Agak tidak begitu terkejut saat saya membaca berita yang muncul di laman CNN Indonesia yang terbit 28 Juli 2020 mengenai : Repsol Mengeluh Jadi Korban Monopoli Oli Honda di Indonesia. Kemudian saat saya mencari berita lebih lanjut mengenai hal ini, saya menemukan artikel di www.suara.com yang juga terbit Tgl 28 Juli 2020 : Perdippi Dukung KPPU Proses Dugaan Praktik Monopoli Pelumas oleh AHM.Â
Saya tidak terkejut karena akhirnya ada produsen lubrikan nasional yang berani bersuara lantang menentang monopoli oli di ATPM. Padahal "penderitaan" tersebut sudah saya rasakan saat bekerja di sebuah perusahaan lubrikan di Tahun 2012-2014, namun saat itu kami dan juga semua produsen lubrikan lain praktis belum mau bersuara.Â
Nampaknya persaingan di masa kini memang semakin ketat sehingga memaksa produsen lubrikan mulai lantang bersuara. Jumlah mobil dan motor memang bertambah terus setiap tahun, tapi konsumen di masa kini sdh dicekoki dengan pandangan bahwa kalau mobilnya A, maka oli nya juga harus merk A. Motornya B, maka harus pakai oli merk B. Akibatnya produsen lubrikan yang tidak terafiliasi dengan ATPM lama-lama semakin tersingkir di pasar. Kalau terus menerus seperti ini, lama kelamaan produsen lubrikan yang tidak terafiliasi dengan ATPM tersingkir oleh pasar, bukan oleh faktor kualitas produk, melainkan dugaan monopoli ATPM.
Asal Mula Dugaan Monopoli Oli ATPM
Pada Tahun 2011, sebenarnya dampak negatif dugaan monopoli oli oleh ATPM telah mulai dirasakan produsen lubrikan, Kontan bahkan telah menurunkan berita tersebut melalui situsnya www.kontan.co.id per Tanggal 26 Agustus 2011 : Pebisnis Oli Adukan ATPM ke KPPU.Â
Apabila di Tahun 2011 produsen lubrikan sudah mulai gerah, artinya kebijakan monopoli tersebut telah berjalan lumayan lama dan memberikan dampak secara langsung kepada produsen lubrikan yang tidak terafiliasi dengan ATPM.Â
Saya menduga praktik ini mulai gencar dilakukan ATPM sejak awal Tahun 2000-an. Namun sayangnya di Tahun 2011 sepertinya tidak ada kejelasan sikap dari KPPU terhadap aduan dari produsen lubrikan, karena setelah di Tahun 2011 diadukan ke KPPU, praktek yang diduga monopoli oli oleh ATPM tersebut terus berlangsung hingga kini, sampai di titik para produsen lubrikan sudah tidak lagi bisa bertahan.
Memang sudah sejak lama ATPM Mobil dan Motor melihat peluang pemasukan jangka panjang yang bisa dihasilkan mereka, bukan hanya dari penjualan langsung unit motor dan mobil, melainkan juga pemasukan dari pembelian spareparts, oli serta biaya jasa.Â
Kalau jualan motor dan mobil hanya bisa mendapat keuntungan 1 (satu) kali, namun dari perawatan bisa diperoleh pemasukan hingga bertahun tahun. Apalagi dalam suatu studi diperoleh informasi bahwa umunya konsumen Indonesia baru mengganti kendaraan setiap 4-5 tahun sekali. Dan belum ada aturan di Indonesia yang membatasi usia kendaraan yang boleh melintas di jalan. Â Bayangkan potensi pendapatan tetap kalau konsumen hanya pakai oli yang "direferensikan" ATPM selama kendaraan tersebut dijalankan...5 tahun...10 tahun...20 tahun....
