Mohon tunggu...
Fransisca Mira
Fransisca Mira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Student of Cognitive Science & Psychology

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ibu bekerja maupun IRT, ini 5 Cara untuk Mendidik Anak Perempuan Hebat

5 Maret 2022   20:30 Diperbarui: 9 Maret 2022   18:03 899
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: https://www.instagram.com/pagi.bagi/

Ibu saya adalah salah satu contoh perempuan hebat yang berkarier cemerlang di kantornya maupun mengurus rumah tangga dan membesarkan anak dengan baik (tentunya penilaian yang subjektif dari anaknya ini).

 Sejak saya kecil hingga sekarang saya menyelesaikan Pendidikan S2 saya, ibu saya bekerja penuh waktu, berangkat pukul 6 pagi, selesai bekerja menembus gilanya kemacetan Jakarta dengan transportasi umum, lalu sampai rumah di antara jam 7-9 malam, membereskan rumah, memasak untuk suami, dua anaknya dan dua peliharaan berbulunya. 

Tentu saja kesempurnaan hanyalah milik Tuhan, dan waktu saya kecil, saya pun sering iri dan sedih ketika melihat teman-teman saya dijemput sekolah oleh ibunya dan kemudian menghabiskan waktu bersama, saya pulang sendiri dan bermain dengan teman atau asisten rumah tangga kami. 

Baru ketika beranjak dewasa, saya mengerti betapa berharganya memiliki contoh perempuan tangguh seperti ibu saya, yang memotivasi saya untuk mandiri secara psikologis, edukasi, dan finansial dari laki-laki atau siapapun juga.

 Ketika banyak perempuan Indonesia sudah harus menikah, mengurus rumah tangga, membesarkan anak di awal usia 20an atau bahkan sebelum itu, saya mendapatkan privilege dukungan penuh dari ibu untuk melakukan apapun yang saya mau asalkan berfaedah dan bertanggung jawab, termasuk merantau 13,000 kilometer dari rumah untuk meneruskan Pendidikan.

Juga tidak pernah ada tekanan untuk menikah dan membangun keluarga, seperti yang sudah dilakukan teman-teman sepantaran saya di usia hampir menginjak kepala tiga ini. Pun Ketika mayoritas perempuan muda di Indonesia menikah untuk kali pertama di usia 19-21 tahun.

 “Terserah, asalkan kamu bahagia dan tetap aktif bekerja”, begitu jawaban ibu Ketika saya secara terus terang tidak akan menjanjikannya menantu dan cucu. Bekerja disini pun tidak hanya dimaksudkan pekerjaan kantor, pekerjaan domestik pun juga berharga, intinya apapun yang berguna bagi orang lain di sekitar kita.

Tentu saja ibu rumah tangga (IRT) adalah peran yang hebat dan juga dapat mendidik anak perempuan dengan hebat pula. 

Untuk menyambut hari Perempuan Internasional pada 8 Maret 2022 ini, saya menyadur 5 cara mudah untuk mendidik anak perempuan hebat dimulai dari diri sendiri dan keluarga, yang bersumber dari www.presentationhs.org dan The Washington Post (sumber tercantum di akhir artikel). Visualisasi juga dapat dilihat di media sosial Instagram https://www.instagram.com/p/CauKIeWAQlG/?utm_medium=share_sheet

Cara-cara ini tentunya sebaiknya juga diterapkan oleh ayah, kakak, dan siapapun orang dewasa di sekitar anak. Ingat pepatah Afrika yang terkenal: it takes a village to raise a child! Mendidik anak yang berguna bagi komuitasnya memerlukan peran dari seluruh anggota komunitas, bukan orang tua, apalagi ibunya saja.

1. Mulai dari cek bias gender dirimu sendiri

Banyak dari kita dibesarkan oleh ayah yang sibuk bekerja di luar rumah, dan ibu yang mengerjakan pekerjaan domestik, walaupun bahkan sang ibu juga bekerja di luar rumah. Di keluarga saya pun, kebanyakan laki-laki dan perempuan membagi tugas seperti itu. Namun, ketika saya akan menikah nanti, mengerjakan pekerjaan domestik adalah syarat mutlak bagi calon suami, karena saya ingin aktif bekerja secara publik juga. 

Bias gender pada generasi orang tua atau kakek nenek kita mungkin dulu berguna, karena kebanyakan pekerjaan di luar rumah lebih cocok dikerjakan laki-laki.

 Namun di abad ke-21 ini, perempuan juga banyak yang bekerja di ranah publik, namun tetap diharapkan oleh masyarakat disekitarnya untuk menyelesaikan pekerjaan domestik (double burden atau beban ganda perempuan). Seharusnya, pekerjaan rumah bukan hanya pekerjaan perempuan, tapi juga laki-laki. 

Demikian pula jika laki-laki tidak mau bekerja di luar rumah tetapi lebih memilih pekerjaan domestik, hal itu tidak menjadi masalah selama hal itu disepakati dengan pasangannya. 

Jangan sampai hanya anak perempuan yang diberikan tugas domestik. Tetapi anak laki-laki pun juga harus dapat memasak, mencuci piring, dan melakukan tugas rumah lain, sebab tugas itu adalah tugas untuk bertahan hidup yang tidak terkait peran gender.

2. Terbuka Pada Beragam Minat dan Bakat

Kesenjangan gender dalam bidang terkait STEM (science, technology, engineering and mathematics atau sains, teknologi, teknik dan matematika) masih terlihat jelas. Secara tradisional, anak perempuan didorong untuk mengejar karier di bidang administrasi, mengajar, keperawatan, atau peran lain yang memerlukan kelemah-lembutan dan ketelitian. 

Padahal, mereka tentunya juga dapat memiliki potensi berupa bakat, pemikiran, dan gagasan yang kritis, apabila didukung oleh orang dewasa di sekitarnya. Untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang, orang dewasa hendaknya mendorong anak perempuan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka, apa pun bidangnya. 

Maka, jika anak perempuan ingin main mobil-mobilan, biarkan saja karena dari situ mungkin akan tumbuh kecintaan terhadap Teknik mesin. Atau jika anak laki-laki ingin main boneka, mungkin saja ia akan menjadi perawat yang hebat.

3. Beri Anak Perempuan Kesempatan untuk Berbicara

Mendorong anak perempuan untuk memainkan peran aktif atau memberikan pendapat pada hal yang mereka sukai dapat menghasilkan kepercayaan diri yang kuat. Hal-hal sederhana seperti berdiskusi tentang hal-hal yang mereka pedulikan atau berkolaborasi dengan organisasi nirlaba lainnya dapat sangat bermanfaat bagi mereka. 

Misalnya, ajak mereka memilih aktivitas sukarelawan apa yang ingin mereka lakukan saat liburan dan apa alasannya. Atau bertanya pendapat mereka buku yang baru mereka baca. Dengan begitu, orang dewasa membantu mereka merasa lebih aman tentang lingkungan sekitar mereka, maka mereka memiliki peluang untuk melatih keterampilan komunikasi dan kepemimpinan.

4. Perkenalkan Sosok Perempuan Sukses

Mengenalkan anak perempuan kepada panutan perempuan lain di sekolah atau di masyarakat membantu meningkatkan persepsi pemimpin perempuan di lingkungan mereka. Hal ini juga dapat melemahkan stereotip patriarki di masyarakat.

Contohnya, jangan sungkan memuji guru perempuan yang kreatif, tegas, atau bersikap adil di depan anak. Atau, membaca buku bersama anak mengenai kisah hidup perempuan hebat seperti Marie Curie, Ratu Sima dari Kerajaan Kalingga, atau Malala Yousafzai.

 Wanita sukses dalam bisnis, sains, teknologi, industri kreatif, pemerintahan, atau institusi pendidikan adalah contoh yang menunjukkan prestasi dan kepemimpinan. Tekankan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki potensi yang sama. 

5. Ajarkan Cara Sehat Berinternet (Media Sosial)

Anak perempuan lebih rentan terhadap efek negatif media sosial dan media, misalnya perasaan rendah diri dan perundungan daring (cyberbullying). Hal-hal ini mengancam kesejahteraan psikologis anak dengan meningkatkan kecemasan mereka. Orang dewasa dapat fokus pada berbagai cara untuk membantu.

Pertama, bantu anak perempuan membangun kepercayaan diri dengan membantu mereka mengidentifikasi hal-hal penting untuk dicapai, tidak harus berfokus pada penampilan mereka. Misalnya, buat mereka bangga dengan karya mereka seperti program komputer, lukisan atau tulisan yang bereka ciptakan sediri, dan bukan hanya dengan penampilan yang superfisial seperti dandanan atau pakaian bermerek.

Kedua, batasi penggunaan teknologi, terutama sosial media di dalam rumah, terutama ketika seluruh anggota keluarga sedang di rumah. Orang tua juga perlu membantu mendidik anak tentang keamanan daring, perundungan daring/cyberstalking, dan kebenaran tentang media dan periklanan.

Sumber:

5 Ways to Empower Girls to Become Leaders (2022.000Z). Available online at https://www.presentationhs.org/about-us/blog/our-blog/~board/schoolwide/post/5-ways-to-empower-girls-to-become-leaders, updated on 3/5/2022.000Z, checked on 3/5/2022.439Z.

Are you holding your own daughter back? Here are 5 ways to raise girls to be leaders (2015). In The Washington Post, 7/28/2015. Available online at https://www.washingtonpost.com/news/parenting/wp/2015/07/28/are-you-holding-your-daughter-back-a-harvard-psychologist-gives-5-ways-to-raise-girls-to-be-leaders/, checked on 3/5/2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun