Nama saya Fransiska Florida Sare, biasa disapa Flora. Saya adalah seorang guru Bahasa Inggris yang sudah mengabdi di pulau kecil di Nusa Tenggara Timur, Sabu Raijua selama kurang lebih 6 tahun. Sekarang saya mengajar di salah satu sekolah di daerah Sabu Raijua yaitu SMP Negeri Satap Lederaga khususnya di kelas VIII. Peserta didik SMP Negeri Satap Lederaga memiliki latar belakang yang berbeda dari segi pengetahuan. Masih banyak ditemukan peserta didik yang belum fasih berbahasa Indonesia sehingga menjadi suatu tantangan bagi saya untuk dapat membantu mereka meningkatkan kemampuan mereka sehingga tidak hanya bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar di lingkungan sekolah tetapi juga bisa bercakap – cakap dalam bahasa Inggris ketika mengikuti pembelajaran di sekolah.
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang penting dalam kehidupan, sebab melalui aktivitas berbicara seseorang dapat menyampaikan keinginan, informasi, pikiran, gagasan, membujuk, meyakinkan, mengajak, dan menghibur. Namun, berbicara di depan umum bukanlah perkara mudah, butuh pengalaman lebih untuk dapat melakukannya dengan baik.
Kesulitan berbicara ini dipengaruhi oleh beberapa hal yang dapat menghambat kelancaran saat berbicara di depan umum. Hambatan-hambatan tersebut dapat berupa rasa takut, cemas, dan tertekan. Perasaan-perasaan itu dapat membuat orang kurang percaya diri, bahkan dapat membuat seseorang merasa tidak mampu berbicara di depan umum.
Kesulitan berbicara di depan umum inilah yang juga dialami oleh peserta didik kelas VIII C di satuan pendidikan SMP Negeri SATAP Lederaga, khususnya pada materi Asking for and Giving Permission dengan kompetensi dasar “Menyusun teks interaksi interpersonal lisan dan tulis sangat pendek dan sederhana yang melibatkan tindakan meminta ijin dan menanggapinya dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks.”
Hal ini sangat penting untuk dibagikan karena berdasarkan Praktik Pengalaman lapangan (PPL) yang dilakukan banyak perubahan sikap pada peserta didik yang berdampak pada proses pembelajaran. Sikap yang terjadi pada peserta didik seperti :
- Peserta didik tidak bisa mengucapkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan benar;
- Peserta didik tidak tau arti dari kata-kata dalam bahasa Inggris;
- Peserta didik tidak percaya diri untuk berbicara dalam bahasa Inggris;
Peserta didik belum aktif dalam kegiatan berdiskusi;
Peserta didik terlihat lesu dalam mengikuti kegiatan pembelajaran;
Peserta didik tidak fokus dalam mengikuti kegiatan pembelajaran;
- Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya keaktifan peserta didik dalam kegiatan diskusi kelompok.
Pada masing-masing kelompok terdiri dari 4/5 peserta didik, akan tetapi yang benar-benar bekerja atau berdiskusi hanya 2/3 orang saja, yang sisanya hanya bermain.
Selain itu kurangnya penggunaan TPACK dalam kegiatan pembelajaran, kurangnya pemanfaatan media pembelajaran dan kurangnya penerapan model pembelajaran inovatif dikelas dalam proses pembelajaran. Peran dan tanggung jawab saya dalam praktik ini adalah sebagai peneliti yaitu meneliti tentang permasalahan yang terjadi selama proses belajar mengajar di kelas dan menyelesaikan masalah-masalah khusus pembelajaran yang dihadapi.
Berdasarkan permasalahan di atas, praktik baik (Best Practice) perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran dengan menggunakan model dan strategi yang tepat sehingga pembelajaran inovatif dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, dari hasil kajian literatur dan wawancara, penulis yang berperan sebagai guru mendesain
pembelajaran inovatif untuk meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik dalam pembelajaran Asking for and Giving Permission dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning dan metode role playing. Selain berguna untuk situasi pembelajaran, praktik baik ini juga dapat dijadikan referensi bagi guru lain untuk menginovasi pembelajarannya dalam kompetensi yang sama, yaitu Menyusun teks interaksi interpersonal lisan dan tulis sangat pendek dan sederhana yang melibatkan tindakan meminta ijin dan menanggapinya dengan memperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan yang benar dan sesuai konteks.
Berdasarkan hasil pengamatan kajian literatur dan wawancara dengan guru sejawat, pelaksanaan pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dan metode Role Playing ini memiki beberapa tantangan.