Sampai akhirnya Kutak mampu melangkahkan kakiku karena bebannya terlampau berat.
Aku terdiam dalam sunyi dan tak tahu hendak berkata apa. Karena setiap orang yang kutemui selalu memberiku motivasi. Atur uangmu sesuai pos yang di sepakati. Masakan begitu saja tidak bisa? Seperti aku yang mengatur dalam suatu kesepakatan bagaimana caranya agar bisa rutin makan tanpa mengeluarkan uang sedikitpun. Nadanya bagaikan nyanyian Paduan Suara. Sama saja. Koor!
"Aku itu bisa punya segala karena suamiku seorang pekerja ulet." Ini salah satu Ibu guru yang juga menjadi motivatorku.
"Semua uangku di tabung. Uang suamiku dipakai untuk membeli segala sesuatunya karena gajinya luar biasa besarnya!"
"Berapa gaji suamimu?" tanyaku polos penuh motivasi.
"Sekitar 50 sampai 100 juta! Kami memanej uangnya agar cukup untuk membangun rumah, membeli mobil dan motor. Sampai biaya kuliah anak-anak. Kami rajin menabung. Kami tidak minta bantuan ke orang tua. Justru kita harus membantu orang tua agar mereka sehat. Kami bercita-cita menaikkan mereka haji. Tapi belum kesampaian karena gajiku belum 200 juta!"
Oo sungguh mulia teman ini. Ia kemudian bercerita bagaimana ia hanya seorang guru bisa memiliki mobil sampai sepuluh. Rumah mewah. Ada rumahnya di tempat wisata. Bahkan mereka sering umroh. Hanya untuk mengajak orang tua mereka, masih perlu perjuangan semoga Tuhan menambah gaji mereka sehingga bisa membawa orang tuanya kelak. Harapan mereka.
Aku hanya terdiam melihat diriku. Aku hanya bisa berdoa dan berdoa pasrah kepada Tuhan. Memang kurasakan mukjizat Tuhan begitu besar, namun tidak spektakuler seperti mereka. Aku tidak berani membandingkan diriku dengan mereka. Aku harus berusaha mencapai level bintang empat atau lima baru bisa. Tapi gaji sebagai guru hanya bisa di level dua.
Dalam terdiamku. Kulihat paduan suara pulang dengan kecewa.
"Curang!" teriak mereka.