Mohon tunggu...
Fredi Yusuf
Fredi Yusuf Mohon Tunggu... Insinyur - ide itu sering kali datang tiba-tiba dan tanpa diduga

selalu bingung kalo ditanya, "aslinya orang mana?".

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Asap dan Kebakaran Lahan Gambut di Jambi

9 September 2015   09:18 Diperbarui: 9 September 2015   09:57 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Secara ekologi, kebakaran gambut akan menyebabkan hilangnya berbagai jenis flora dan fauna, yang ada di alam. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan siklus ekologi. Akibatnya kesuburan tanah akan menurun, fredator sebagai musuh alami hama akan hilang, dan semakin banyak bermunculan hama penyakit baru.

Berbagai literature menyebutkan, untuk memulihkan lahan gambut yang sudah rusak ke fungsi ekologinya yang semula, dibutuhkan waktu hingga ratusan tahun lamanya. Jadi bisa dibayangkan berapa besar kerugian yang diderita akibat kebakaran ini.

Gambut merupakan salah satu penyimpan cadangan karbon terbesar yang ada di alam. Kebakaran gambut menyebabkan menipisnya lapisan gambut, yang artinya bahwa akibat kebakaran gambut ada banyak cadangan karbon (CO2) yang terlepas ke udara (emisi). Hal inilah yang menjadi penyebab suhu bumi semakin meningkat, musim menjadi tak menentu, dan iklim menjadi berubah.

Dari hasil pengamatan di lapangan, akibat kebakaran diperkirakan telah terjadi kehilangan gambut sedalam 30 – 50 cm. Menurut Fahmudin Agus (Balai Penelitian Tanah), dalam 10 cm tanah gambut terkandung sekitar 60 ton C/ha. Artinya setiap hektar lahan gambut yang terbakar akan menyumbangkan emisi sebesar 180 – 300 ton C/ha. Belum lagi ditambah kandungan karbon yang ada diatasnya. Jadi bisa dibayangkan berapa jumlah karbon yang terlepas setiap ‘musim’ kebakaran yang hampir selalu menghanguskan ribuan hektar lahan, yang menjadi ‘penyumbang’ bagi meningkatnya suhu bumi.

 

 [caption caption="Sisa akar pohon yang terbakar, menunjukan kedalaman lapisan gambut yang hilang."]

[/caption]

Hari ini, di ‘Tempat Kejadian Perkara’ aku berdiri untuk menyaksikan dan merasakan semua itu. Temperatur yang tertulis pada termometer ditempat itu menunjukan angka 39°C. Itu sama persis dengan suhu tubuhku saat demam tinggi, ketika malariaku kambuh. Angka yang sangat fantastis dan kontras, mengingat hari sebelumnya di dalam Hutan Lindung Gambut Sungai Buluh yang juga di kabupaten sama, temperatur yang tertulis pada termometer hanya menunjukan angka 29°C.

Di lokasi yang sama dengan tipologi berbeda, perbedaan itu nyata. Bukti bahwa dengan berubahnya tipologi vegetasi, berubah pula suhu mikronya. Semakin banyak yang berubah semakin banyak pula peningkatan suhu buminya. Itulah global warming, itulah pemanasan global, itulah perubahan iklim.

Hari ini, tubuhku seperti terbakar dilahan gambut, bukti bahwa suhu bumi semakin panas. Hari ini, kulitku yang terbakar oleh suhu bumi tampak menghitam. Mungkin besok, tubuh kita yang terbakar oleh suhu bumi akan melepuh. Sebelum semua itu terjadi, mari kita bertindak, mari selamatkan bumi dan STOP GLOBAL WARMING…!

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun