Gambar dari www.bolabanget.com
Setelah permohonan PT. Liga Indonesia untuk menggelar Liga Super Indonesia ditolak BOPI, pada tanggal 15-16 Januari 2016 PT. Liga Indonesia bersama klub-klub ISL kembali mengadakan pertemuan untuk membahas penolakan dari BOPI, sekaligus mencari solusi lain rencana menggelar turnamen atau kompetisi jangka panjang.
Dari pertemuan selama dua hari tersebut, PT. Liga Indonesia dan perwakilan klub-klub ISL berhasil membuat semacam terobosan yakni PT.Liga selaku operator sepakat dengan klub tetap akan melaksanakan turnamen jangka panjang yang bersifat independen dan menanggalkan nama ISL (Indonesia Super League) yang identik dengan property PSSI.
Karena nama PT.Liga Indoensia masih identik dengan PSSI dengan saham 1% yang dimiliki oleh Federasi Indonesia yang dibekukan Kemenpora, maka solusinya akan dibentuk perseroan baru untuk menjalankan turnamen atau kompetisi yang bernama Indonesia Super Compettion (ISC)
Menurut Joko Driyono selaku CEO, PSSI memberikan keleluasaan kepada PT. Liga Indonesia dan klub berkompetisi tanpa ada PSSI. Tanpa PSSI berarti kendali tidak di PSSI.
Indonesia Super Competition (ISC) direncanakan mulai Maret – November 2016, tetap seperti jadwal rencana kompetisi ISL yang ditolak BOPI karena tidak berkoordinasi dengan Tim Transisi. Tentunya segala keperluan perangkat pertandingan dan badan hukum menjadi tanggungjawab PT. Liga Indonesia.
*****
Gagasan baru dari PT. Liga Indonesia bersama klub-klub ISL ini seharusnya bisa menjadi solusi yang patut disyukuri, terutama bagi pemain yang “berteriak” menyuarakan agar segera digelar turnamen ataupun kompetisi yang bersifat jangka panjang, karena dengan begitu, pemain sedikit mendapat kepastian terkait masa depan pemain itu sendiri. Pemain tidak mau hanya dikontrak per turnamen seperti yang telah dilakukan pada Piala Presiden dan Piala Jenderal Sudirman yang sebentar lagi akan bertanding dipartai puncak di GBK.
Namun tanpa disadari oleh pemain, bahwa ide baru produk dari PT. Liga Indonesia bersama klub-klub ISL untuk menggelar Indonesia Super Competition (ISC) ini justru bisa saja merugikan pemain itu sendiri.
Karena Indonesia Super Competition (ISC) adalah turnamen atau kompetisi yang independen yang tidak ada embel-embel PSSI yang sedang dibekukan pemerintah, tentunya sudah pasti tidak diketahui FIFA, jadi apabila dalam perjalanan gelaran ISC nanti klub tidak bisa membayar gaji pemain, dan proses penyelesaiannya tidak bisa diselesaikan didalam negeri sesuai janji CEO Joko Driyono yang membentuk regulasi terkait sengketa gaji, pemain tidak bisa melanjutkan gugatan sengketa gaji sampai ke FIFA.
Oleh sebab itulah, pemain jangan begitu saja langsung menandatangai kontrak yang disodorkan klub, tetapi harus lebih jeli mepelajari kata per kata is kontrak tersebut, terutama terkait teknis penyelesaikan sengketa gaji apabila nantinya klub tidak sanggup membayar gaji pemain sesuai kontrak yang telah disepakati. Lebih-lebih terhadap pemain asing yang biasanya membutuhkan kepastian hukum yang jelas.