Mohon tunggu...
FRANSISKUS HERU
FRANSISKUS HERU Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis asal Kec. Sompak, Kab. Landak, Kalimantan Barat.

Membaca dan menulis berlaku seumur hidup. TERUSLAH SEMANGAT BELAJAR ! *Kelahiran Mangaro, 20 Oktober 1997 *Alumnus IKIP Budi Utomo Malang *Guru SDN 09 Galar *Content Writer di www.sdngalar09.sch.id *Blogger di Kompasiana *Artikel ilmiah terpublikasikan ejurnal.budiutomomalang.ac.id *Cerpen pernah diterbitkan Alinea *Email 1: fransiskusherumahatalino17@gmail.com *Email 2: fransiskusheru17.writer@gmail.com *WhatsApp: 082177482203

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Nama

8 April 2024   01:12 Diperbarui: 17 April 2024   01:06 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Facebook @Leonardo Kyna 

Cerita Pendek oleh FRANSISKUS HERU

HAI. Namaku Betmen Jinton Ahe, biasa dipanggil Jinton oleh orang, dan dipanggil Betmen oleh hewan serta dipanggil Ahe oleh hantu. Loh?, enggak sih Kalian mikir "kok dipanggil oleh hewan dan hantu juga?, becanda kok, hehe", Syukur gak dipanggil oleh malaikat pencabut nyawa.

Entah kenapa namaku seperti itu, tapi Ayahku pernah bercerita ke aku kalok namaku mempunyai makna khusus. Dulu, saat diriku masih memakai baju yang ada logo dengan kata 'OSIS', yang ada background berwarna kuning di bagian tepi logonya alias saat aku masih menduduki bangku sekolah menengah pertama kelas tujuh. Mula-mulanya sih enggak Ayah yang langsung bercerita. Pada saat itu, Bokap gue, ehh Ayah aku maksudnya. Dasar gue, hihi dasar aku maksudnya. Dah mulai aku ni terpengaruh budaya bahasa di Jakarta, sambil akunya tersenyum melebar sampe kelihatan dua helai parutan kulit cabe yang melekat di gigi depanku. 

Aku ingat betul, pada saat itu Ayah lagi ada di rumah kami, Ayah duduk di teras bagian belakang rumah sambil menulis. Awalnya aku mengira, Ayah lagi mencatat hutang-hutangnya yang belum dia bayar. Aku duduk di samping Ayah, kutundukkan kepalaku sedikit. Aku pun bertanya "Ayah lagi nulis apa?", belum sempat Ayah menjawab pertanyaanku. Dengan penuh penasaran, aku geser bola mataku, aku baca pake hati. Aku pun tertawa terliur-liur. Sambil aku tertawa, aku melihat muka Ayah yang berubah menjadi merah bagaikan udang yang direbus dalam kuali dengan suhu panas seribu derajat selsius. Ayah bertanya kepadaku "kenapa Nak?", aku cuma menjawab "lucu Yah, wekawekaweka." Tertawaku di saat itu disertai pula liur yang keluar, air mata yang keluar, bahkan perut aku sampe sakit, bisa jadi juga cacing-cacing di dalam perutku ikut tertawa gegera membaca tulisan si Ayah. Biar aku jelaskan ya, gimana aku tertawa sampe terliur-liur begitu?, bagaimana tidak mungkin untuk tertawa, kecuali orang itu lagi mengidap penyakit stroke, bisa jadilah untuk tidak bisa tertawa secara mulut dan lidah, namun tertawa lewat hati.

"Hallo Dahlia, istriku yang paling cantik se-alam semesta. Cantikmu mengalahkan cantiknya bunga mawar merah dan bunga melati putih, aku yang mulai menua, kamu pun ikut menua bersamaku. Dari pertama kali tangan kita bersalaman, dari pertama kali kita berkenalan, dari pertama kali kita menumbuhkan benih-benih cinta di dalam darah kita. Sampai kita tua bersama-sama sekarang ini. Bagiku, kamu itu sungguh unik. I Love You Istriku, Dahlia."

Begitulah yang masih aku ingat, tulisan yang Ayah tulis pada saat itu. Setelah aku tertawa selama kurang lebih ada dua menit, kemudian Ayahku membalik kertas yang udah diisi dengan tinta hitam dan diisi dengan kalimat syair penuh dari hati nuraninya Ayah. Kertas yang dibalik, dan ditimpa pake pulpen. Mungkin Ayah lagi malu karna aku menertawakan hasil tulisannya itu. Aku mulai mengerem ketawaku yang berliur tadi, kami hening beberapa detik, aku pun bertanya "Ayah, aku mau tanya ke Ayah, adakah arti, makna atau tujuan dari namaku ini?", Ayah menjawab "kamu enggak sakit kan Nak?", enggak Yah, ucapku dengan lantang. Lanjut lisanku "aku nanya serius ni dengan Ayah", jawab Ayahku "memangnya, kenapa Nak?.", sambil Ayah bangun dari kursinya, kemudian Ayahku pergi ke dalam membawa kertas dan pulpennya tadi, lalu Ayah datang kembali dengan seliter minuman kopi, dua gelas yang ada gambar doraemon pembelian Ibu, dan dua bungkus kue coklat beng-beng dengan bungkusan yang berwarna merah muda.

Ayah kembali duduk di kursinya, menuangkan kopi untukku dan menuangkan kopi untuknya. Diminum Nak!, kue itu dimakan!, ucap Ayah kepadaku. Aku yang masih duduk berdampingan dengan Ayah, kuambil kue itu, kubuka, dan kumakan. Kemudian Ayah meminum kopinya dengan meniup kopinya terlebih dahulu karna kopinya masih agak ada panas-panasnya. Aku bergegas meminum kopi buatan Ayah, lalu Ayah berkata "stop!, ditiup dulu kopimu!, masih panas tu", oh iya ya, lupa aku Yah, ucapku. Dasar Jinton, lisan Ayah. Ha itu dia yang mau aku tanyakan sama Ayah, sambil aku meniup kopi dan meneguknya dengan bunyi 'slurrrrruppppp.' Aku mulai obrolan "Yah, kenapa sih namaku itu Betmen Jinton Ahe?, kenapa gak Ronaldinho Pamungkas atau Ronaldinho Barakat Tuah kek?, aku kan pengen banget jadi pesepakbola handal yang terkenal di seluruh dunia", tambah lisanku "lagian pun, kan Ayah dah tau kalok aku pengen jadi pesepakbola terkenal." Kemudian Ayah menjawab "anakku sayang, harusnya kamu bersyukur punya nama, daripada kagak ada nama, kan repot jadinya, mau kamu dipanggil oleh orang lain dengan nama hei 'Manusia Berambut Pendek Berhidung Pesek Berkulit Sawo Matang Beralis Mata Jarang-Jarang', mau?? Kan susah panggilnya, terlalu kepanjangan dan sangat-sangat tidak ada kekhasan yang menyangkut pada dirimu." Besyukurlah Nak terhadap pemberian nama untukmu, ucap Ayahku sambil menatap mataku. Namamu itu dicari dan diberikan oleh tiga orang, pertama dari almarhum Kakekmu. Kakekmu memberikan nama ke kamu 'Betmen'. Kakekmu dulu emang ngefans terhadap superhero yang bernama BatMan, namun diubah penulisannya oleh Kakekmu dulu. Yang penulisannya BatMan diubah menjadi Betmen oleh Kakekmu.

Gak sekedar fans atau menyukai aja dari si karakter BatMan, Kakekmu dulu menyampaikan pada Ayah dan Ibumu kalok BatMan itu ialah pahlawan, dan almarhum Kakekmu ingin kamu menjadi pahlawan bagi siapa pun termasuk kepada kami sebagai Ayah dan Ibumu, serta bagi orang-orang lain yang membutuhkan pertolonganmu. Tapi, ingat!, jangan jadi pahlawan yang terlambat bangun tidur, ehh pahlawan kesiangan maksud Ayah, ucap Ayah. Kata 'jinton' dalam namamu itu dari Ayah sendiri yang memberikannya untuk kamu, ucap Ayah. Alasannya Ayah, apa? Tanya aku. Alasannya ialahhhhh....karena pada saat itu, jinton masih sangat berharga. 

Tanya Ayah padaku "kamu tau jinton kan?" aku menjawab "tau", gak mungkin kamu gak tau jinton, kita kan asli Dayak Kendayan penduduk Kalimantan Barat. Karet kering yang digumpal dengan air karet itu kan Yah?, bekuan karet lama yang dilumuri dengan air getah pohon karet yang baru, dicampuri pengeras seperti cuka getah, dilumuri, bisa juga direndamkan dengan air getah pohon karet yang telah dicampur dengan cuka getah, dipisahkan dan didiamkan sampai kering dan mengeras atau membeku hingga menjadi gumpalan karet atau ditempat kita namanya jinton. Betul gak Yah? Sahut Ayah "sangat betul, pintar kamu", jawabku "Jinton gitu lo, Anak Ayah." Nak, Ayah ingin kamu berharga bagi orang banyak, Ayah ingin kamu sukses suatu saatnya, ucap Ayah kepadaku sambil memelukku. Oh gitu, alasannya pemberian nama 'Jinton' untuk aku. Baru tau aku Yah, aku kira dulunya itu, pas aku mau diberi nama Jinton, ada jin yang menontonku. Hihi, aku tersenyum bersama Ayahku. Bukan Nak, lisan Ayah. Trus kata Ahe-nya itu Yah, siapa yang kasi nama?, Ayah pun menjawab pertanyaanku "Ibumu yang kasi nama itu." Alasan Ibu apa? Tanyaku pada Ayah, Ibu pun datang sambil menggendong Adiknya Jinton yang belum diberikan sebuah nama. Ehh Ibu, ucap Ayah. Cepat benar Ibu belanjanya?, tanya Ayah kepada Ibuku.

Iya Yah, jawab Ibuku. Kan Ibu cuma belanja untuk keperluan acara besok aja. Aku pun bertanya, acara apa sih Yah, Bu?. Iya, kita ada acara besok paginya itu di rumah ini, di kampung kita ini disebut "Batalah" yang artinya pemberian nama untuk bayi. Oh jadi besok, Dedek diberikan sebuah nama, horee, girangku sambil mengangkat kedua tanganku, sekalian aku mencubit pipi Adekku yang masih kenyal kayak agar agar, dan sesampai Dedek Bayi mungil si imut itu pun menangis, "oaa, oaa, oaa, oaa." Tangis Adekku, yang semakin menangis semakin nambah imutnya. Ya beginilah jurus andalan dari bayi, menangis. Jika bunglon melindungi dirinya dengan cara mengubah warna kulitnya atau dinamakan dengan kamuflase, jika landak melindungi dirinya pake duri-durinya yang super tajam. Aku mau bilang, kalok bayi melindungi dirinya dengan cara menangis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun