"Pekerjaan ini berat To, bahkan cowok-cowok yang ada di tim lama kita aja, banyak yang menolak ketika diajak secara serius untuk focus di kajian ini" tegasku.
Iya, aku pernah menawarkan pekerjaan ini kepada beberapa cowok di tim lama. Tetapi mereka ngeles dengan berbagai alasan, ada yang bilang sudah kadung janji bikin serial meeting dengan stakeholder, sibuk ngurusin sawah organic dengan kelompok tani, atau sibuk ngurusin community business development. Tapi, pastinya tidak mudah mengajak orang untuk survey ditengah hutan, jauh berjalan sampai kaki lecet dan digigit pacet, serta harus tidur ditenda berlantai tanah diselimuti udara dingin berminggu-minggu lamanya.
"Tenang masbro, yang aku rekrut ini bukan perempuan sembarangan, dia pernah jadi Ketua Kelompok Pencinta Alam di Kampusnya, berbagai puncak gunung di Sumatera pernah dia taklukan" sahut Anto.
"Whuh..." dengusku,
"Ukuranmu terlalu mainstream, kalau sekedar Gunung yang biasa didaki anak-anak PA itu biasanya, tracknya kayak jalan tol, manusia terbiasa lalu lalang disana. Ada tim rescue dan pemangku kawasan yang senantiasa memantau dan siap membantu jika terjadi hal-hal yang tak diingingkan. Tapi proyek kita ini, akan bermain di belantara yang bahkan tidak seorangpun pernah menyentuhnya. Not apple to apple" cerocosku.
"Percayalah, sebelum mencapai puncak, seseorang akan memulainya dengan meniti dari bawah" Anto berlalu meninggalkanku.
-o0o-
"Piye kabare Mas? lancar gawean sampeyan ning alas" sapaku pada Mas Kardi, Forester senior yang sudah malang melintang dalam dunia survey kehutanan. Hari itu ia baru masuk kantor, setelah hampir tiga minggu survey di dalam hutan.
"Alhamdulillah lancar" sahutnya.
"Trus, cah anyar kui nggak ngerepotkan sampeyan kan mas" tanyaku sok-sok pakai Bahasa Jawa, padahal kemampuanku tentang Bahasa Jawa sangat terbatas.
"Wuih apik... fisiknya kuat, nggak kalah sama orang-orang desa yang memandu kita masuk ke hutan" jawab Mas Kardi.