Dalam Confiteor terdapat penggalan kalimat berupa: “… Saya telah berdosa dengan pikiran dan …”. Ini menunjukan bahwa dosa juga menyerang pikiran (akal budi manusia). Apabila dosa yang telah mengurung pikiran manusia, akibatnya dosa berpotensi membujuk manusia untuk membuang gambar Allah dalam akal budinya, bahkan dalam hatinya. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan tentang dosa dan efeknya terhadap akal budi manusia serta upaya manusia untuk mengenal kembali pribadi Allah guna meng-counter dosa yang telah menyerang pikiran manusia.
Definisi Dosa
Dosa adalah suatu konsep religius. Dosa itu adalah suatu pelanggaran tatanan atau kepentingan sosial yang digariskan dalam suatu hukum; bahkan pula terutama sebagai suatu tindakan yang tidak menghormati nilai dan ideal tertentu, tetapi penghianatan relasi dengan Allah. Dengan kata lain, dosa itu berkaitan dengan sesuatu yang jahat, sesuatu yang bertentangan dengan kehendak, perkataan, atau hukum Tuhan; sesuatu yang tidak seperti yang diharapkan oleh Tuhan dan menjadi suatu penyimpangan dari hukum atau norma ilahi (lex divina).
Tindakan-tindakan Dosa
Harold Wilmington memaparkan tindakan-tindakan dosa sebagai berikut. Secara umum[1], ada banyak tindakan-tindakan dosa yang dapat ditemukan dalam Kitab Suci, seperti: Hawa nafsu (lust): Perzinahan (2Sam. 11:4), pelecehan anak (Mat. 18:6, 10), homoseksualitas (Kej. 19:5; Rom. 1:24-27), inses (Kej. 19:33-36), poligami (Ul. 17:17; 1Raj 11:1-11), pelacuran (Kej. 38:15; 1Kor. 6:15), pemerkosaan (2Sam. 13:14). Kesombongan (pride): Ams. 16:18; 2 Taw. 26:16; Ketamakan (greed, avarice): (Yos. 7:1, 20-21; Luk. 12:15; Iri hati (envy): 1 Sam. 18: 8-9; Gal. 5:21, 26; Kemarahan (wrath, anger): Bil. 20: 7-11; Mat 5:22; Kerakusan (gluttony): Ams. 23:21; Mat 11:19; Kemalasan (sloth): Tit. 1:12; 2 Tes. 3:10). Selain itu juga, ada lagi bentuk-bentuk dosa seperti: Dosa ketidaktahuan (sins of ignorance; bdk. Luk. 23:34a), dosa kelemahan (sins of infirmity; bdk. Mat. 26:41), dosa kecerobohan (sins of carelessness; bdk. 1Kor. 8: 9), dosa yang berhubungan dengan kematian jasmani dan rohani (sins related to physical and spiritual death - kematian jasmani [bdk. Kis. 5:1-11] dan kematian rohani [bdk. Mat. 12:31 -32]), dan sebagainya.
Dengan melihat bentuk-bentuk dosa tersebut dapat dipahami bahwa manusia rentan terhadap perbuatan dosa. Oleh karena itu, rasul Yakobus dalam suratnya mengajak kita untuk melatih diri dan mengekang tubuh serta pikiran agar dijauhkan dari perbuatan-perbuatan dosa (Yak. 3:2). Dalam hal ini, peranan suara hati dalam mengambil keputusan bertindak sangatlah penting.
Efek dari Dosa
Salah satu konsekuensi atau efek dari tindakan dosa ialah tidak mengakui adanya keberadaan Tuhan. Rik Peels dalam artikelnya, Sin and Human Cognition of God, membedaan tiga jenis konsekuensi dari perbuatan dosa, yaitu: Pertama, efek eksistensial. Dosa dapat dianggap memiliki konsekuensi eksistensial tertentu, seperti pemisahan manusia dari Allah. Hal ini mengakibatkan manusia kehilangan relasi dengan Allah. Hilangnya relasi ini membentuk jurang pemisah antara manusia dan Allah. Kedua, efek afektif. Inti efek afektif ini ditimbulkan dari hati yang mengarah kepada suatu kejahatan. Bentuk dari efek afektif dari dosa yaitu iri hati, sombong, rasa benci, dan sebagainya dan diarahkan kepada sesama dan bahkan kepada Allah. Ketiga, efek kognitif. Inti dari efek ini ialah mengenai tindakan dosa yang ditimbulkan oleh keadaan pikiran manusia. Bentuk dari efek dosa ini ialah tidak mengakui adanya Allah, tidak mengenal-Nya atau ‘mematikan’ Allah dalam pikiran manusia. Dalam praktek terhadap sesama, pikiran yang jatuh ke dalam dosa direalisasikan terhadap berbagai bentuk penipuan.
Ketiga jenis konsekuensi dari dosa ini bukanlah hal yang terpisah, melainkan saling berkaitan. Ketiga jenis ini lahir dari setiap tindakan dosa yang dilakukan oleh manusia. Dengan kata lain, setiap perbuatan dosa yang dilakukan oleh manusia berakibat pada hubungan (jauh-dekat) dengan-Nya, keadaan hati terhadap-Nya, dan keadaan pikiran (akal budi) terhadap-Nya.