Wajar kalau ATPM menginginkan pemasukan rutin terus menerus dari konsumen yang telah membeli produk kendaraannya. Yang tidak wajar adalah melakukan praktek yang diduga monopoli dengan menakut-takuti konsumen : kalau pakai oli merk lain, maka garansi kendaraan nya hangus. Konsumen yang tidak mengerti, jelas menjadi terpengaruh.Â
Beli motornya Honda harus pakai oli AHM. Beli motor Yamaha harus pakai oli Yamalube. Motor Suzuki, ada oli Suzuki Genuine Oil (SGO). Mobil Toyota ada olinya juga, Toyota Motor Oil. Mobil Honda ada oli Honda Genuine Oil. Berani pakai oli diluar ketentuan ATPM, mesin kendaraan cepat rusak dan garansi kendaraan hangus!.Â
Oli Resmi ATPM dan kandungan oli kendaraan
Benarkah ATPM memiliki oli resmi sendiri yang begitu hebat atau dirancang untuk mobil merknya sendiri?
Toyota tidak punya pengilangan minyak sendiri. Honda juga. Demikian juga Yamaha, Suzuki, Mitsubishi, Mercedez Benz, BMW, Chevrolet dan semua merk kendaraan. Kalau mereka tidak punya pengilangan minyak sendiri, tidak punya minyak mentah, tidak proses penyulingan minyak mentah sendiri, tidak punya base oil sendiri, atau bahkan tidak punya fasilitas blending oli milik mereka sendiri, bagaimana mungkin bisa mengklaim bahwa hanya oli resmi nya sendiri yang terbaik dan hanya itu yang terbaik digunakan di mesin kendaraannya sendiri? Atas dasar apa klaim mereka ini?
Oli kendaraan terdiri dari 2 (dua) bahan dasar : Base Oil dan Additive. Di dunia ini yang punya base oil adalah perusahaan pengeboran minyak yang memilki fasilitas penyulingan sendiri. Pertamina punya base oil. Shell punya. British Petroleum (Castrol) punya. Chevron punya.Â
Untuk additive juga hanya beberapa perusahaan di dunia yang memproduksi additive untuk ditambahkan ke base oli guna dimanfaatkan dalam pelumas kendaraan. Dari segelintir perusahaan penghasil additive, hanya ada 3 (tiga) besar produsen additive yang paling banyak digunakan oleh seluruh produsen lubrikan yaitu : Lubrizol, Infineum, serta Afton. Semua perusahaan produsen lubrikan membeli base oil dan additivie di pasar bebas. Perusahaan yang punya base oil juga belum tentu punya additive. Dan walaupun memiliki unit pengeboran dan penyulingan serta additive sendiri, belum tentu mereka punya fasilitas blending sendiri.Â
Untuk menghasilkan produk lubrikan kendaraan, produsen lubrikan harus memiliki Fasilitas Blending yang memproses pencampuran base oil dan additive agar menjadi homogen. Setelah homogen, baru dituangkan ke dalam botol / drum. Shell seingat saya sebelum Tahun 2014, masih diproses di fasilitas blending milik perusahaan lubrikan lain di Indonesia. Juga di Tahun 2014 saya masih menemukan produk Oli Total (yang jelas punya unit pengeboran) juga diproses di fasilitas blending sebuah perusahaan lubrikan yang ada di Banten.
Jadi, kalau saja perusahaan pengeboran dan penghasil minyak masih ada yang di proses melalui fasilitas perusahaan lubrikan lain, apalagi dengan produsen otomotif yang jelas tidak memiliki unit pengeboran minyak, base oil, additive maupun fasilitas blending?Â
Lalu dimana oli-oli resmi ATPM tersebut dibuat? Mereka dibuat di fasilitas blending milik perusahaan lubrikan lain yang ada di Indonesia. Kalau begitu, apa yang menjadi pembeda oli resmi ATPM dengan oli lain yang tidak terafiliasi dengan ATPM? Bisa saya katakan TIDAK ADA. Karena di fasilitas blending dimana ATPM memproses oli "resmi" nya, disana juga terdapat merk-merk lain yang juga melakukan proses yang sama.
Lagipula di lingkungan produsen lubrikan, tidak ada yang namanya formula rahasia (Lagipula dimana formula rahasianya, kalau hanya dibuat dari campuran base oil dengan additive yang dua-dua nya bisa dibeli dengan mudah di pasar bebas). Apa base oil dan additive yang digunakan oleh oli merk A, B, C, D semuanya bisa diketahui dengan mudah. Informasi mengalir begitu saja dari supplier base oil dan supplier additive.
Pemahaman minim konsumen lubrikan
Tahun 2012 - 2014, saya bergabung di sebuah perusahaan lubrikan ternama, Oli Top1 dengan posisi sebagai Chief Operating Officer (COO) yang bertanggung jawab utk penjualan, promosi serta supply chain. Dari Top1 saya memperoleh pemahaman yang baik mengenai lubrikan dan dunia per-oli-an.Â
Sebelum itu, bisa dibilang saya (dan mayoritas masyarakat Indonesia), buta terhadap oli. Saya gak tahu apa itu API Service, bahkan SAE itu apa saja saya tidak paham. Mobil apa yg cocok pakai oli SAE 20W-50, apa yang cocok utk SAE10W-40, SAE 10W-30 pun saya tidak paham sama sekali.
Seingat saya dulu kalau ganti oli mobil, tinggal bawa ke bengkel, serahkan semua ke mekanik yang tentukan. Paling sesekali lihat iklan oli merk A, pas ke bengkel, saya minta merk tersebut. Tapi kalaupun kita misalnya meminta merk Oli A, begitu mekanik atau pemilik bengkel bilang, jangan merk A, karena oli nya cepat menguap, menimbulkan kerak, oli merk A hanya jago di promosi iklan saja; kita langsung tergagap dan minta dicarikan merk oli lain yang bagus dari rekomendasi pemilik bengkel atau mekanik, yang kita anggap paling paham mengenai oli.Â
Kalau SAE saja tidak paham, kandungan lubrikan isinya apa saja kita tidak mengerti, saya tidak heran kita mudah termakan ancaman "kalau pakai oli merk lain, kendaraan akan cepat rusak dan garansi tidak berlaku".
Membedakan Kualitas Oli Dan Oli Sintetik
Oli yang baik bukan dibedakan berdasarkan merk. Melainkan base oil dan additive yang digunakan. Apabila additive hanya tersedia sedikit pilihan yang banyak digunakan produsen lubrikan: Lubrizol, Infineum dan Afton; maka untuk base oil, oli dibedakan atas 5 group kualitas :
Base Oil Group 1 : dikenal dengan nama Oli Mineral
Base Oil Group 2 : kualitas diatas Group 1 tapi masih dikenal juga sebagai Oli Mineral
Base Oil Group 3 : diproses penyulingan melalui laboratorium dan tehnologi, dikenal dengan nama Oli Sintetik
Base Oil Group 4: dikenal dengan nama G4 APO
Base Oil Group 5 : kualitas tertinggi, tidak umum digunakan dan sangat mahal.
Base oil yang banyak digunakan di Indonesia umumnya adalah Base Oil Group 1 dan Group 2. Hal ini ditandai dengan harga oli yang lebih murah. Namun saya perhatikan, sekitar 5 (lima) tahun belakangan ini mulai muncul banyak produk lubrikan yang menggunakan Base Oil Group 3, yang dikenal dengan nama Oli Sintetik.
Oli Sintetik adalah oli yang telah diproses untuk menghasilkan base oil yang lebih murni dengan membuang unsur-unsur mineral yang tidak bermanfaat atau merugikan dalam proses pelumasan di dalam mesin kendaraan. Karena diproses lebih baik, dan sifatnya yang telah membuang unsur-unsur mineral yang tidak bermanfaat sehingga lebih murni, oleh sebab itu oli sintetik memiliki harga jual yang jauh lebih mahal. Kalau saya tidak salah ingat, paling murah harga oli sintetik di kisaran Rp 90.000-an/liter.
Kalau kini banyak produsen lubrikan berbondong-bondong menjual oli sintetik, tidak demikian dengan sebelum Tahun 2000-an. Karena di jaman dulu menggunakan oli mineral Group 1 saja sudah cukup untuk kebutuhan mesin kendaraan di saat itu. Belum lagi konsumen di saat itu belum mengenal Oli Sintetik sama sekali, bahkan masyarakat diberikan informasi yg salah kalau oli sintetik itu oli buatan (bukan dari bahan dasar minyak mentah) sehingga cepat menguap, menimbulkan berkerak dan merusak mesin kendaraan.Â
Saya jadi teringat pada Oli Top1. Oli Top1 dari Amerika masuk ke Indonesia Tahun 1978, dan menjadi pelopor penjualan Oli Sintetik di Indonesia sekitar Tahun 1990-an. Namun karena Base Oil Group 3 harga nya lebih mahal, Top1 kemudian meluncurkan produk Semi Sintetik yang harganya lebih terjangkau konsumen, yaitu campuran antara Base Oil Group 2 dengan Base Oil Group 3.Â
Top1 bisa mempelopori penjualan Oli Sintetik dan Oli Semi Sintetik karena memiliki keunggulan tehnologi yang dibawa dari Amerika. Jangan lupa, Oli Top1 di proses di fasilitas blending milik sendiri di Amerika, kemudian di impor masuk ke Indonesia dan dipasarkan di Indonesia melalui PT Topindo Atlas Asia. Klaim : Made in USA yang ada di kaleng Top1 saat itu bukan klaim asal nyebut, istilah jaman kita sekarang, klaim : Made in USA nya Top1 bukan kaleng-kaleng.
Imbas penjualannya? Jangan ditanya. Saya mendapat informasi dari founder Top1 Indonesia bahwa di masa tersebut, container oli Top1 yang masih dalam perjalanan dari Amerika menuju Indonesia, belum tiba di Tg Priuk, sudah laku dibeli distributornya. Jualan Oli Top1 masa itu bak jualan kacang goreng.
Namun kesuksesan dan kejayaan Oli Top1 di masa tersebut juga membuat banyak pihak kebakaran jenggot. Hingga sekitar Tahun 2007, Top1 mendapat banyak Black Campaign yang diduga dilakukan oleh perusahaan pesaing.Â
Black Campaign yang menyerang Oli Top1 saat itu antara lain : Oli Sintetik bukan berasal dari minyak bumi, tapi minyak buatan. Karena buatan, maka sifatnya cepat menguap.Â
Oli Top1 selain cepat menguap, juga menimbulkan kerak di dalam mesin mobil. Sayangnya saat itu manajemen Top1 Indonesia tidak berupaya maksimal menangkis black campaign yang menyerang mereka. Pemilik dan Manajemen Top1 saat itu percaya bahwa black campaign cukup dibalas dengan kebajikan, tidak perlu dibalas dengan black campaign lain, juga tidak perlu ditangkal. Namun black campaign tersebut ternyata mempengaruhi konsumen.
Masih teringat baik dalam benak saya; Bulan November 2012, sebulan sebelum saya bekerja di Top1 Indonesia, saya melakukan survey ke bengkel bengkel mobil dan motor yang tersebar dari Jakarat Timur, Cibubur hingga Bogor. Saya ingin mengetahu bagaimana pandangan mekanik dan pemilik bengkel terhadap Oli Top1, dengan demikian saat saya bergabung kelak saya sudah tahu apa yang harus dilakukan dari awal.Â
Saat saya tanya pandangan mereka mengenai Oli Top1, mereka langsung menjawab : Oli Top1 gak bagus karena sering menguap dan menimbulkan kerak di mobil. Namun saat saya tanyakan lebih lanjut apakah konsumen mereka mengalami langsung dan mereka melihat secara langsung oli Top1 menguap, atau memedah mesin dan menemukan kerak di mesin mobil yang menggunakan Oli Top1, semua menjawab serentak : Oh tidak, kami hanya katanya orang saja. Betapa dahsyatnya Black Campaign yang menyerang Oli Top1, sampai "katanya" orang lain saja sudah langsung dijadikan referensi.
Namun 20 hingga 25 tahun semenjak Oli Top1 memperkenalkan Oli Sintetik, yang awalnya Oli Sintetik dihantam dengan Black Campaign, kini ramai-ramai produsen lubrikan memasarkan produk oli sintetiknya. Mengapa? Karena memang Oli Sintetik lebih baik dan aman bagi mesin kendaraan. Mobil-mobil baru kini juga lebih merekomendasikan penggunaan oli sintetik daripada oli mineral, terutama mobil-mobil premium dari Eropa.
ATPM, bersainglah secara gentlement
Kembali ke pembahasan kita, dengan pengalaman dan keyakinan saya selama ini, saya bisa menyimpulkan bahwa tidak ada yang namanya Oli Merk A, B, C, D merusak mesin suatu merk kendaraan (karena tidak pakai oli "resmi"nya). Tindakan mekanik menakut nakuti konsumen agar menggunakan oli "resmi" ATPM hanya lah pembodohan yang dilakukan ATPM kepada konsumennya.Â
Konsumen harusnya cukup diinformasikan mengenai SAE dan API Service yang sesuai dengan mesin kendaraan. Selanjutnya apapun pilihan merk lubrikan yang dipilih konsumen, hargai. Toh ATPM sudah unggul bersaing dengan membatasi merk lubrikan yang bisa dijual di jaringan bengkel resminya. Tidak perlu menakut-nakuti dan membodohi masyarakat dengan informasi yang salah lagi kan.Â
Saya juga beberapa kali telah mengalami kejadian "ditakut-takuti" saat servis mobil saya di bengkel resmi. Tahun 2013 - 2014, sebagai eksekutif di Oli Top1 Indonesia, saya mendapat fasilitas "jatah" oli untuk mobil saya. Saat saya membawa mobil saya ke bengkel resmi dan menyampaikan niat menggunakan oli pilihan sendiri, lalu saya menunjukkan Oli Sintetik Top1 Evolution yang saya bawa, Service Advisor dan Mekanik serta merta "mengancam" kalau pakai oli bukan resmi ATPM, mesin mobil cepat rusak dan garansi hilang. Sambil mengurut dada, saya bicara dalam hati sendiri.... : "Come on..., saya sdh "belajar" di Top1. Tidak semua orang bisa dibodohi lah".Â
Ayolah, tidak ada yang melarang ATPM mendapat keuntungan tambahan melalui penjualan sparepart dan lubrikan, tapi tidak perlu sampai menakut nakuti dengan informasi yang sesat demi keuntungan sepihak semata mata. Biarkan masyarakat yang menilai dan memilih oli favoritnya sepanjang SAE dan API Servicenya sesuai, bukan apa merknya.
Tips memilih Oli
Kalau boleh saya simpulkan dari tulisan saya, oli terbaik untuk kendaraan kita adalah Oli Sentetik. Namun karena terlalu mahal, Oli Semi Sintetik bisa jadi pilihan yang baik. Yang harus diperhatikan dalam memilih oli untuk kendaraan adalah informasi : SAEÂ dan API Service. Informasi ini bisa diperoleh dari buku manual, atau terkadang tertera di kap mesin.Â
Semakin tua usia mobil, dibutuhkan oli yang semakin kental. Semakin kental oli, semakin besar juga angka SAE nya. Mengapa mobil tua membutuhkan oli yang lebih kental? Karena mobil tua yang sdh dioperasikan belasan hingga puluhan tahun, setelah sekian lama terjadi gesekan di dalam mesin, tidak tertutup kemungkinan terjadi keausan komponen-komponen di dalam mesin.Â
Sehingga dibutuh`kan oli yang lebih kental untuk "menutup" celah keausan komponen mesin, kalau pakai oli encer di mobil tua, mesin mobil akan mengeluarkan bunyi yang mengganggu dan komponennya semakin aus. Sementara untuk mobil masa kini, dengan tehnologi yang semakin maju, bagian dalam mesin bisa dibuat lebih presisi. Dengan demikian dibutuhkan oli yang sangat encer agar bagian-bagian yang presisi tersebut tetap dapat dilumasi dengan baik. Satu lagi, jangan lupa juga cek rekomendasi API Service nya yah. Salah mengaplikasikan SAE oli lah yang lambat laun dapat merusak mesin kendaraan.
Oh yah, membeli oli yang tepat utk kendaraan kita memang wajib hukumnya. Agar mesin kendaraan kita tampil sempurna. Tapi akan luar biasa kalau kita memilih produk oli yang tidak hanya memberikan manfaat bagi kendaraan kita, tapi juga memberikan manfaat bagi sesama saudara sebangsa kita yang membutuhkan.Â
Lho emang bisa? Iya, saya dengar sejak tahun lalu, Oli Top1 menjalankan Program #KebaikanTanpaBatas. Dimana setiap botol oli Top1 yang terjual, Top1 Indonesia menyisihkan dana untuk Program CSR, seperti pembangunan sekolah di daerah terpencil, dan kegiatan sosial lainnya. Keren kan kalau uang yang kita keluarkan selain bisa menjaga mesin kendaraan kita juga secara tidak langsung telah ikut membantu kesejahteraan saudara kita?.Â
Salam Cerdas Memilih Oli,
Freddy Kwan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H