Mohon tunggu...
Fransiskus Adryanto Pratama
Fransiskus Adryanto Pratama Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Menulis untuk Keabadian

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pergi

29 April 2020   12:38 Diperbarui: 29 April 2020   12:30 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Langit sore itu tampak murung, hitam putih berkelabu menghalau biru

Sayup-sayup kicauan burung tak menyahut, selain detak jarum jam yang menggelinding pada dinding

Aku meringkuk diri, sedang bibirku lebih mengulum senyum

Khayalku dimana-mana berkelana, jejaknya meninggalkan pedih dalam sukmaku

Aku terlarut dalam bayang, ingin memiliki tetapi gamang disetiap temu

Kucoba untuk menepis, menghalau harap, tapi menikam jiwaku

Tuan atas hatinya, dihujam tinggal kenang dalam harap

Sementara ia menjauh, memilih pergi tinggalkan duka

Ia tak pernah mencintaiku, hanya sebatas suka tapi bukan cinta

Membunuh asaku, melahirkan dengki dalam sukamku

Jarak membentang, bagai jurang tak mendasar, aku dan dia kini berbeda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun