Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Bisnis - Pembicara - Penulis - Aktivis

Better is not enough. The best is yet to come

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengapa Harus Hilirisasi?

26 Januari 2024   11:49 Diperbarui: 26 Januari 2024   11:58 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Money Flows In The Direction of VALUE

Belakangan ini kita banyak mendengar berita dan informasi mengenai Hilirisasi. Pemerintah telah menerapkan hilirisasi untuk produk nikel dengan menghentikan ekspor bahan mentah nikel sejak awal Tahun 2020. Dan ke depan pemerintah akan melanjutkan program Hilirisasi mineral lain seperti bauksit, timah hingga alumina. Bahkan dalam kesempatan debat cawapres, Gibran jelas jelas menyatakan akan melanjutkan Hilirisasi bukan saja di bidang pertambangan, namun juga perikanan, pertanian dan bidang lain juga. Pertanyaan kita, sepenting apakah hilirisasi bagi negara kita?

Indonesia sejak dahulu kala dikenal memiliki Sumber Daya Alam yang berlimpah. Bukan hanya SDA yang ada di dalam perut bumi, melainkan juga yang diatas. Di jaman dulu, kita terkenal dengan kekayaan alam hasil bumi pertanian dan rempah-rempahnya. Tanah yang subur, diibaratkan menanam apa saja di bumi pertiwi, pasti berhasil panen. Karena kekayaan alam ini juga, kita dijajah oleh negara eropa dengan mengambil seluruh hasil bumi kita untuk kekayaan negara tersebut. Tidak tanggung-tanggung, kita dijajah hingga 360 tahun, dan bahkan di saat berakhirnya Perang Dunia Kedua, negara kita masih tetap ingin dilanjutkan penjajahannya demi mendapatkan kekayaan alam dari negara kita. Semua ini karena negara kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, yang tidak dimiliki semua negara di dunia.

Setelah dunia memasuki era industrialisasi, kini seluruh negara mengincar Sumber Daya Alam yang ada di dalam perut bumi. Mulai dari minyak mentah, mineral logam hingga mineral langka yang hanya dimiliki sedikit negara di dunia ini. 

Saat ini, selain isu cadangan minyak mentah yang terus berkurang, negara-negara di dunia juga menghadapi isu pemanasan global yang terus meningkat akibat penggunaan bahan bakar fosil. Kini negara-negara di dunia berlomba mencari energi alternatif pengganti bahan bakar fosil, dan dimulai dengan kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan. 

Kendaraan listrik di dunia mengalami tren penjualan meningkat drastis (baik kendaraan listrik batere maupun kendaraan listrik hybrida), yaitu naik sebesar 55% di Tahun 2022, dibandingkan Tahun 2021. Dan bilamana di Tahun 2017 penjualan kendaraan listrik di dunia baru menyentuh angka 1juta unit per tahun, di Tahun 2022, penjualan kendaraan listrik telah menyentuh angka 10juta unit per tahun. 

Nikel merupakan logam penting yang digunakan pada komponen batere listrik, karena Nikel memiliki densitas energi yang lebih tinggi : batere Nikel lebih tahan lama karena daya listrik yang bisa disimpan lebih tinggi. LFP yang saat ini dikembangkan sebagai alternatif Batere Listrik Nikel masih memiliki banyak kekurangan, antara lain penurunan kinerja batere LFP saat cuaca dingin dan bahkan mati di suhu -10C. Badan Energi Internasional juga mencatat bahwa penggunaan Nikel tetap menjadi komponen batere listrik terbesar dengan pangsa pasar sebesar 60%, sementara pangsa pasar batere LFP hanya 27%. Dan kita tentu berharap semakin besar angka penjualan kendaraan listrik dengan batere nikel, maka kebutuhan nikel semakin tinggi dan dengan hilirisasi, negara kita akan memiliki peluang mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi daripada hanya sekedar ekspor bahan mentah nikel. Kata sederhana dari Hilirisasi adalah NILAI TAMBAH. 

Program Hilirisasi utk mineral Nikel oleh pemerintah itu sendiri telah nyata memberikan imbal hasil yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspor bahan mentah. Apabila sebelum Hilirisasi Nikel, negara kita hanya mendapat nilai ekspor sebesar Rp 17Triliun, maka setelah diberiakukan hilirisasi (walaupun utk hilirisasi nikel masih sebatas produk Nickel Pig Iron / NPI dan Feronikel), kita mendapat lonjakan nilai ekspor hingga Rp 510Triliun. Bayangkan kalau kita maju selangkah lagi dengan memproduksi sendiri dan mengekspor Batere Nikel dalam bentuk finished product. Akan jauh lebih besar lagi nilai ekspor dan keuntungan yang di peroleh oleh negara.

