Tanggal 01 Mei menjadi hari  yang sakral bagi kaum buruh di Indonesia dan Internasional. Tak kalah pentingnya tanggal 02 Mei menjadi hari yang sakral juga bagi dunia Pendidikan di Indonesia. Tapi masih adakah kesakralan itu terlihat kalau yang terlibat dalam aksi itu hanya segelintiran orang yang masih berjuang akan nasibnya.Â
Sementara mereka yang sudah hidup dalam zona nyaman hanya berpura - pura peduli saja dengan Hari Buruh atau bahkan hanya memanfaatkan Hari Buruh sebagai sarana untuk beristrahat dari rutinitasnya atau sekedar rekreasi kemana saja tanpa peduli makna Hari Buruh. Pun sama halnya dengan tanggal 02 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.Â
Masih adakah kesakralan dari perjuangan Ki Hajar Dewantara dari peristiwa sejarah masa lalu. Rasanya sama saja dengan hari Buruh peringatan itu hanya sekedar peringatan tanpa ada makna lagi yang terkandung didalamnya.Â
Banyak pelajar yang tidak paham apa itu Hari Pendidikan Nasional, bahkan ada yang tidak tahu siapa itu Ki Hajar Dewantara. Â Mereka hanya tahu tanggal 02 Mei itu datang ke sekolah upacara lalu pergi kesana - kemari bersenang - senang dengan kelompoknya.
Memang di jaman milenial seperti sekarang ini kita harus akui segala sesuatunya serba instan dan cepat sampai - sampai sesuatu yang memiliki nilai kesakralan yang harus tetap dijaga  lama - lama akan punah juga.Â
Ya itulah tugas kita bersama untuk tetap menjaga sesuatu yang memiliki nilai perjuangan itu. Banyak Buruh yang masih hidup dibawah garis kesejahteraan. Banyak juga masyarakat kita yang pendidikannya tinggi namun hidup dibawah garis kesejahteraan.Â
Buruh dan Pendidikan sama pentingnya dan selalu berkaitan erat. Tidak bisa dilepaskan hubungan antara Buruh dan Pendidikan. Keduanya harus selaras saling melengkapi. Kita semua adalah buruh tak peduli apapun jabatan yang kau emban, tak peduli apapun pendidikan yang kau punya.Â
Kita adalah Buruh selama kau masih bekerja diatas bayang - bayang jam kerja, perintah - perintah, target - target yang dituju. Bahkan seandainya kau pun pengusaha kau masih saja Buruh, Buruh untuk dirimu sendiri dan Buruh untuk keluargamu  meskipun kau mempekerjakan para Buruh.
Saat ini yang berpendidikan dan tidak berpendidikan tidak ada bedanya lagi. Sama - sama tidak memiliki akal sehat lagi. Orang -orang hanya peduli terhadap dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Kepedulian hanya sebatas diam yang bermakna pura - pura peduli.Â
Sadarlah bahwa kita semua hidup bukan hanya untuk diri sendiri, bukan hanya untuk keluarga, tapi ada hal yang lebih besar yaitu untuk Indonesia Tanah Air yang kita banggakan untuk maju dan memiliki kualitas.Â
Bagaimana kita bisa menjadi negara maju jika sekian puluh juta Buruhnya masih hidup di bawah garis kesejahteraan. Bagaimana kita bisa menjadi negara maju jika kualitas manusia yang berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan akhir - akhir ini sama - sama tidak memiliki akal sehat lagi.Â
Itulah pekerjaan rumah kita bersama untuk harus dipecahkan diberikan solusi. Karena Indonesia bukan kekurangan manusia yang cerdas, pintar dan jenius melainkan hanya kekurangan kepedulian terhadap hal - hal yang kecil saat ini. Akal sehat kita bersama perlu diperbaiki agar bisa melihat apa itu kepedulian yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H