Berpegangan pada data-data ini lah yang membuat saya kurang mau meladeni debat kusir saat bertemu dengan pendukung paslon lain. Setelah beberapa kali tanggapan dan sanggahan, saya sudah bisa menilai apakah lawan bicara saya masuk kategori Undecided Voters atau Die Hard Voters paslon lain. Kalau Die Hard Voters lain, saya berusaha untuk mengakhiri diskusi. Buang-buang waktu dan tenaga utk berdiskusi dengan lawan yang sudah kuat menetapkan pilihannya. Sebagus apapun fakta yang saya berikan, tidak akan berhasil merubah pilihannya, demikian dia juga tidak mungkin merubah pilihan saya. Daripada debat kusir makin memanas dan merusak hubungan pertemanan, lebih baik saya akhiri. Toh lagipula yang ingin kita tuju dalam setiap diskusi dengan seseorang adalah mengubah pandangan dan pilihannya agar kemudian selaras dengan pilihan kita. Kalau sama-sama ngotot dengan pilihan masing-masing, buat apa dilanjutkan diskusi (debat kusir) nya?.
Dengan demikian, menurut saya, kita tidak perlu memenangkan debat kusir apapun juga. Kenali posisi lawan diskusi mu setelah beberapa pembahasan di awal, segera analisa apakah diskusi ini akan berakhir sesuai yang kita mau atau akan berlanjut menjadi Debat Kusir? Kalau menjadi debat kusir, saran saya segera hentikan saja. Tidak akan ada pemenang dalam sebuah debat kusir. Malah debat kusir yang terus dilanjutkan hanya akan berakhir dengan rusaknya hubungan pertemanan, bahkan kalau antara lawan bicara tidak saling mengenal, bukan tidak mungkin debat kusir yang memanas bisa berakhir dengan "debat" fisik alias baku hantam.. Baku hantam karena beda pilihan capres? Kalah jadi abu, memang jadi arang. Buat apa ?.
Salam,
Freddy Kwan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H