Mohon tunggu...
FRANSISKUS HERU
FRANSISKUS HERU Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis asal Kec. Sompak, Kab. Landak, Kalimantan Barat.

Membaca dan menulis berlaku seumur hidup. TERUSLAH SEMANGAT BELAJAR ! *Kelahiran Mangaro, 20 Oktober 1997 *Alumnus IKIP Budi Utomo Malang *Guru SDN 09 Galar *Content Writer di www.sdngalar09.sch.id *Blogger di Kompasiana *Artikel ilmiah terpublikasikan ejurnal.budiutomomalang.ac.id *Cerpen pernah diterbitkan Alinea *Email 1: fransiskusherumahatalino17@gmail.com *Email 2: fransiskusheru17.writer@gmail.com *WhatsApp: 082177482203

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Nama

8 April 2024   01:12 Diperbarui: 17 April 2024   01:06 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Facebook @Leonardo Kyna 

Dalam pikiranku, mumpung Ibuku ada di sini, mending aku tanya. Bu!, panggilku. Iya Nak, jawab Ibu. Tanyaku "Bu, kenapa pada namaku, ada kata Ahe?, artinya, apalah Bu?", Ibuku menjawab "Ahe itu Bahasa Dayak Kendayan, yang artinya adalah Apa." Pada saat kamu diberi nama waktu kamu bayi dulu, Ibu cuma mau kamu itu ada identitas yang menandakan kalok kamu emang asli keturunan Suku Dayak. Sejenis marga gitu kah Bu?, sahutku kepada Ibuku. Yap, betul, jawab Ibuku. Setiap nama, dibaliknya itu pasti ada sejarahnya, ada pepatah mengatakan 'setiap nama adalah doa.' Lisan Ayahku. Nambah lagi, Ayahku berlisan "namamu itu mempunyai sejarah, arti, dan makna khusus." Ucapku "Betmen Jinton Ahe", sebuah nama dari Kakekmu, Ayahmu dan Ibumu, sambung ucap dari Ayahku. Ibuku tersenyum mendengar aku dan Ayah lagi berbincang.

Tadinya, Ibu yang masih berdiri menggendong Adek, kemudian Ibu duduk di kursi tepatnya di samping kanan Ayah. Sedangkan, aku tetap duduk di samping kiri Ayahku. Sembari menggendong Adekku yang masih berumur enam hari empat jam sebelas menit tiga puluh lima detik. Aku melihat jarum jam ditanganku. Tik, tik, tik, tik bunyi jarum jam tangan itu, tik, tepat pada jam delapan pagi lewat tiga puluh menit. Ayah mengelus kening Adekku, kemudian Ayah berkata "hai Anak Ayah, hai Melantias Dara Mela, acup kulup kulup, acup uwu uwu." Apa!! jawab Ibu dengan volume suara versi singa betina yang mengaung. Sontak si Dedek Bayi menangis, mendengar suara Ibuku tadi. Aku terkejut. Oo, jadi kamu masih ingat sama mantanmu, oke-oke, kata Ibu dengan muka yang penuh darah dan keringat amarah, serta memakan kue beng beng dan melempar bungkusnya. Lalu, Ibu berdiri dari samping Ayah, dan masuk ke dalam rumah. Aku bertanya kepada Ayah "Yah, Ibu kenapa?", jawab Ayah "maksud Ayah tadi tu, Ayah mau beri nama Melantias Dara Mela untuk Adekmu." Kalok menurut aku sih Yah, bagus nama itu. Tapi, kenapa Ibu marah? Tanyaku pada Ayahku. Ayah tak menjawab pertanyaanku, Ayah berdiri dan masuk ke dalam rumah.

Ayahku pun masuk ke dalam rumah. Sementara aku ditinggal ngobrol oleh Ayah di teras belakang rumah. Awalnya, itu obrolan santuy, berubah menjadi obrolan "aku harus ngobrol dengan siapa lagi?", ucapku. Kan masih ada aku bersamamu, ucap cicak di atas meja itu. Waduh, sahutku. Kudekatkan telingaku ke cicak itu, hallo Jinton, sahut cicak. Hallo Jinton, sahut semut juga. Lima semut yang memanggilku secara bersamaan, dan dua semut lagi nyedot kopiku di atas meja. Ucapku "memang semut, kecil-kecil, tapi rakus." Aku tarik telingaku dari cicak dan socius-semut itu. Kusandarkan bahuku di kursi, berkatalah aku dalam hatiku "jangan-jangan ada hantu!", aku lari, dan masuk ke dalam rumah menuju toilet. Jangan heran, sebab saat itu, aku memang kebelet pingin boker. Hehe.

Bunyi engsel pintu. Settttt, si Ayah membuka pintu dapur, tak ada Ibu. Ayah jalan lagi, sett, dibuka pintu. Ibu gak ada. Settttt, Ayahku membuka pintu, Ibu gak ada, yang ada hanyalah dua ekor tikus sedang cakar-cakaran, alamak, ucap si Ayah. Ayah-ayah, hadeh. Ya wajar tikus yang ada, Ayah sih malah membuka pintu gudang nyimpan barang-barang bekas. Cari sana, cari sini, Ibu enggak ada. Masuk ruang sana, masuk ruang sini, Ibuku tetap enggak ada. Ke manalah Dahlia cintaku ini, tanya Ayah dalam hatinya. Ayah duduk di kursi di ruang tamu, Ayahku tetap memikirkan istrinya yang entah pergi kemana. Ada sekitar tiga menit Ayah duduk. Oa, oa, oa, diiringi tangisan Ibu "ngu, ngu, ngu, ngu." Kemudian, Ayah menuju sumber suara itu, suara itu ada di bagian kamar Ayah dengan Ibu. Ayah buka pintu kamar itu, oo ternyata kamu ada disini, ujar Ayahku. Kamu ngapa nangis? Tanya Ayah pada Ibuku. Kenapa kamu sebut nama mantan pacarmu dulu?, kenapa!. Jawab Ayah "maksud Ayah, kita berikan nama itu untuk anak kita ini" sambil mengelus jari jemari Adekku yang masih berwarna merah. 

Dengan lantang dan tegas, Ibuku berkata "aku tak setuju!", ujar Ayah "kamu gak suka ya?", dengan singkat, Ibuku menjawab "enggak!." Lanjut ucap Ibu "kamu dah gila ya?, kamu gak sadar?, itu nama mantan pacar kamu." oke, jawab Ayahku. Ayahku bertanya pada Ibuku "kamu ada sebuah nama untuk anak kita ini?", ada, jawab Ibu dengan lantang. Siapa namanya?, tanya Ayah. Karna anak kita yang bungsu ini cewek, aku berikan sebuah nama 'Mariam Riana Rembulan'. Sontak, Adek Bayi langsung terseyum selebar rahangnya. Ayah langsung berlisan "wow, amazing, perfect." Apasih?, sok sok an berbahasa Inggris kamu, ucap Ibuku. Tanya Ibu "baguskan?", sangat-sangat bagus, luv untuk istriku, jawab Ayah sambil tersenyum. Ibu bertanya pada Ayah "bagaimana, kamu setuju?" setuju, ujar Ayahku yang sambil mencubit hidung Ibuku. Ingat ya!, ucap Ibu pada Ayah. Ayah bertanya "ingat apa?", Ibuku menjawab "jangan kau sebut-sebut nama mantan pacarmu itu lagi padaku, atau pada anak kita. Mantan apaan, jelek lagi, cantikkan aku, ujar Ibuku. Sambil senyum, Ayahku menjawab "oke cintaku, bidadariku, asiap". Secara bersamaan, Ayahku dan Ibuku, mengelus pipi Adekku yang imut-imut gimana gitu. Hehe. Si Adekku itu pun tersenyum, dan juga kegirangan. Aku cuma mau bilang, horee.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun