Money Flows In The Direction of VALUE
Belakangan ini kita banyak mendengar berita dan informasi mengenai Hilirisasi. Pemerintah telah menerapkan hilirisasi untuk produk nikel dengan menghentikan ekspor bahan mentah nikel sejak awal Tahun 2020. Dan ke depan pemerintah akan melanjutkan program Hilirisasi mineral lain seperti bauksit, timah hingga alumina. Bahkan dalam kesempatan debat cawapres, Gibran jelas jelas menyatakan akan melanjutkan Hilirisasi bukan saja di bidang pertambangan, namun juga perikanan, pertanian dan bidang lain juga. Pertanyaan kita, sepenting apakah hilirisasi bagi negara kita?
Indonesia sejak dahulu kala dikenal memiliki Sumber Daya Alam yang berlimpah. Bukan hanya SDA yang ada di dalam perut bumi, melainkan juga yang diatas. Di jaman dulu, kita terkenal dengan kekayaan alam hasil bumi pertanian dan rempah-rempahnya. Tanah yang subur, diibaratkan menanam apa saja di bumi pertiwi, pasti berhasil panen. Karena kekayaan alam ini juga, kita dijajah oleh negara eropa dengan mengambil seluruh hasil bumi kita untuk kekayaan negara tersebut. Tidak tanggung-tanggung, kita dijajah hingga 360 tahun, dan bahkan di saat berakhirnya Perang Dunia Kedua, negara kita masih tetap ingin dilanjutkan penjajahannya demi mendapatkan kekayaan alam dari negara kita. Semua ini karena negara kita memiliki sumber daya alam yang melimpah, yang tidak dimiliki semua negara di dunia.
Setelah dunia memasuki era industrialisasi, kini seluruh negara mengincar Sumber Daya Alam yang ada di dalam perut bumi. Mulai dari minyak mentah, mineral logam hingga mineral langka yang hanya dimiliki sedikit negara di dunia ini.Â
Saat ini, selain isu cadangan minyak mentah yang terus berkurang, negara-negara di dunia juga menghadapi isu pemanasan global yang terus meningkat akibat penggunaan bahan bakar fosil. Kini negara-negara di dunia berlomba mencari energi alternatif pengganti bahan bakar fosil, dan dimulai dengan kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan.Â
Kendaraan listrik di dunia mengalami tren penjualan meningkat drastis (baik kendaraan listrik batere maupun kendaraan listrik hybrida), yaitu naik sebesar 55% di Tahun 2022, dibandingkan Tahun 2021. Dan bilamana di Tahun 2017 penjualan kendaraan listrik di dunia baru menyentuh angka 1juta unit per tahun, di Tahun 2022, penjualan kendaraan listrik telah menyentuh angka 10juta unit per tahun.Â
Nikel merupakan logam penting yang digunakan pada komponen batere listrik, karena Nikel memiliki densitas energi yang lebih tinggi : batere Nikel lebih tahan lama karena daya listrik yang bisa disimpan lebih tinggi. LFP yang saat ini dikembangkan sebagai alternatif Batere Listrik Nikel masih memiliki banyak kekurangan, antara lain penurunan kinerja batere LFP saat cuaca dingin dan bahkan mati di suhu -10C. Badan Energi Internasional juga mencatat bahwa penggunaan Nikel tetap menjadi komponen batere listrik terbesar dengan pangsa pasar sebesar 60%, sementara pangsa pasar batere LFP hanya 27%. Dan kita tentu berharap semakin besar angka penjualan kendaraan listrik dengan batere nikel, maka kebutuhan nikel semakin tinggi dan dengan hilirisasi, negara kita akan memiliki peluang mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi daripada hanya sekedar ekspor bahan mentah nikel. Kata sederhana dari Hilirisasi adalah NILAI TAMBAH.Â
Program Hilirisasi utk mineral Nikel oleh pemerintah itu sendiri telah nyata memberikan imbal hasil yang jauh lebih besar dibandingkan dengan ekspor bahan mentah. Apabila sebelum Hilirisasi Nikel, negara kita hanya mendapat nilai ekspor sebesar Rp 17Triliun, maka setelah diberiakukan hilirisasi (walaupun utk hilirisasi nikel masih sebatas produk Nickel Pig Iron / NPI dan Feronikel), kita mendapat lonjakan nilai ekspor hingga Rp 510Triliun. Bayangkan kalau kita maju selangkah lagi dengan memproduksi sendiri dan mengekspor Batere Nikel dalam bentuk finished product. Akan jauh lebih besar lagi nilai ekspor dan keuntungan yang di peroleh oleh negara.
Saya ambil contoh kasus lain : Timah.Â
Banyak penambang legal timah di Pulau Bangka yang tidak memiliki fasilitas smelter, menjual pasir timah nya kepada smelter dengan harga Rp 98.000 - Rp 107.000 per Kg. Sementara harga timah patri batangan yang saya temui di salah satu marketplace bervariasi mulai dari Rp 18.000 untuk berat 110gr (Rp 164.000 per Kg) hingga Rp 31.000 untuk berat 100gr (Rp 310.000/Kg). Hitung saja berapa kali peningkatan nilai tambah dari kasus ini.