Saya ambil contoh kasus lain : Timah. 

Banyak penambang legal timah di Pulau Bangka yang tidak memiliki fasilitas smelter, menjual pasir timah nya kepada smelter dengan harga Rp 98.000 - Rp 107.000 per Kg. Sementara harga timah patri batangan yang saya temui di salah satu marketplace bervariasi mulai dari Rp 18.000 untuk berat 110gr (Rp 164.000 per Kg) hingga Rp 31.000 untuk berat 100gr (Rp 310.000/Kg). Hitung saja berapa kali peningkatan nilai tambah dari kasus ini.

Bayangkan kalau pemerintah melanjutkan hiliriasi : meningkatkan nbilai tambah produk dari sekedar ekspor bahan mentah ke bahan setengah jadi saja, berapa potensi keuntungan yang diperoleh negara? Sementara bumi kita menyimpan begitu banyak Sumber Daya Alam : Bauksit, Tembaga, Timah, emas, perak dan mineral logam lainnya. Belum lagi hiliriasi pertanian, perikanan dan sebagainya. 

Hilirisasi di segala sektor ini terus di dorong oleh pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah, meningkatkan keuntungan bagi negara, yang pada akhirnya memberikan devisa yang lebih besar bagi negara untuk berbuat lebih banyak bagi kesejahteraan masyarakat. 

Kita semua teriak menginginkan pendidikan gratis hingga perguruan tinggi. Kita menginginkan layanan kesehatan gratis yang lebih baik dan menjangkau lebih banyak sakit penyakit. Kita ingin lapangan kerja yang lebih besar. Kita ingin fasilitas umum yang lebih baik, kita ingin memiliki daya beli yang lebih baik, dan sebagainya. Semua yang kita inginkan hanya menjadi impian, apabila keuangan tidak mendukung. 

Pendidikan gratis memang telah dihadirkan pemerintah, namun hanya sampai tingkat SMA dan ini pun masih terbatas dihadirkan oleh pemerintah. Kesehatan gratis melalui BPJS masih mengharuskan partisipasi masyarakat melalui iuran BPJS. Transportasi umum yang layak dan nyaman belum merata dirasakan seluruh masyarakat Indonesia. Jangankan transportasi, sarana dan prasarana saja masih banyak desa yang belum menikmati. Masih banyak PR yang harus dikerjakan pemerintah kpd warga nya, sementara Ketahanan Negara kita juga membutuhkan pembaharuan dan memperbanyak Alutsista untuk menjaga pertahanan negara kita dari serangan musuh.

Begitu banyak yang harus dipenuhi pemerintah. Begitu besar kebutuhan dana pemerintah utk merealisasikan nya. Dari mana lagi kita mencari tambahan-tambahan devisi negara untuk membiayai semua nya itu? Jawabannya : HILIRISASI. Dengan hiliriasi, meningkatkan nilai tambah, maka negara berpeluang memperoleh peningkatan dalam menambah devisa. Lapangan kerja pun akan bertambah seiring dengan bertumbuhnya industri-industri yang melakukan hilirisasi. Oleh sebab itu kita sangat patut bahkan HARUS mendukung langkah pemerintah melakukan HILIRISASI. 

Namun langkah pemerintah untuk menerapkan kebijakan HILIRISASI bukannya tanpa kendala sama sekali. Begitu Pemerintah menerapkan larangan ekspor bahan mentan nikel dan mengharuskan hilirisasi nikel, negara-negara di eropa yang dulu menikmati keuntungan nilai tambah dari bahan mentah nikel Indonesia serentak melaporkan Indonesia kpd WTO. 

Lucu, mineral milik bumi kita, namun kita tidak boleh mengolahnya sendiri, melainkan harus diolah oleh negara-negara eropa. Kita yang punya Nikel, mereka yang dapat keuntungan dari nilai tambah produk nikelnya. Namun lebih lucu lagi, di saat kita membutuhkan hilirisasi untuk meningkatkan devisi negara yang berujung pada peningkatan kesejahteraan rakyat, ada partai dan capres yang jelas jelas menolak hilirisasi!. Mosok iya bangsa kita hanya dijadikan tukang gali sumber daya alam selama nya??

Hanya satu kata dari kita : LAWAN MEREKA YANG MENOLAK HILIRISASI !.

Salam,


Freddy Kwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun