Apa itu Aneuk Jamee?
Ketika mendengar kata Aneuk Jamee, mungkin masih terasa asing di telinga kita. Aneuk Jamee merupakan akulturasi dari suku Aceh dan Minangkabau, yang tinggal di pesisir barat Aceh, Kabupaten Aceh Selatan (Sahputri, Agustono, dan Zuska, 2021).Â
Masyarakat Aneuk Jamee kerap kali disamakan dengan masyarakat Aceh. Meskipun perbedaan fisiknya tidak begitu terlihat, namun masyarakat Aneuk Jamee memiliki perbedaan dengan masyarakat Aceh dari segi budaya, bahasa, dan sejarahnya.
Apabila dilihat dari segi budaya, terlihat jelas bahwa Aneuk Jamee merupakan percampuran dari dua buah suku yaitu Aceh dan Minangkabau. Apabila dilihat dari segi sejarah, yang disebut Aneuk Jamme merupakan mereka yang pernah tinggal di wilayah Minangkabau pada masa Kesultanan Aceh.Â
Ketika kesultanan Aceh mengalami kemunduran mereka kembali ke Aceh dengan membawa kebiasaan-kebiasaan Minangkabau. Perkembangannya semakin pesat ketika Perang Padri berkecamuk sehingga mereka uang merasa terancam melakukan migrasi ke wilayah pesisir barat Aceh.
Ketika berbicara mengenai Minangkabau tentunya tidak bisa terlepas dari budaya merantau. Dimana merantau dijadikan sebagai ajang untuk belajar mengenai pahit dan manisnya kehidupan.Â
Dari situ dapat dilihat bahwa orang Minangkabau di Aceh tidak hanya karena perang, melainkan jauh sebelum itu. Mereka yang datang tentunya turut membawa budayanya sehingga seiring berjalannya waktu berakulturasi dengan budaya setempat. Mereka dilabeli sebagai Aneuk Jamee yang dalam bahasa Aceh berarti anak tamu.
Salah satu bentuk adat dan budaya Aneuk Jamee adalah kasab, kerajinan sulaman benang emas yang diaplikasikan pada permukaan kain beludru. Penggunaaan benang emas ini merupakan lambang derajat sosial seseorang dalam melaksanakan upacara adat. Sehingga kasab kerap digunakan dalam upacara adat seperti pernikahan, sunat rasul, dan kematian.
Sistem Kekerabatan dan Kekeluargaan
Akulturasi ini tentunya tak hanya berpengaruh pada aspek budayanya saja namun juga sistem kekeluargaan di dalamnya. Konsep keluarga memiliki kaitan yang sangat erat dengan kekerabatan.Â
Masyarakat Aneuk Jamee memiliki kemiripan dengan sistem pada masyarakat Minangkabau yang menganut sistem keturunan dari pihak ibu (matrilineal). Menurut Wilken, garis keturunan matrilineal merupakan garis keturunan tertua dibandingkan lainnya.
Wilken yang terkenal dengan evolusinya, menggambarkan proses kebudayaaan masyarakat melalui daya imaji proses evolusi (Amin dan Murtaufiq, 2017).Â
Wilken mengemukakan proses dari garis keturunan pada masa pertumbuhannya adalah garis keturunan ibu, garis keturunan ayah, dan garis keturunan orang tua.Â
Banyak ahli Barat tentang Minangkabau yang menuliskan sistem kekerabatan, salah satunya Branislaw Malinowsky. Ia mengemukakan bahwa keturunan dihitung menurut garis ibu dan suku dibentuk menurut garis ibu (Munir, 2015).Â
Etnis Aneuk Jamee memiliki sistem kekeluargaan yang unik, dimana garis kerabat tidak hanya ditentukan oleh hubungan darah, tetapi juga mengangkat saudara atas dasar hubungan sosial (tetangga) akrab yang bahasa sederhananya disebut sebagai saudara angkat.
Meskipun Aneuk Jamee sangat terkenal di Aceh, nilai-nilai Minangkabau masih tersirat dalam berbagai praktek-praktek acara adat dan kekeluargaan. Misalnya saja, ketika menyangkut resepsi adat Aneuk Jamee, pihak keluarga harus meminta izin oleh ninik mamak (abang tertua di pihak ibu).Â
Sebelum mendapat izin atau diskusi dengan ninik mamak maka keluarga dilarang untuk membahasnya dengan pihak lainnya, apalagi sampai diketahui masyarakat luas. Bahkan, jika pelanggaran itu terjadi, akan ada sanksi adat yang diberikan.
Melihat dari Strukturalisme
Seperti apa yang dikatakan Levi Strauss, dengan menerapkan metode strukturalisme dalam penyelidikan relasi kekerabatan maka dapat ditemukan sistem tertentu yang berlaku dalam suatu kelompok (Munir, 2015).Â
Kekerabatan pun adalah sistem komunikasi, karena klen-klen, famili-famili atau grup-grup saling menukar wanita-wanita mereka. Sebagaimana bahasa, kekerabatan pun merupakan pertukaran komunikasi, dialog (Bertens, 2001, h. 198).Â
Oleh ikarena itu, bahasa dan kekerabatan dapat dianggap sebagai dua fenomena yang dapat disetarakan, maka keduanya dapat diselidiki menurut metode yang sama, yaitu metode strukturalistis.
Dalam hal ini, proses produksi budaya baru terlihat dari dialog atau interaksi antara masyarakat Minang dan Aceh yang menghasilkan akulturasi suku Aneuk Jamee. Corak budaya Aneuk Jammee mempengaruhi sistem kekerabatan dan kekeluargaan masyarakatnya.Â
Aneuk Jamme memiliki sistem kekerabatan yang masih kental dengan budaya Minangkabau. Dimana masyarakat Minangkabau menganut sistem keturunan dari pihak ibu (matrilineal). Selain itu terdapat sistem kekeluargaan yang unik, didasarkan atas hubungan sosial yang kerap disebut sebagai saudara angkat.
Daftar Pustaka:
Amin dan Murtaufiq. (2017). Mengamati indonesianis: dari antropologi budaya, politik kolonial hingga hegemoni dan pengendalian wacana modern. Jurnal Mosaic Islam, 3 (1), 31-64.
Munir, M. (2015). Sistem kekerabatan dalam kebudayaan minangkabau: perspektif aliran filsafat strukturalisme jean claude levi-strauss. Jurnal Filsafat, 25 (1), 1-31.Â
Sahputri, Agustono, dan Zuska. (2021). Budaya dan sistem kekeluargaan etnis aneuk jamee: studi kasus di aceh selatan. Jurnal Hukum Islam dan Perundang-Undangan, 8Â (2), 110-126.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H