SAYAÂ (penulis cerita ini) yang kebetulan juga teman dari mereka Iko dan kawan-kawan di lokasi merantau. Dalam pengamatan yang saya saksikan langsung dan yang saya ingat, sesungguhnya mereka di dalam ataupun di luar zona persahabatan yang lebih dekat (akrab).
Persahabatan, ya saya lebih menyukai kata persahabatan ketimbang kata pertemanan, dikarenakan persahabatan sama dengan kekeluargaan (menurut saya).
Saya aja yang selaku penulis di sini, awalnya tidak mengenali mereka satu di antara mereka-mereka ini. Hal kenal-mengenal belum ada dan ternyata ehh saya sudah pernah melihat rupa si Iko, tapi dulu itu. Ia saya baru ingat ternyata anak baru dari Kos Dilan 1060 itu adalah anak yang pernah saya liat di Warkop Lesehan di Mbak Nia bersama Tumpai saat itu.
Warung kopi lesehan Mbak Nia ini terletak di Area Jalan Kelud tepatnya gak jauh dari bawah kelipan warna-warni pengatur kendaraan-kendaraan dan manusia-manusia. Inisial MB (Mas Botak) sebut biasanya sebagai Jalan Kelud Tanpa Nomer, MB emang pandai melawak deh; ujar saya sendiri.
Saat itu, saya memang benar sedang Nongse atau nongkrong selow dengan Tumpai di Warkop dari Mbak Nia dan Mas Botak. Tiba-tiba ada anak yang lewat, saya kirain anak kecil ehh ternyata anak besar. Dan anak itu bernama lengkap Iko, Iko pada malam itu datang di situ bersama satu teman yang sudah saya kenal, dia bernama Vero atau Bang Vero.
Bang Vero ialah senior di kampus kami, beliau Angkatan 2014 mahasiswa dari Kabupaten Bengkayang. Namun, pada malam itu ada lagi satu rupa manusia. Dikarenakan waktu itu aku belum mengenal dan aku pun belum dikenal oleh mereka ber-Dua. "Inilah sepenggal cerita dari aku, ya kata aku yang saya gunakan di dalam cerita ini, ya biar gaul aja kedengarannya."
Ehh ternyata anak besar yang aku kira itu telah berubah wujud menjadi anak kecil, dia yang bernama Iko itu pun satu kos dengan Aku. Kos kami adalah Kos Dilan 1060 atau Dilan Kos 1060 (namanya).
Hanya beberapa hari saja aku seatap dengan Iko, setelah itu aku pulang kampung. Pulang kampung untuk sebuah misi dengan mengikuti mata kuliah Praktek Pengalaman Keguruan (PPK) bagian ke-Dua. Saya melabelkan pasti belum bisa beradaptasi dengan si Iko, boro-boro mau akrab dengan anak tu. Adaptasi aja masih proses, apalagi kan ketemu tatap muka tidak memakan waktu yang cukup lama.
Bulan berganti bulan, aku memutuskan untuk balik lagi ke Kota Malang, bukan tanpa alasan aku balik lagi ke Malang. Dengan beberapa alasan untuk kemudahan pada pengerjaan Skripsi. Jawabannya ya karena pass pengerjaan skripsi di Kampung aku itu terkendala beberapa kendala yang di antaranya ialah pengaksesan sumber referensi yang sulit akibat keterbatasan sinyal di Kampung Mangaro (nama kampungku sendiri) serta keterbatasan pada mesin ketik, di saat itu, laptopku lemot (aku anggap ya sudah rusak aja itu laptop). Memang sulit, 'Orang Malang bilang............Sulit,Sulittttttttttt.'
Tiba di Malang, sengaja aku tidak memberi tau si Iko untuk balik ke Malang, Iko pun kaget melihat sosok Bang Heru (aku sendiri) datang dengan kawannya yang berjenis tas ransel dan tas jinjing. Balik ke Malang pada 27 Juni 2021, malam harinya itu kami ngobrol bersama si Iko, akhirnya interaksi pun kembali terjadi. Keseringan bercerita, berdiskusi dan berbincang singkat hingga membuat aku dengan Iko semakin akrab dalam hal pertemanan.