Mohon tunggu...
FRANSISKUS HERU
FRANSISKUS HERU Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis asal Kec. Sompak, Kab. Landak, Kalimantan Barat.

Membaca dan menulis berlaku seumur hidup. TERUSLAH SEMANGAT BELAJAR ! *Kelahiran Mangaro, 20 Oktober 1997 *Alumnus IKIP Budi Utomo Malang *Guru SDN 09 Galar *Content Writer di www.sdngalar09.sch.id *Blogger di Kompasiana *Artikel ilmiah terpublikasikan ejurnal.budiutomomalang.ac.id *Cerpen pernah diterbitkan Alinea *Email 1: fransiskusherumahatalino17@gmail.com *Email 2: fransiskusheru17.writer@gmail.com *WhatsApp: 082177482203

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kepada Nenekku

10 April 2024   11:45 Diperbarui: 10 April 2024   21:28 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Facebook/https://www.facebook.com/Anakibanpage/posts/siku-urang-tuai-ka-udah-bepangkat-aki-ka-beumur-88-taun-ari-kampung-sadir-padawa/1141523462545779/

Puisi ini ditulis oleh Fransiskus Heru

Warna kulit-Mu yang sudah memudar. 

Rambut kepala-Mu telah memutih.

Engkau pun berdiri enggak mampu.

Bahkan, rahang-Mu kembali seperti rahang balita.

***

Kotoran bola mata yang menumpuk, dan.....

Bola mata-Mu meneteskan air garam dari hutan.

Aku salut, karna engkau masih ingat.....

***

Mana yang kotor, mana yang bersih,

Mana yang baik, dan mana yang jahat.

Mana yang berbahaya, dan mana yang tak berbahaya,

Mana yang menguntungkan serta mana yang merugikan.

***

Datanglah aku ke rumah Nenek, lalu aku memanggil......

Nenek!, tidak menoleh dan menjawab.

Itu artinya, Nenek tidak mendengar.

Aku panggil lagi, Nenek!

Nenek!, Nek!

***

Duduk sopan dan aku bagaikan audien di forum organisasi,

Duduk sopan dan sembari mendengarkan isyarat-isyarat dari lidah Nenek.

Kumelihat dahi Nenek yang sudah berselokan.

Mendengarkan lisan Nenek, bagaikan seseorang menerima surat dari pengirimnya.

***

Seorang nenek yang bernama Lehen/dokumen pribadi.    
Seorang nenek yang bernama Lehen/dokumen pribadi.    

Kepada Nenek-ku, maafkanlah Cucu-mu.

Cucu belum bisa memberikan engkau uang, dan......

Belum bisa membelikan barang.

Kepada Nenek-ku, terima kasih atas segala pesan-pesanmu,

Pesan-Mu telah menjadi bekal untuk diriku.

***

Bibir Cucu-mu yang terjahit,

Lidah Cucu-mu yang terlipat menggulung.

Akan tetapi, cairan otak dan gumpalan hati Cucu-mu bersuara hormat.

Kepada Nenek-ku, terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun