Mohon tunggu...
Fredi Yusuf
Fredi Yusuf Mohon Tunggu... Insinyur - ide itu sering kali datang tiba-tiba dan tanpa diduga

selalu bingung kalo ditanya, "aslinya orang mana?".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Mama Tapi Bukan Anak Manja

15 September 2021   04:10 Diperbarui: 15 September 2021   04:13 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petualangan di Tanah Borneo; menyebrangi sungai (Dok. Pribadi)

"Masbro, aku harus kembali ke Sumatera dan mengabdi untuk tanah kelahiranku" ucapnya itu lirih sambil mengemasi barang-barangnya.

"Coba kamu pikirkan lagi matang-matang, Apakah kamu yakin akan bergabung dengan sebuah lembaga, yang akan mengirimmu untuk berkerja dengan masyarakat di dalam atau sekitar hutan. Jika kau tak yakin, lebih baik kau batalkan" itu kata Papa Masbro, dan aku sedikit galau dibuatnya.

Dan, setelah aku pikir matang-matang, aku tetap yakin untuk memilih jalan ini. Karena tugas utamaku kan hanya support tim, Jadi sepertinya, tidak akan terlalu lama berada dilapangan, dan lebih banyak melakukan analisia di kantor.   

So.... Let's go masbro....

Dengan menggunakan pesawat paling pagi, kami pun terbang meninggalkan Pulau Jawa yang dalam dua tahun terakhir ini menjadi tempatnya menuntut ilmu.

Sebenanya kami belum lama saling mengenal, tapi dia sudah bercerita banyak hal kepadaku. Mulai dari cerita masa kecilnya yang asyik, keluarganya yang klasik, hingga kisah asmaranya yang unik.

"Aku tuh, waktu masih TK suka ikut berbagai kompetisi loh. Mulai dari lomba mewarnai, lomba bernyanyi, sampai lomba balap lari" salah satu kisah masa kecilnya yang diceritakan kepadaku.

"Papa aku tuh tahu tahu bedanya nasi yang dimasak pakai listrik dan yang dimasak pakai tungku. Begitupun cabe yang digiling pakai blender dan yang digiling manual pakai ulekan, dia juga tahu. Dan dia nggak akan mau makan nasi yang dimasak pakai magic com dan cabe yang giling pakai blender" demikian salah satu cerita tentang Papanya.

 "Jauh sebelum pandemi covid19, yang memaksa orang harus berhubungan secara online. Aku justru sudah melakukan hubungan dengan seseorang yang special secara online. padahal dia adalah sekarang tetangga yang jauh dari rumah" kisah asmaranya pun mulai dibuka tipis-tipis.

-o0o-

"Iya Ma, ini kayaknya desa terakhir yang ada sinyal. Setelah ini nanti, mungkin nggak akan ada lagi sinyal, dan Adek mungkin sekitar 2 mingguan lah disana" katanya saat menelpon seseorang.

Ini adalah hari petamanya orientasi lapangan, dan sebelum mobil yang mengantarnya jauh masuk hutan, seniornya memberi kesempatan padanya untuk berkabar ke keluarga. Karena daerah ini merupakan desa terakhir yang mendapat jaringan telpon

"Aku tuh setiap malam selalu ditelpon mamaku, tak hanya aku, kakak-kakakku yang sudah berkeluarga pun selalu 'diabsen' mamaku setiap malam" demikian salah satu cerita tentang Mamanya.

"Mmmm... rupanya dia ini anak Papa anak Mama" pikirku saat mulai mengenalnya lebih jauh.

"Walaupun ini tanah kelahiranku, tapi aku tidak pernah pergi jalan ke tempat yang jauh seperti ini. Aku hanya tahu tentang rumah, sekolah, dan sisi-sisi lain kota kecilku. Aku tak tahu, ada sebuah gunung nan jauh disana, setelah melewati jalan berliku selama hampir satu hari perjalanan. Tak ada jaringan telpon, apalagi jaringan internet. Kecuali jaringan listrik yang tampak swasembada dinikmati warga, karena memanfaatkan sumber air yang mengalir di desa menjadi pembangkit listrik. Daerah ini lah yang menjadi masa orientasi kerjaku" katanya disela-sela istirahat kerjanya.

-o0o-

"Masbro, kamu tahu tidak. Setelah selesai masa orientasiku di Sumatera, aku diminta kantor untuk melakukan riset di Kalimantan."

"Lalu..."

"Cukup menantang, tapi aku ragu"

"Kenapa?"

"Kamu kan tahu, main di desa-desa sekitar hutan di Sumatera saja aku belum khatam. Nah ini, aku harus berpetualang ke hutan Kalimantan. Gimana coba?"

"Belum lagi Papa Mama, ia pasti tambah keberatan kalau anak gadisnya 'main' di hutan Kalimantan"

Mmmm... lagi-lagi Papa Mama. Memang benarlah, anak Papa anak Mama.

"Hutan Sumatera, Hutan Kalimantan, bukankah sama saja. Sama-sama hutan"

"Beda masbro. Menurut seniorku, untuk menuju desa tempat risetku nanti, harus ditempuh dengan dua hari naik perahu dan satu hari berjalan kaki. Belum lagi budaya masyarakat disana yang kontras dengan budaya kita disini."

-o0o-

Pakaiannya basah kuyup, ia terisak ditepi sungai.

"Kehidupan macam apa ini?"

"Setelah dua hari naik perahu, dan banyakan turunnya dari pada naiknya. Terus hampir setangah hari ini kita berjalan mendaki bukit, menuruni lebah, bermantel-matel membelah hujan. Lalu barusan, menyebrangi sungai yang dalam dengan arusnya yang deras, hampir saja menghanyutkan kita semua"

"Apa tidak sebaiknya kita kembali saja"

"Hai... sister, kau boleh menangis dan menumpahkan semua air matamu. Tapi ingat bukankah ini pilihanmu. Pilihan untuk mengabdi bagi umat dan alam ini. Ini adalah perjuangan, dan hidup kita adalah perjuangan. Bertahanlah, dan yakinlah, kita bisa melewati semua ini"

-o0o-  

Malam itu, setelah hampir sebulan berada di Pedalaman Kalimantan, kami harus bersiap untuk kembali. Ia pun mulai mengemasi barang-barangnya, mana-mana yang akan dibawa pulang, dan mana-mana yang akan ditinggal saja.

"Sungguh ini adalah pengalaman yang mungkin tak akan pernah bisa dirasakan banyak orang. Dan mungkin akan sulit bisa aku ulangi. Setelah menempuh perjalanan panjang, kita harus tinggal di Pondok beratap daun dan tak berdinding ini. Tidur beralas tikar pandan, diselimuti udara malam yang diiingin.

Dan besok aku harus kembali. Akan aku ceritakan berbagai hal yang ada disini. Agar hak-hak penghuni bumi ini bisa terpenuhi, dan hak bumi ini untuk selalu dijaga agar tetep lestari."

-o0o-

Keesokan paginya, penduduk desa berkumpul untuk melepas kepergian kami. Tiba-tiba, dari kerumun orang-orang itu berlari seorang gadis kecil menghampiri kami.

Gadis itu adalah Mira, yang sering menemani kami bermain mengelilingi Desa dan hutar sekiranya. Mira memeluk dia dengan erat.

"Kak Adek jangan pergi" ucapnya sambil terisak.

"Mira, Kakak senang berada terus disini. Tapi Kakak harus pergi, karena banyak tugas yang harus Kakak kerjakan untuk memperjuangkan masa depan kita, dan masa depan Bumi ini."

"Tapi kalo Kakak pergi, siapa yang akan menemani lagi bermain untuk belajar?"

Dia mengambil gantungan kunci berbentuk boneka gajah, yang menempel di resleting ranselnya.

"Boneka gajah ini namanya Masbro, sahabat Kakak yang selalu menemani kemanapun Kakak pergi. Ini untukmu, dan Kakak tugaskan untuk menemanimu bermain dan belajar"

Isak Mira mulai terhenti, ia pun memeluk erat Mas Bro, sambil melambaikan tangan melepas kepergiannya.

--oo0oo---

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun