Pedoman Keempat ralat, koreksi dan hak jawab. Artinya hal ini wajib diikutsertakan pada berita yang dikoreksi atau diralat. Kelima pencabutan berita artinya berita tidak dapat dicabut dengan alasan dari luar redaksi, kecuali mengandung SARA, pencabutan harus disertai dengan alasan yang disampaikan kepada publik.
Keenam yaitu iklan, artinya media siber harus membedakan antara berita dengan iklan, jika iklan harus diberikan keterangan yang jelas. Ketujuh hak cipta artinya media siber harus menghormati hak cipta sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kedelapan pencantuman pedoman artinya media siber harus menyertakan pedoman pemberitaan media siber pada medianya secara jelas dan terang. Kesembilan sengketa artinya penilain sengketa dalam pelaksanaan pemberitaan siber diselesaikan oleh Dewan Pers
Semua media siber harus mengikuti pedoman yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers, membuat adanya dua kelompok media siber. Pertama adalah kelompok media mainstream yang memiliki reputasi, berbadan hukum.
Kedua adalah kelompok media baru, yang belum berbadan hukum, atau dikelola oleh wartawan yang tidak bersertifikat, dan pengelolaannya tidak sesuai dengan standar.
Contoh Kasus Dua Kelompok Media Siber
Media mainstream memiliki reputasi yang tinggi, karena dikelola oleh wartawan bersertifikat dan berbadan hukum, dan sudah melakukan aktivitas jurnalistik bertahun-tahun sesuai dengan aturan dan standar yang telah ditetapkan.
Contoh media siber yang masuk kelompok pertama sesuai dengan yang tertulis pada Jurnal Dewan Pers (2018) adalah Kompas.com karena memiliki kesesuaian dengan karakteristik dari media mainstream.
Hal ini membuat Kompas.com sering menjadi portal berita utama yang dituju ketika mencari berita. Namun walaupun termasuk kedalam media mainstream rupanya Kompas.com pernah melakukan pelanggaran karena tidak sesuai dengan Pedoman Pemberitaan Media Siber.
Pada kelompok pertama, pelanggaran terhadap pedoman seringkali terjadi karena kurangnya kontrol editor, sehingga wartawan dapat mengupload secara langsung berita dari lapangan, tidak cermat menggunakan data dan tidak melakukan uji informasi terhadap pihak yang disebutkan dalam berita.
Media kompas sebagai media kelompok pertama pernah mendapatkan pengaduan oleh Dewan Pers, mengenai berita yang dimuat pada 26 Juli 2015 dengan judul berita "Satu Keluarga Malaysia Diculik Oknum TNI di Bogor".
Setelah berita di sebarkan dan dengan menyebut oknum pelaku dengan menggunakan inisial tanpa konfirmasi, nyatanya tidak sesuai dengan putusan pengadilan. Pengadilan menyatakan bahwa oknum yang dimaksudkan bukanlah pelaku penculikan tetapi hanya terbukti melakukan tindak pidana (Bangun, 2018: 47-48).