Mohon tunggu...
Fredi Yusuf
Fredi Yusuf Mohon Tunggu... Insinyur - ide itu sering kali datang tiba-tiba dan tanpa diduga

selalu bingung kalo ditanya, "aslinya orang mana?".

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Masyarakat Sumbar Lakukan Pemetaan Perhutanan Sosial dengan Metode OKe SIPP

14 Juni 2016   15:24 Diperbarui: 15 Juni 2016   09:35 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung Kopi. Ajang diskusi membangunan Nagari.

Masyarakat tidak hanya berpikir untuk hanya pemetaan areal Perhutanan Sosial saja, tetapi sekaligus memetaan wilayah Nagarinya. Dan yang lebih membanggakan, sebagian Nagari mau mengalokasikan dananya untuk proses pemetaan ini. Hal ini anggap penting, karena batas wilayah akan menjadi dasar bagi perencanaan pembangunan Nagari dimasa datang.


Masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) sudah melakukan pemetaan areal untuk skema Perhutanan Sosial, secara partisipatif dengan menggunakan metode OKe SIPP. Proses pemetaan dilapangan yang 100% dilakukan oleh masyarakat ini, sudah berlangsung selama 3 bulan di 7 Kabupaten.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut ditingkat tapak, dari program pemerintah pusat melalui melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK), yang menargetkan lahan seluas 12.7 juta hektar untuk masyarakat melalui skema perhutanan sosial atau Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM). Di Sumatera Barat sendiri, target pemerintah pusat tersebut disambut baik oleh Pemerintah Propinsi, dengan komitmen Gubernur yang mentargetkan seluas 500 ribu hektar lahan untuk skema Perhutanan Sosial.

Komunitas Konservasi Indonesia WARSI (KKI WARSI) melalui Program PHBM, mengambil bagian untuk berperan aktif dalam program tersebut. KKI WARSI berupaya untuk memastikan bahwa program ini secara sadar bisa dipahami ditingkat tapak, sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Dalam prakteknya dilapangan, ada tiga peran utama yang saat ini sedang dilakukan KKI WARSI bersama masyarakat di Sumatera Barat.

Pertama, memberikan sosialisasi tentang skema PHBM ke Nagari-nagari (desa) yang memiliki potensi wilayah untuk PHBM. Kedua, melakukan pemetaan dengan menggunakan metode OKe SIPP untuk memastikan wilayah yang akan diusulkan dalam skema PHBM seperti yang telah dibuat oleh Kemen LHK, melalui Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) berada pasti di Nagari masing-masing, sehingga tidak menimbulkan konflik dikemudian hari. Ketiga, membuat berbagai kajian dimasing-masing nagari, baik sosial, ekonomi, maupun ekologis, untuk melengkapi dokumen usulan PHBM ke Kemen LHK serta mengawalnya.

Nah, saya sebagai orang dari Divisi GIS di KKI WARSI kebagian tugas untuk melakukan peran bagian dua. Tidak sendiri memang, ada Uda Young (Uda = Kakak/Abang) yang menjadi tandem. Tapi ini tidak akan mudah, karena sampai saat ini setidaknya ada 46 Nagari dari 10 Kabupaten yang telah bersedia untuk ikut dalam skema PHBM, dan meminta KKI WARSI untuk memfasilitasinya.

Sesuai dengan diskusi tim, metode yang akan dipakai adalah Pemetaan Partisipatif agar informasi tentang nagari benar-benara tergali dan tingkat akurasi data benar-benar tinggi. Namun pengalaman saya, Pemetaan Partisipatif ini membutuhkan waktu yang lumayan lama. Untuk memperoleh akurasi yang baik, setidaknya dibutuhkan waktu rata-rata satu bulan untuk menyelesaikan kegiatan pemetaan di satu desa. Jadi kalau 46 nagari bisa dihitung sendiri berapa lama waktu yang dibutuhkan, bisa-bisa Presiden-nya udah ganti, kebijakannya udah berubah, dan ‘proyeknya malah mangkrak’.

Mulailah saya putar otak, begimana cara ngakalinya. Tercetuslah ide untuk mengembangkan Pemetaan Partisipatif, sehingga menjadi metode yang kemudian kita beri nama OKe SIPP (kependekan dari Orientasi Keruangan, Sistem Informasi dan Pemetaan Partisipatif). Metode ini sebelumnya sudah kita terapkan dalam kegiatan Penggalian Ruang Mikro di Kabupaten Bungo – Jambi. Dalam metode ini proses-proses pengumpulan data lapangan 100% diserahkan kepada masyarakat. Tugas ahli peta adalah mentransfer pengetahuan pemetaan dan memastikan orang yang ‘ditransfer’ bisa menjalankannya dilapangan, serta melakukan pengolahan data pasca survey. Dengan kata lain prinsip OKe SIPP adalah partisipatif, kolaboratif, dan berbagi peran.

Metode ini sangat efektif dilakukan untuk pemetaan-pemetaan ditingkat tapak. Ia tidak hanya mengatasi masalah kurangnya sumber daya ahli peta, tapi justru menciptakan ‘ahli-ahli’ baru bidang pemetaan. Tim pemetaan pun secara fisik adalah orang yang terlatih, karena mereka adalah orang yang terbiasa bekerja dilapangan, dan sangat paham dengan wilayah yang akan dipetakannya. Dengan demikian, proses-proses pemetaan akan bisa dilakukan secara lebih cepat.

Dalam tiga bulan terakhir kita sudah memetakan 12 Nagari di 7 Kabupaten. Dari 12 Nagari, 7 diantaranya sudah masuk ke tahap finalisasi peta, sisanya baru menyelesaikan survey lapangan dan memasuki tahap pengolahan data. Kendala utama selama proses ini adalah kurangnya alat GPS, sehingga banyak Nagari yang menunggu giliran agar wilayahnya bisa dipetakan. Jika setiap Nagari punya GPS, proses pemetaan dengan metode OKe SIPP ini dipastikan bisa berjalan lebih cepat.

Satu hal yang membanggakan dari proses pemetaan yang dilakukan di Sumatera Barat, masyarakat tidak hanya berpikir untuk pemetaan areal PHBM saja, tetapi sekaligus memetaan wilayah Nagarinya. Dan yang lebih membanggakan lagi, sebagian Nagari mau mengalokasikan dananya untuk proses pemetaan ini. Hal ini mereka anggap penting, karena batas wilayah akan menjadi dasar bagi perencanaan pembangunan Nagari kedepan. Jadi istilahnya, “satu kali mendayung, dua tiga pulau terlampaui”.

Luar biasanya, masyarakat mau mengelilingi Nagari dengan ribuan hektar hutan rimba belantara didalamnya. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa batas wilayah mereka, sesuai antara apa yang yang tersirat dalam seloka adat dengan kondisi sebenarnya dilapangan. Kesemua itu nantinya akan ‘tersurat’ dalam sebuah document peta. Dengan demikian data yang dihasilkan dapat dipastikan memiliki tingkat akurasi yang tinggi, yang akan sangat berguna bagi perencanaan pembangunan.

Warung Kopi. Ajang diskusi membangunan Nagari.
Warung Kopi. Ajang diskusi membangunan Nagari.
Keseriusan yang luar biasa, masyarakat perlihatkan disini. Hal ini tampak pada setiap proses yang dijalani. Mereka mau duduk bersama, tidak hanya ditempat formal seperti kantor Wali Nagari (Kepala Desa), tetapi hingga ke warung-warung kopi. Masyarakat sangat antuas berdikusi tentang batas Nagari dan Perhutanan Sosial atau PHBM. Tidak hanya itu, mereka bahkan mau berproses hingga malam hari, untuk berlatih cara menggunakan GPS, demi mendapat pengetahuan tentang survey dan pemetaan.

Serius. Belajar GPS hingga malam.
Serius. Belajar GPS hingga malam.
Dalam sebuah diskusi di Nagari Lubuk Karak Kabupaten Dharmasraya misalnya, masyarakat berpendapat bahwa PHBM bukan saja merupakan upaya penguatan hak rakyat atas wilayahnya. Tetapi jauh dari itu, PHBM merupakan sebuah upaya pengelolaan hutan yang lestari dan berkelanjutan, demi menciptakan masyarakat  yang sejahtera. “Hutan terjaga, masyarakat sejahtera” demikian katanya. Sebuah jargon, yang biasa dipakai para penggiat lingkungan, kita mulai menjadi bahan diskusi sehari-hari dimasyarakat.

Nagari Lubuk Karak, menuju hutan terjaga masyarakat sejahtera
Nagari Lubuk Karak, menuju hutan terjaga masyarakat sejahtera
Lantas apa saja tanggapan masyarakat, setelah melakukan kegiatan pemetaan dengan metode OKe SIPP? Berikut saya cuplik beberapa pernyataan dari mereka:

“Barangkali di Kampung ini saya adalah salah satu dari tiga orang, yang pernah mengelilingi batas kampung secara utuh” Refdarman, tim survey Nagari Buluh Kasok Kabupaten Sijunjung.

“Sebagai masyarakat biasa, awalnya saya tak yakin bisa melakukan survey dan pemetaan menggunakan alat bernama GPS. Bahkan karena itu, saya sempat membujuk dan mengharap tim peta WARSI untuk terjun langsung mendampingi kami dalam kegiatan survey. Tetapi setelah kami coba, ternyata kami bisa” Zamzami, tim survey Nagari Lubuk Karak Kabupaten Dharmasraya.

“Sebagai anak Nagari, selayaknya kitalah yang harus paling tahu dengan isi ruang dalam Nagari. Oleh karena itu, memang sepantasnyalah jika pemetaan dilakukan oleh kita sendiri” Dedi Candra, tim survey Nagari Ampalu Kabupaten Lima Puluh Kota.

Tentang pemetaan menggunakan metode OKe SIPP, selengkapnya bisa dibaca disini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun