Jika pemerintah Indonesia sudah berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen dibawah business as usual pada tahun 2030 dan 41 persen dengan bantuan internasional, seperti yang telah disampaikan President Jokowi pada Conference of the Parties (COP) 21 UNFCCC di Paris, Prancis. Maka tanpa tanggung-tanggung masyarakat lima desa di Lanskap Bujang Raba Kabupaten Bungo Jambi, membuat komitmen yang jauh lebih tinggi. Masyarakat disana menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 75 persen, seperti yang tertuang dalam Project Design Document (PDD) Imbal Jasa Lingkungan, yang dirancang sejak 2013 lalu.
Komitment untuk menurunkan emisi karbon tersebut, dilakukan dengan cara melestarikan ekosistem hutan alam, yang merupakan daerah tangkapan air (water catchment area)bagiDAS Batanghari serta areal penyangga bagi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Sasaran utama dari komitmen ini adalah untuk mengurangi tekanan ekstraktif terhadap ekosistem hutan alam primer di lima Hutan Desa (HD), yang terletak dalam satu hamparan pada kawasan Hutan Lindung (HL) Bukit Panjang Rantau Bayur atau disingkat Bujang Raba.
Hutan Desa Bujang Raba memiliki hutan primer dengan kondisi sangat baik hingga meliputi 75% dari luasan arealnya. Berdasarkan Rencana Kelola Hutan Desa (RKHD) yang telah disusun, masing-masing hutan desa tersebut dibagi kedalam dua zonasi (lihat Peta 1). Pertamazona lindung, merupakan hamparan tutupan hutan alam primer yang terletak diwilayah paling hulu, dan memiliki fungsi lindung. Kedua zona pemanfaatan, merupakan hamparan tutupan hutan skunder, agroforestry, dan hutan alam terpragmentasi, yang berfungsi sebagai penyangga bagi zona lindung serta memiliki manfaat ekonomi dengan tetap memperhatikan nilai konservasi.
Dikeluarkannya SK Penunjukan Areal Kerja Hutan Desa oleh Menteri Kehutanan untuk mendukung Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat(PHBM), setidaknya dapat menahan ancaman laju deforstasi dan penurunan emisi di daerah ini. Namun tanpa adanya upaya intervensi, ancaman wilayah ini baik secara internal maupun eksternal seperti illegal logging, illegal mining,sertaillegal poaching akan terus berlanjut.
Intervensi
Untuk mewujudkan komitmen agar target penurunan emisi karbon dapat tercapai, ada lima aktivitas utama yang harus dilakukan. Pertama,perlindungan hutan. Intervensi ini bertujuan untuk memperlambat hilangnya hutan primer melalui perbaikan perencanaan dan operasional pengelolaan hutan. Kegiatannya meliputi: penataan rencana kerja, tata batas kawasan, patroli hutan, inventarisasi potensi hutan, pencegahan kebakaran, dan meningkatkan infrastruktur fisik yang dibutuhkan.
Kedua, penguatan kapasitas masyarakat. Intervensi ini bertujuan untuk membangun kelembagaan masyarakat yang kuat. Kegiatannya meliputi tata kelola organisasi kelompok masyarakat seperti kelompok pengelola hutan, kelompok tani, kelompok perempuan, kelompok pemuda, dan kelompok masyarakat miskin. Penguatan kapasitas melalui pelatihan seperti: pelatihan pengorganisasian lembaga, pelatihan management pengelolaan kawasan hutan, pelatihan administrasi dan keuangan.
Ketiga, peningkatan ekonomi. Intervensi ini bertujuan untuk meningkatkan tarap ekonomi masyarakat yang dititikberatkan pada penguatan sistem intensifikasi lahan serta upaya menciptakan kegiatan ekonomi berbasis non lahan, sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap hutan. Kegiatan ini meliputi peningkatan produktivitas hutan sekunder melalui pengembangan agroforestry komoditi bertingkat, pengelolaan pasca panen, produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), serta penguatan koperasi simpan pinjam untuk memudahkan akses permodalan petani.
