Mohon tunggu...
Fredi Yusuf
Fredi Yusuf Mohon Tunggu... Insinyur - ide itu sering kali datang tiba-tiba dan tanpa diduga

selalu bingung kalo ditanya, "aslinya orang mana?".

Selanjutnya

Tutup

Money

Mak Etek, Berjuang dari Level Wali Nagari hingga ke Level Menteri

14 Agustus 2016   11:55 Diperbarui: 27 Januari 2020   12:30 1305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mak Etek (paling kanan), bersama Menteri LHK Siti Nurbaya dan Gubernur Jambi Zumi Zola di Hutan Desa Hajran. Sumber foto: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10153967238948717&set=pcb.10153967239408717&type=3&theater

“Untuk mewujudkan mimpi hutan terkelola masyarakat sejahtera’, saya sudah berjuang dari level Wali Nagari hingga ke level Menteri, dan akan terus berjuang sampai kapan pun” Mak Etek, penggiat konservasi dan pemberdayaan masyarakat.

Adalah Marta Hendra yang akrab disapa Mak Etek, lulusan Antropologi Universitas Andalas, sudah lebih dari sepuluh tahun bergelut dalam dunia konservasi dan pemberdayaan masyarakat. Pria kelahiran Kota Payakumbuh 38 tahun lalu ini, melakukan pengabdiannya dengan bergabung bersama Komunitas Konservasi Indonesia WARSI sejak tahun 2005.

“Awal bergabung dengan WARSI saya bertugas untuk melakukan kajian kearifan local masyarakat Koto Malintang dipinggir Danau Maninjau Sumatera Barat, dalam mengelola parak atau agroforestry khas masyarakat Minangkabau” Mak Etek mengenangan awal penjuangan.

Dari Koto Malintang Mak Etek kemudian pindah ke Batu Berbau, sebuah desa yang terletak jauh dipinggir hutan Kabupaten Bungo, Jambi. Disana ia melakukan kajian tentang hutan adat dan sosal budaya masyarakat.

“Untuk menuju desa Batu Batu Kerbau, saya harus jatuh bangun dengan sepeda motor, untuk mendaki bukit menuruni lembah. Akses menuju Batu Kerbau saat itu sangat sulit, jalan tanah yang tak terawat akan sangat parah dimusim hujan, becek dan berlumpur” kenang Mak Etek.

Menurut Mak Etek, untuk mewujudkan hutan yang terkelola secara lestari kita tak bisa hanya bicara tentang ekologi, kita juga harus mau bicara tentang sosial budaya masyarakat disekitarnya, bahkan tentang hal lain yang jauh lebih komplek dari itu. Semua elemen harus menyatu, berpadu dan mau berjuang bersama.

“Karena itu, waktu di Batu Kerbau saya banyak ‘bermain’ dengan Ibu-ibu sebagai salah satu elemen penting dalam masyarakat. Bahkan nyaris tak pernah bicara tentang hutan” ujar Mak Etek.

Perjuangan Mak Etek bersama kawan-kawannya untuk memembus belantara hutan Jambi. Sumber foto: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=673751696072058&set=t.100000401161671&type=3&theater
Perjuangan Mak Etek bersama kawan-kawannya untuk memembus belantara hutan Jambi. Sumber foto: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=673751696072058&set=t.100000401161671&type=3&theater
Dari pinggir hutan di Batu Kerbau, Mak Etek kemudian pindah tugas jauh ke tengah hutan di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Di TNBD ia bertugas menjadi pendamping Orang Rimba, suku marginal asli Jambi yang banyak tinggal disekitar TNBD.

“Orang Rimba adalah masyarakat marginal dengan budaya hidup dan berkehidupan yang sangat tergantung dengan sumber daya hutan. Namun seiring dengan dengan kondisi tutupan hutan yang semakin habis, kehidupan Orang Rimba pun makin terpinggirkan. Ditengah berbagai himpitan dan perubahan yang sangat cepat, kami berjuang bersama agar Orang Rimba bisa bertahan dan hidup layak dalam arus dan tantangan jaman yang terus bergulir” kata Mak Etek.

