Mohon tunggu...
FRAZILA HANZELA
FRAZILA HANZELA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Hukum, Universitas Andalas

Seorang yang suka traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus Arbitrase PT. Bintang Express Sarana vs PT. Wijaya Karya Realty

15 Oktober 2024   22:37 Diperbarui: 15 Oktober 2024   22:43 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat. Ini berarti bahwa setelah majelis arbitrase mengeluarkan putusan, keputusan tersebut tidak bisa diajukan banding ke pengadilan umum, kecuali dalam kondisi yang sangat terbatas seperti yang disebutkan dalam Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999. Kekuatan putusan arbitrase ini adalah salah satu alasan utama banyak perusahaan di Indonesia memilih jalur arbitrase untuk menyelesaikan sengketa komersial mereka. Hal ini memberikan kepastian hukum dan menghindari proses litigasi yang panjang dan mahal.

Namun, dalam kasus ini, meskipun putusan BANI seharusnya mengikat dan final, PT WIKA Realty memilih untuk menggugat keputusan BANI di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, dengan alasan adanya cacat dalam prosedur arbitrase. Pengadilan Negeri kemudian memutuskan untuk membatalkan putusan BANI, mengutip adanya kesalahan dalam proses arbitrase yang melanggar ketentuan hukum formil. Hal ini jarang terjadi, namun memberikan contoh bahwa dalam kondisi tertentu, pengadilan memiliki kewenangan untuk membatalkan putusan arbitrase

Tingkat Kasasi di Mahkamah Agung

Kasus ini sampai ke tingkat kasasi. Tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang membatalkan keputusan arbitrase, PT Bintang Express Sarana kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung dalam putusannya mengembalikan dan menguatkan keputusan awal dari BANI, menyatakan bahwa tidak ada kesalahan prosedural yang signifikan yang dapat membatalkan putusan arbitrase tersebut. Ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung memberikan kepastian hukum terhadap putusan arbitrase, sesuai dengan prinsip bahwa arbitrase harus dihormati dan bersifat final.

Mahkamah Agung dalam putusannya menegaskan bahwa arbitrase yang dilakukan oleh BANI telah memenuhi prosedur hukum yang berlaku dan tidak ditemukan cacat formil yang signifikan. Dengan demikian, putusan arbitrase tetap berlaku dan mengikat. Hal ini menegaskan kembali prinsip dalam UU No. 30 Tahun 1999 bahwa arbitrase harus dihormati sebagai bentuk penyelesaian sengketa yang sah, kecuali jika ditemukan bukti kuat adanya pelanggaran hukum atau ketertiban umum.

Analisis dan Implikasi

Kasus ini mencerminkan pentingnya arbitrase dalam sistem penyelesaian sengketa di Indonesia. Proses arbitrase memberikan penyelesaian yang lebih cepat dan efisien dibandingkan pengadilan umum, yang sering kali melibatkan proses litigasi panjang dan biaya tinggi. Penggunaan arbitrator yang ahli dalam bidang tertentu juga membantu memastikan bahwa keputusan yang diambil berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang isu teknis yang mungkin tidak dipahami oleh hakim di pengadilan umum.

Namun, kasus ini juga menunjukkan bahwa meskipun arbitrase bersifat final, selalu ada kemungkinan intervensi pengadilan. Pengadilan negeri masih memiliki kewenangan untuk membatalkan putusan arbitrase dalam situasi tertentu, seperti ketika ditemukan pelanggaran prosedur yang signifikan atau ketika keputusan tersebut melanggar ketertiban umum. Dalam praktiknya, pembatalan putusan arbitrase oleh pengadilan sangat jarang terjadi, kecuali terdapat bukti kuat mengenai pelanggaran serius.

Keputusan Mahkamah Agung dalam kasus ini memberikan kepastian hukum yang penting, menegaskan bahwa putusan arbitrase yang telah melalui prosedur yang benar tidak dapat dengan mudah dibatalkan oleh pengadilan. Ini memberikan jaminan bagi para pihak yang memilih arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa bahwa hasil akhirnya akan dihormati, dan tidak ada banding atau kasasi yang akan merusak finalitas putusan arbitrase.

Kesimpulan

Kasus PT Bintang Express Sarana vs PT Wijaya Karya Realty menunjukkan bagaimana arbitrase bekerja di Indonesia, mulai dari proses pengajuan gugatan ke BANI hingga penegakan putusan oleh Mahkamah Agung. Proses arbitrase dalam kasus ini berjalan sesuai dengan UU No. 30 Tahun 1999, yang menegaskan bahwa arbitrase adalah metode penyelesaian sengketa yang final dan mengikat. Meskipun ada upaya dari pihak yang kalah untuk menggugat putusan arbitrase di pengadilan, Mahkamah Agung akhirnya memutuskan untuk menguatkan keputusan arbitrase BANI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun