Betlehem juga bisa dikatakan sebagai simbol untuk kita menerima kasih karunia Allah kepada kita semua umat beriman. Jika kita ingin mendapatkan kasih karunia tersebut, kita harus menjadi orang yang lebih rendah hati seperti yang dikatakan pada kalimat-kalimat sebelumnya.Â
Kasih karunia yang berasal dari Allah itu sebenarnya merupakan suatu hal yang dapat kita dapatkan melalui orang-orang yang ada di sekitar kita maupun lewat tubuh Kristus yang kita santap ketika kita mengikuti perayaan ekaristi.Â
Menurut Paus Fransiskus "sesungguhnya hidup kita lahir dari Allah Bapa, dari keinginannya untuk menganugrahkan kelimpahan dalam hidup kita." Dari ungkapan Paus ini kita juga diajak untuk bersyukur jika kita merupakan orang yang sudah dapat merasakan kasih karunia Allah dalam hidup kita.
  Oleh karena itu, sekarang kita sebagai umat manusia khususnya umat katolik harus mengikuti apa yang telah Tuhan kita Yesus Kristus lakukan, yang di mana dilahirkan dengan penuh kerendahan hati. Kita menanggapi hal tersebut dengan melakukan hal yang Tuhan Yesus lakukan, salah satu hal yang paling mudah menurut pandangan saya sebagai seorang seminaris, yaitu di saat kita rela untuk mengepel dengan menggunakan tangan.Â
Menurut saya hal itu adalah hal yang sederhana bagi kita umat manusia yang hanya menggunakan tangan sebagai alat dan kita hanya berlutut untuk melakukan hal tersebut. Tetapi, banyak orang yang menganggap remeh kegiatan semacam ini, padahal kegiatan mengepel macam ini sangat berguna untuk melatih kerendahan hati kita sebagai umat manusia apalagi kita sebagai seminaris yang disiapkan untuk menjadi calon imam.Â
Menurut Rm. Kartono, "kegiatan semacam ini melatih kita para seminaris untuk menjadi orang yang rendah hati yang di mana bisa disimbolkan dengan berlutut." Berlutut di sini berarti kita menganggap diri kita merupakan seorang manusia yang lemah dan tidak memiliki kekuasaan apapun, jadi kita para seminaris dilatih untuk terus merendahkan diri kita di hadapan sesama maupun di hadapan Tuhan.Â
Alasan inilah yang menjadikan cara mengepel semacam ini tidak dihilangkan di Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan, walaupun seiringnya perkembangan zaman yang terus berkembang secara pesat.Â
Selain itu, kita juga dapat melakukan beberapa cara yang lain untuk mengeluarkan sifat kerendahan hati yang kita miliki dengan cara mengucapkan permisi ketika kita lewat di hadapan orang. Tidak hanya itu saja, tetapi kita juga bisa menyapa seorang yang baru saja kita lewati kedua hal ini juga merupakan kegiatan yang kami para seminaris selalu melakukannya jika melewati guru, staf, dan kakak-kakak kelas.Â
Latihan inilah yang dapat melatih kita sehingga bisa menumbuhkan rasa rendah hati yang kita miliki. Hal inilah yang dapat kita perjuangkan, selain kita dapat menjadi orang yang lebih rendah hati kita juga dapat menjadi orang yang dapat merasakan kasih Allah dalam hidup kita dan hal itu semua dapat berguna bagi kita untuk mempersiapkan kedatangan Sang Juruselamat, yaitu Yesus Kristus.
 Dari penjelasan yang ada di atas, kita sebagai umat katolik diajak untuk menjadi orang katolik yang memiliki kerendahan hati seperti Tuhan Yesus Kristus yang dilahirkan di tempat yang kurang layak. Apalagi kita sekarang mempersiapkan kedatangan atau kelahiran Yesus yang akan dilaksanakan pada tanggal 25 Desember tepatnya pada perayaan Natal. Untuk menuju suatu kerendahan hati yang kita inginkan tersebut, tidak harus dengan tindakan yang rumit sehingga dapat menyulitkan diri sendiri.
 Sebenarnya cukup dengan melakukan cara yang mudah seperti yang sudah diterangkan pada paragraf keempat, walaupun hal tersebut nantinya tidak langsung merubah diri kita menjadi orang yang lebih rendah hati, tetapi setidaknya kita sudah melatih diri sehingga nanti dapat muncul suatu kebiasaan atau habitus yang akan menjadikan kita seorang yang  lebih rendah hati seperti Tuhan kita Yesus Kristus.