Keempat, pemanfaatan jasa lingkungan. Intervensi ini bertujuan memanfaatkan jasa lingkungan agar manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Hal tersebut dapat meningkatkan interaksi antara manusia dengan alam, sehingga menumbuhkan rasa saling membutuhkan yang pada akhirnya tergerak untuk saling melindungi antar keduanya. Kegiatannya meliputi penggalian potensi dan pengelolaan jasa lingkungan seperti: Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), distribusi air bersih, dan ekowisata.
Kelima, mempengaruhi mainsetstakeholder.Intervensi ini bertujuan untuk mencari dukungan dari berbagai stakeholder dalam upaya pelestarian sumberdaya alam. Kegiatannya meliputi sosialisasi, lobi dan advokasi, kampanye, serta publikasi.
Deforestasi dan emisi karbon
Penurunan emisi karbon dilakukan dengan cara mempertahankan hutan primer yang berada di Zona Lindung Hutan Desa seluas 5,339 hektar. Hutan primer yang berada di Hutan Desa tersebut memiliki rata-rata cadangan karbon above ground sebesar 287 ton C/ha atau 1,052 ton CO2eq/ha. Data tersebut diperoleh dari hasil pengukuran KKI WARSI bersama Kelompok Pengelola Hutan Desa, terhadap 21 plot sampel pada Zona Lindung (Lihat Gambar 1).
Jika laju deforestasi tersebut dikonversi kedalam nilai emisi karbon, maka tanpa adanya komitment (intervensi) diperkirakan hingga tahun 2030 akan terjadi emisi sebesar 1.347.500 ton CO2eq. Namun jika masyarakat mampu mewujudkan komitmen (dengan intervensi) penurunan emisi sebesar 75%, maka laju emisi karbon bisa ditekan hingga 336.875 ton CO2eq, atau setara dengan reduksi emisi karbon sebesar 1.010.625 ton CO2eq atau rata-rata 63.164 ton CO2eq per tahun.
Capaian dan hambatan
Setelah berjalan selama 2 tahun, berdasarkan analisa citra landsat tahun 2013 dan 2015, dari target penurunan emisi karbon sebesar 75 persen, target tersebut bisa tercapai bahkan hingga 100 persen penurunan emisi. Atau dengan kata lain komitmen ini mampu menciptakan capaian perlindungan hutan hingga zero deforestation.
Capaian tersebut setara dengan mencegah hilangnya hutan sebesar 85 hektar pertahun, atau lebih tinggi 25 hektar, dari taget awal yang hanya sebesar 60 hektar per tahun.. Jika dikonversi menjadi nilai karbon, setara dengan 70.803 ton CO2eq atau lebih tinggi 7.639 ton CO2eq per tahun, dari taget awal yang hanya sebesar 63.164 ton CO2eq per tahun.
Terlepas dari sejumlah capaian yang sudah diperoleh, ancaman terhadap kelestarian hutan akan selalu ada. Terlabih, sejauh ini intervensi yang dilakukan pun belum berjalan dengan maksimal bahkan cenderung jalan ditempat. Tidak adanya dukungan yang maksimal dari para pihak menjadi hambatan utama dalam menjalankan agenda ‘intervensi’. Hal ini berpotensi membuka peluang terhadap masuknya berbagai ancaman terhadap kelestarian hutan.
Pada akhirnya, kita semua berharap bahwa penurunan emisi karbon dilakukan masyarakat lokal di Bujang Raba,diharapkan mampu menciptakan pengelolaan hutan yang lestari, untuk mewujudkan konsep “hutan terjaga masyakat sejahtera”. Tentunya, semua hanya akan terwujud jika ada dukungan penuh dari para pihak.
Selamatkan Bumi…! Stop Global Warming…!
Dari Masyarakat Lokal untuk ilkim Global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H