Roti, kini telah menduduki urutan ketiga setelah nasi dan mie sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia. Berdasarkan data Euromonitor, prospek bisnis roti dan kue di Indonesia hingga Tahun 2020, diperkirakan mencapai Rp 20,5 Triliun per tahun, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan penjualan periode dari Tahun 2014 -- Tahun 2020 adalah sebesar 10%.Â
Pelaku usaha binis roti dan kue di Indonesia saat ini masih didominasi oleh UKM sebesar 60%, produsen besar 20% dan sisanya perusahaan roti artisan. Jumlah produsen besar roti di Indonesia pun masih bisa dihitung dengan jari : Sari Roti, My Roti, Sharon, Garmelia, Mr Bread, Paroti dan lainnya. (Sumber : kontan.co.id Tgl 30 Oktober 2017)
Besarnya pasar roti di Indonesia memang menggiurkan bagi pelaku bisnis untuk terjun. Terbukti setelah melihat catatan penjualan dan laba sebuah perusahaan roti di Indonesia yang diekspose semenjak menjadi perusahaan publik, perusahaan bakery terbesar di Jepang segera masuk menggandeng pemain retail besar di Indonesia dengan merk My Roti.
Dari pengalaman saya bekerja di sebuah perusahaan roti sebelumnya, terdapat pembeda utama antara produk roti dengan FMCG lainnya (biscuit, snack, minuman kaleng, rokok, dll).Â
Pembeda utama dan sangat krusial ini tersebut adalah USIA PRODUK yang pendek. Dan karena usia produknya yang pendek ini, maka pendekatan penjualannya pun berbeda dengan produk-produk yang memiliki usia lebih panjang.
 Saya sendiri membutuhkan waktu 6 (enam) bulan untuk mempelajari karakter bisnis roti, peluang dan strategi yang tepat, setelah rutin berkunjung ke pelaku pasar, distributor, melihat cara kerja mereka serta berdiskusi; baru saya aktif meluncurkan program penjualan mulai Semester- 2 Tahun 2011 dan kemudian disempurnakan di Tahun 2012.Â
Hasilnya, pertumbuhan penjualan di Tahun 2011 = 33% dan di Tahun 2012 = 47% (saya bergabung di sebuah perusahaan roti nasional di Tahun 2011-2012). Tentu saja kinerja baik ini tidak bisa dihasilkan hanya dari kerja sendiri, melainkan dukungan dan kerja sama yang baik dengan team serta manajemen.
Dan faktor utama usia produk roti yang pendek, yaitu hanya 4 hari, ini menjadi tantangan yang tinggi mulai dari proses penyediaan bahan baku & produksi, distribusi hingga pendekatan penjualan. Perencanaan produksi sepenuhnya bergantung pada keakuratan analisa team penjualan yang dikirim seminggu sekali ke bagian PPIC.
Bagian PPIC sendiri juga memilki tantangan menyediakan bahan baku produksi yang pas, dalam arti stok bahan baku tidak berlebih juga tidak sampai kekurangan. Setelah selesai di produksi, team distribusi wajib segera memilah produk per konsumen (distributor / agen / toko modern) dan mengatur distribusi di hari itu juga ke distributor / agen (GT) atau Distribution Center (MT).Â
Demikian juga di level distributor, agen dan toko modern, setelah menerima kiriman roti, wajib langsung dikirim ke reseller / outlet retail pada hari itu juga. Keterlambatan pengiriman dari pabrik ke distributor, agen  & toko modern, maupun keterlambatan dari distributor & toko modern ke reseller / retail outlet, menyebabkan usia roti saat di display berkurang. Semakin berkurang usia roti di display, maka semakin tinggi potensi retur penjualan.
Khusus mengenai retur penjualan, memang keterlambatan pengiriman bukan satu satunya faktor meningkatnya angka retur penjualan. 2 (dua) faktor yang menyebabkan tingginya retur adalah :