebih dahulu bersama MU pada 1992, lalu Phil menyusul dua tahun setelahnya. Hingga 2005, duo Neville asuhan Sir Alex Ferguson tersebut, memenangkan 6 gelar Liga Inggris, 3 piala FA, 1 Community Shield FA, 1 Liga Champion UEFA, dan 1 Piala Interkontinental.

Pasca Duo Neville, Sir Alex seperti 'ketagihan' menggunakan jasa duo kakak-adik. Pada 2007, Manchester United merekrut duo saudara kembar Fabio da Silva dan Rafael da Silva di usia yang masih belia. Karena terkendala umur yang belum genap 18 tahun, baru pada 2008 duo asal Brasil ini bisa memulai debutnya bersama MU. Selama kurun 2008-2013, keduanya turut membantu MU meraih 3 gelar Liga Inggris, 2 piala EPL, dan 3 Community Shield FA.

Jadi, selagi mereka memiliki talenta dan profesional, tak ada yang salah dengan hubungan kekeluargaan antar pemain dan pelaku sepakbola lainnya. Kekeliruan hanya ada pada segelintir orang yang 'suudzon', yang berprasangka buruk akan munculnya konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang akibat hubungan kekeluargaan diantara mereka.

Padahal, konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang bisa terjadi pada siapa pun yang tidak profesional. Hal itu berarti terjadi akibat kesalahan atas perbuatan atau perilaku. Bukan salahnya ibu yang mengandung, melahirkan, dan membentuk sebuah keluarga. Jadi kalau mau dihukum, hukumlah karena perilaku dan perbuatannya, bukan menghukum karena status kekeluargaannya.

Otak lucu saya kadang berpikir, jika terjadi penyalahgunaan wewenang antara Bagus Kahfi dan Bagas Kahfa, mungkin contoh yang akan terjadi seperti: bola yang seharusnya Bagas Kahfa oper kepada Pratama Arhan atau Witan Sulaeman, malah dioper kepada Bagus Kahfi terus-menerus. Dan kalau itu terjadi, Coach Indra Syafri pasti tertarik ikutan turun ke lapangan, tapi bukan untuk main bola, melainkan menyepak mereka berdua haha...

Kalau kita suudzon dan bahkan mentah-mentah membuat larangan individu yang punya hubungan keluarga berada dalam satu tim, kita bisa rugi sendiri loh. Contoh: kalau Erick Thohir sebagai ketua PSSI punya anak sehebat Leonel Messi, iya masak Shin Tae-yong tidak boleh merekrutnya untuk gabung Timnas Indonesia.

Secara... ketika Musa meminta Tuhan mengangkat Harun yang notabene adalah Kakak Kandungnya untuk menjadi Nabi, Tuhan mengabulkannya. Dan sebaliknya, Tuhan pun tak mau menolong Kan'an dari azab yang menimpanya, sekalipun dia adalah anak kandung dari Nabi Nuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun