Memasuki Tahun Ajaran Baru saat saya duduk di kelas 2 SMA, setelah selesai memilih perwakilan kelas untuk duduk di Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMA dimana saya bersekolah, selanjutnya MPK bertugas melakukan pemilihan Ketua OSIS SMA yg demokratis. Namun sayangnya saat itu hanya ada 1 (satu) calon tunggal dan kuat untuk kandidat Ketua OSIS : H. Semua siswa SMA di sekolah saya yakin H akan memenangkan pemilihan ini, sehingga tidak ada yang berani menantang dominasi H dalam kontes Pemilihan Ketua Umum OSIS SMA. Pertimbangan semua orang :
1. H memiliki pergaulan (Sumber Daya) yg luas, mengenal dan dikenal hampir seluruh seluruh siswa SMA dari kelas 1 hingga kelas 3Â
2. H telah aktif ikut organisasi (Track Record) OSIS sejak SMA kelas 1
3. Ketua OSIS SMA Periode sebelumnya, M telah memberikan tanda-tanda secara tersirat mendukung H menjadi pengganti dirinya sebagai Ketua OSIS untuk periode setelah dirinya.
Dengan ketiga pertimbangan tersebut, siapa yang berani menantang H?. "Buang-buang energi dan memalukan diri sendiri saja kalau berani maju melawan H" kata semua siswa di SMA saya.
Saya sendiri dari masa SD sampai kelas 1 SMA tergolong siswa yang sangat biasa saja, hanya berteman dengan sebagian kecil siswa (itupun karena pernah sekelas dulu nya entah di SD atau SMP), bukan tipe cowok gaul banget. Â Kebetulan saya mengenal baik Ketua MPK yang merupakan sahabat baik saya di SMP. Karena pemilihan Ketua OSIS harus dilakukan secara demokratis, maka sahabat saya, Ketua MPK sibuk memutar otak dan berkeliling dari satu kelas ke kelas merayu siswa lain untuk bersedia ikut serta dalam pemilihan Ketua OSIS Periode tersebut.
Hingga hari terakhir pendaftaran kandidat Ketua OSIS, Ketua MPK akhirnya menyerah, lalu secara tidak sengaja curhat kepada saya, meminta saya sebagai sahabatnya berkenan ikut serta dalam kontes pemilihan Ketua OSIS, demi nama baiknya. "Jangan sampai gua dikenang sebagai satu-satunya Ketua MPK yang tidak berhasil melakukan pemilihan Ketua OSIS secara demokratis. Soalnya dari jaman dulu hingga tahun kemarin, semuanya demokratis ada lebih dari 1 (satu) calon. Tolong yah gua dibantu". Atas nama pertemanan, saya mendaftar di hari terakhir.
Singkat kata saya menjadi penantang kandidat favorit dan berada di posisi Underdog. Sebagian besar siswa bahkan tidak mengenal saya. Saya menyadari fakta bahwa sumber daya saya kalah telak dan juga belum memiliki pengalaman dalam organisasi sama sekali. Bagi sebagian besar siswa, saya hanya mempermalukan diri sendiri karena sudah pasti kalah, namun bagi saya, saya sudah membantu sahabat baik saya. Apalah artinya malu karena kalah bertarung dibandingkan nilai persahabatan.
Setelah mendaftar, proses selanjutnya Ketua MPK membawa saya dan H berkunjung ke seluruh kelas dari kelas 1 sampai kelas 3 SMA untuk diperkenalkan sebagai kandidat Ketua OSIS. Saat Ketua MPK memperkenalkan H, semua siswa bertepuk tangan. Sebaliknya saat memperkenalkan saya, sebagian besar siswa melongo mungkin sambil bertanya : siapa dia?..
Dari perasaan tahan malu demi teman, karena hampir tidak ada yg memberikan apresiasi saat Ketua MPK memperkenalkan saya ke seluruh kelas, saya menjadi banyak berpikir. Saya tidak mau kalah. Saya mau diapreasiasi. Saya mau ditepuktangan juga saat nama saya disebut. Sejak itu saya berubah dari menyerah pada nasib kalah menjadi seorang pejuang dari posisi underdog.
Saya bergerilya dari satu kelas ke kelas lain. Saya melakukan survey apa pendapat masing2 siswa terhadap organisasi OSIS? Apa kekurangan dimata mereka? Apa harapan mereka kpd OSIS dan Ketua OSIS yang baru kelak? Semua saya rangkum dan susun dalam rencana kerja. Yg kurang, saya berikan solusi perbaikan. Yang menjadi harapan, saya jadi prioritas kerja. Yang sudah baik, saya pertahankan dalam program kerja.