Dosa mempengaruhi Akal Budi Manusia
Salah satu unsur integral manusia dalam mempertanggungjawabkan tindakannya ialah unsur pengetahuan (tahu). Dalam unsur ini, akal budi memiliki peran yang penting dalam unsur pengetahuan. Akal budi menyelubungi keseluruhan keadaan pikiran manusia. Dosa juga mempengaruhi akal budi manusia. Dalam hal ini, Rik Peels menampilkan tiga cara dosa mempengaruhi akal budi manusia, yaitu:
Pertama, dosa mempengaruhi kemampuan kognitif. Kemampuan kognitif dalam konteks ini ialah kemampuan manusia untuk memahami yang baik dan jahat. Lebih tepatnya, dosa menyerang mekanisme mental seseorang yang mengakibatkan seseorang tersebut kehilangan kemampuan kognitif. Kedua, dosa menghilangkan pengetahuan khusus, atau ketidakpercayaan. Salah satu bentuknya ialah hilangnya keyakinan bahwa Allah itu ada. Ketiga, dosa mempengaruhi sisi afektif manusia. Dosa berusaha menghapus Allah dalam hati manusia atau mematikan kepercayaan manusia terhadap Allah. Sampai dengan cara ini, manusia telah berada di tingkat terendahnya sebagai imago Dei. Dengan kata lain, dosa berusaha untuk membunuh rahmat Allah dalam diri manusia.
Jadi, dosa mengakibatkan manusia kehilangan kepercayaan yang benar tentang Tuhan. Manusia gagal mempergunakan pengetahuan (akal budi) yang dimiliki oleh dirinya untuk mengenal Tuhan. Dosa yang menyerang akal budi manusia ini membuat manusia jatuh pada kekosongan dengan membuang gambar Allah dalam akal budinya yang kemudian menjalan ke hatinya pula.
Counter-Attack: Upaya untuk mengenal Allah kembali
Dalam doa yang diajarkan oleh Yesus Kristus, ada penggalan kalimat yang berbunyi, “... dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskan kami dari pada yang jahat.” (Mat 6:13). Pada kalimat tersebut terdapat kata “yang jahat”. Arti dari “yang jahat” adalah keinginan manusia untuk berbuat dosa atau kecenderungan manusia untuk melanggar hukum ilahi. Dosa itu menelurkan murka Tuhan. Murka Tuhan dimanifestasikan dalam terdegradasinya moral dan maraknya kejahatan manusia.
Walaupun demikian, Tuhan akan memberikan pengertian [pengetahuan] dalam segala sesuatu (2 Tim 2:7) kepada manusia. Pengetahuan afektif memiliki peran penting dalam meng-counter dosa. Pengetahuan afektif berpusat pada hati nurani manusia. Hati seseorang adalah sumber dari pengetahuan dan pertimbangan seseorang (lih. Luk 5:22). Hati juga adalah pusat kehidupan seseorang, khususnya coram Deo (lih. Mat 5: 8; Mrk 8:17; Kis 4:32, 16:14; 1 Kor 14:25).[8]
Manusia memperoleh pengetahuan tentang Tuhan melalui proses pewahyuan. Manusia memperoleh pengetahuan (pengenalan) tentang Allah berdasarkan wahyu yang ditemukan dalam alam semesta. Sumber pengenalan ini lebih kuat (Rom 1:19). Melalui pewahyuan ini, manusia menemukan kembali kepercayaan kepada sifat-sifat tertentu yang dimiliki Tuhan, seperti kemahakuasaannya. Gagasan ini diperkuat melalui kutipan Kitab Suci, seperti Mzm 19:2 dan Kis 14:17. Hal ini berati bahwa Allah secara kontinuitas menyatakan diri-Nya dalam pekerjaan dan perbuatan-Nya. Jadi, dalam keadaan keberdosaan manusia, kemampuan kognitif masih berfungsi untuk menghasilkan kepercayaan tertentu yang benar tentang Tuhan berdasarkan wahyu-Nya di alam.
Selain itu, Tuhan menanamkan senjata rahasia-Nya pada setiap manusia dengan memberikan Penolong yang lain, yaitu Roh Kebenaran (Yoh 14:16-17). Roh Kebenaran itu tinggal bersama dengan manusia. Oleh karena itu, perlu adanya kerja sama antara manusia dan Roh Kebenaran itu agar manusia tetap konsisten menjaga martabatnya sebaga imago Dei melalui tindakan-tindakannya yang menggambarkan tindakan Allah.
Penutup: Jalan Pulang yang Indah
Manusia harus selalu sadar akan kodrat dirinya sebagai imago Dei yang diciptakan dengan penuh cinta. Karena itu, manusia perlu memancarkan keindahan manusiawinya yang sejati. Dalam proses mencari dan memancarkan Allah, manusia bisa jatuh dalam dosa. Dosa menyerang pikiran dan menjalar hingga ke hati manusia. Oleh karena itu, manusia tidak hanya sekedar memancarkan keindahan Sang Pencipta, dalam hidupnya manusia akan terus menerus mencari dan melalui proses melatih hati nurani dan melalui ‘metanoia’ (penyesalan dari dosa) agar sampai pada kesatuan dengan Allah. Dengan demikian, itulah gambaran wujud manusia yang sesuai dengan kodratnya, yakni mahkluk yang memancarkan keindahan sekaligus mencari sumber pancaran keindahan, yaitu Allah dengan menyusuri jalan pulang yang indah.
Sumber Bacaan:
Nadeak, Largus. Topik-topik teologi Moral Fundamental: Memahami Tindakan Manusiawi dengan Rasio dan Iman. Medan: Bina Media Perintis, 2015.
Peels, Rik. Sin and Human Cognition of God. [tanpa tempat]: Scottish Journal of Theology, 2011. (https://www.researchgate.net/publication/231786651_Sin_and_human_cognition_of_God).
Wilmington, Harold. The Doctrine of Sin. [Tanpa tempat]: Liberty Univeristy, 2018. (https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://core.ac.uk/download/pdf/158970331.pdf&ved=2ahUKEwjViv7f3a7tAhVV6XMBHTPEAt0QFjAJegQIERAB&usg=AOvVaw2c6uDfbuBs8aY-2IRl069L).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H