Mak Etek, bersama komunitas adat Orang Rimba di TNBD. Sumber foto: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1037930316684&set=ecnf.1478297683&type=3&theater
Mak Etek, bersama komunitas adat Orang Rimba di TNBD. Sumber foto: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1037930316684&set=ecnf.1478297683&type=3&theater
Sepertinya Mak Etek adalah pria yang suka dengan berbagai tantangan. Dari Taman Nasional Bukit Duabelas, Mak Etek kemudian meluncur ke Tanah Papua untuk menjadi ‘duta WARSI’ di Kaimana. Di Distrik Kaimana ia bekerja untuk mengembangkan skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) bersama masyarakat adat disana.

“Senja di Kaimana, tampak indah dipandang mata. Tetapi tinggal sangat jauh dari sanak saudara, adalah tantangan tersendiri bagi saya” kenang Mak Etek.

Sekembali dari Tanah Papua, Mak Etek kembali ke Jambi dan dibebani tugas menjadi Assisten Koordinator Program PHBM. Ia bertugas untuk mengkoordinir kawan-kawannya yang bekerja di level tapak dalam pengembangan PHBM.

“Skema PHBM adalah wujud dari pengakuan Negara terhadap hak kelola rakyat. Namun pengakuan saja tidak akan bermakna tanpa dibarengi berbagai program-program lain yang mendukung keberlanjutannya” kata Mak Etek.

Hari Sabtu kemarin (13/8) Mak Etek berkesempatan mendampingi kunjungan kerja Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, dalam kunjungan kerjanya ke Hutan Desa Hajran di Kabupaten Batanghari - Jambi. Dalam kunjungan tersebut Menteri LHK mengatakan, masyarakat harus sejahtera dengan hutan mereka, dengan berbagai skema yang sudah ada seperti Hutan Desa, HTR, dan HKm.

Menurut Mak Etek, apa yang dikatakan Menteri LHK tersebut sejalan dengan apa yang selama ini ia pikirkan bersama masyarakat dilevel tapak. Namun untuk mewujudkan semua itu, dibutuhkan kerjasama dan dukungan dari berbagi pihak.

Sebelum bergabung dengan WARSI, Mak Etek pernah menjadi staf Kantor Wali Nagari (Kepala Desa) di Kampungnya, sehingga untuk urusan ‘bermain’ dilevel tapak, Mak Etek memang orang yang sangat teruji. Tetapi sebagai orang minang yang terkenal dengan jiwa perantaunya, Mak Etek kemudian memilih untuk merantau dan bergabung bersama WARSI di Jambi. Diperantauan ini pulalah ia bertemu dengan Debby Pranungsari perempuan asal Yogyakarta, yang kemudian dinikahinya pada 2010. Tak hanya bertemu dengan Sang Istri, diperantauan pula ia bertemu dengan Sang Menteri untuk menyampaikan visi besarnya dalam Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat.

“Mimpi besar kita adalah ‘hutan terkelola masyarakat sejahtera’, untuk mewujudkan semua itu kita sudah berjuang disemua level, mulai dari level Wali Nagari hingga ke level Menteri, dan akan terus berjuang sampai kapan pun” ujar Mak Etek.

Mak Etek atau Mamak yang paling Ketek merupakan bahasa minangkabau yang berarti Paman paling Bungsu. Dalam adat Minangkabau, sebagai seorang Mamak ia harus bisa menjadi panutan dan pengayom bagi anak kemenakannya. Itulah yang dilakukan Mak Etek saat ini, tidak saja untuk anak kemenakannya yang bertalian darah, tetapi pada semua yang ada disekitarnya.

Semangat berjuang terus Mak Etek, dan semoga sukses selalu mendampingimu…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun