Mohon tunggu...
Fransiskus Jonathan Muljadi
Fransiskus Jonathan Muljadi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pelajar SMA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Protes Iklim: Kepedulian atau Gangguan

20 Mei 2024   15:35 Diperbarui: 20 Mei 2024   15:37 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan iklim telah menjadi isu global yang mendesak, mempengaruhi kehidupan jutaan orang di seluruh dunia. Dari peningkatan suhu rata-rata global hingga cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, dampak dari perubahan iklim ini tidak lagi bisa diabaikan. Fenomena ini disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida dan metana, yang memerangkap panas di atmosfer dan menyebabkan suhu Bumi naik. Perubahan iklim tidak hanya mengancam lingkungan alam, tetapi juga mengganggu keseimbangan ekosistem dan membahayakan kehidupan manusia.

Laporan terbaru dari IPCC menunjukkan bahwa dunia harus mengurangi emisi karbon hingga 45% pada tahun 2030 dibandingkan dengan level tahun 2010 untuk menghindari kenaikan suhu global lebih dari 1,5 derajat Celsius. Peningkatan suhu ini bisa menyebabkan peningkatan frekuensi bencana alam seperti banjir, kekeringan, dan gelombang panas, yang akan berdampak buruk pada kehidupan manusia dan ekosistem.

Protes-protes besar yang dilakukan oleh berbagai kelompok aktivis lingkungan di seluruh dunia menunjukkan tingkat kekhawatiran yang mendalam terhadap krisis ini. Ilmuwan, pelajar, dan masyarakat umum turun ke jalan untuk menuntut tindakan nyata dari pemerintah dan perusahaan besar dalam mengurangi emisi dan beralih ke energi bersih. Aksi-aksi ini mendesak petinggi-petinggi untuk menyelamatkan planet kita dari kehancuran lebih lanjut. Kegagalan untuk bertindak sekarang akan meninggalkan beban berat bagi generasi mendatang yang harus menghadapi konsekuensi dari kelalaian kita saat ini.

Meskipun urgensi perubahan iklim semakin dirasakan oleh banyak pihak, tidak semua orang menyambut baik cara-cara yang digunakan oleh beberapa kelompok aktivis dalam menyuarakan kekhawatiran mereka. Protes-protes terkait perubahan iklim sering kali dilakukan dengan cara yang mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti memblokir jalan raya, menghentikan arus lalu lintas, dan mengganggu layanan publik. Aksi-aksi yang dianggap berlebihan ini menimbulkan kontroversi dan memicu reaksi negatif dari berbagai lapisan masyarakat.

Baru-baru ini, di berbagai kota besar di seluruh dunia, aksi protes yang dilakukan oleh kelompok seperti Extinction Rebellion dan Fridays for Future menjadi headline berita. Di Inggris, ribuan demonstran memblokir jalan-jalan utama di London sebagai bagian dari protes mereka untuk menuntut tindakan yang lebih serius dari pemerintah terhadap krisis iklim. Sementara itu, di New York, para aktivis berbaring di tengah jalan dan mengganggu lalu lintas untuk menarik perhatian pada isu ini. Meskipun niat mereka adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya tindakan segera, metode yang digunakan sering kali dianggap mengganggu dan tidak efektif oleh sebagian masyarakat yang merasa terganggu dengan cara-cara radikal ini.

Protes yang mengganggu ini memicu debat panas tentang batas antara hak untuk berdemonstrasi dan dampak negatif dari aksi yang mengganggu kehidupan publik. Beberapa orang berpendapat bahwa tindakan ekstrem diperlukan untuk mendorong perubahan nyata, sementara yang lain merasa bahwa cara-cara yang lebih damai dan konstruktif akan lebih efektif dalam mencapai tujuan jangka panjang. Terlepas dari perbedaan pandangan ini, satu hal yang jelas adalah bahwa perubahan iklim tetap menjadi isu kritis yang membutuhkan perhatian segera dan solusi konkret.

Extinction Rebellion di Inggris

Salah satu aksi protes perubahan iklim yang sangat mengganggu aktivitas masyarakat terjadi di London, Inggris, yang diorganisir oleh kelompok Extinction Rebellion. Pada bulan April 2023, ribuan aktivis memblokir jalan-jalan utama di pusat kota London selama beberapa hari, termasuk area sekitar Marble Arch, Oxford Circus, dan Waterloo Bridge. Para demonstran memblokir arus lalu lintas dengan mendirikan tenda, panggung, dan bahkan menanam pohon di tengah jalan sebagai simbol tuntutan mereka untuk aksi iklim yang lebih tegas dari pemerintah.

Dampak negatif dari aksi ini sangat signifikan terhadap kegiatan masyarakat. Ribuan pengemudi dan penumpang transportasi umum terjebak dalam kemacetan parah, menyebabkan keterlambatan yang merugikan para pekerja, pelajar, dan bisnis lokal. Penghentian arus lalu lintas juga mengganggu distribusi barang dan layanan, yang berakibat pada kerugian ekonomi yang cukup besar bagi para pedagang dan perusahaan. Selain itu, layanan darurat seperti ambulans dan pemadam kebakaran mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas mereka dengan cepat karena terhalang oleh massa demonstran.

Protes yang berlangsung selama beberapa hari ini memicu kemarahan dan frustrasi di kalangan masyarakat yang merasa bahwa cara-cara radikal tersebut tidak hanya mengganggu kehidupan sehari-hari tetapi juga membahayakan keselamatan publik. Banyak yang berpendapat bahwa meskipun tujuan dari protes ini penting, metode yang digunakan harus dipertimbangkan kembali agar tidak merugikan masyarakat luas. Aksi ini memicu diskusi yang lebih luas tentang efektivitas protes dalam mendorong perubahan kebijakan tanpa harus mengorbankan kenyamanan dan keselamatan publik.

Greta Thunberg di Swedia

Aksi protes perubahan iklim yang sangat mengganggu aktivitas masyarakat terjadi di Stockholm, Swedia, pada bulan Maret 2024. Aktivis iklim terkenal Greta Thunberg dan sekitar 40 pengunjuk rasa lainnya memblokir pintu masuk utama ke gedung parlemen Swedia selama dua hari berturut-turut. Mereka duduk di depan pintu masuk dengan membawa spanduk bertuliskan "Keadilan Iklim Sekarang", memaksa anggota parlemen untuk menggunakan pintu lain guna memasuki gedung tersebut. Aksi ini berakhir dengan Thunberg dan beberapa demonstran lainnya diseret oleh polisi untuk membuka akses ke gedung parlemen.

Dampak negatif dari aksi ini terasa luas di masyarakat. Penutupan akses utama ke gedung parlemen mengganggu jadwal kerja dan kegiatan para pegawai pemerintah serta menghambat proses legislatif. Selain itu, tindakan ini menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat umum yang harus mengubah rute atau menunda perjalanan mereka. Banyak yang merasa frustasi dan marah karena aksi yang dianggap berlebihan ini, meskipun tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran tentang urgensi krisis iklim. Kritikus berpendapat bahwa metode protes semacam ini lebih merugikan daripada membantu, karena mengalienasi masyarakat yang mungkin seharusnya menjadi sekutu dalam perjuangan melawan perubahan iklim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun